JAKARTA, duniafintech.com – Pada periode 2020—2021, tingkat kepercayaan masyarakat pada produk asuransi unit link masih tinggi. Sebagaimana diketahui, dalam periode ini, industri asuransi jiwa di Indonesia mengalami peningkatan lantaran masyarakat membutuhkan perlindungan lebih dari pandemi Covid-19.
Bukti dari naiknya tingkat kepercayaan masyarakat ini adalah pada pertumbuhan premi sebesar 37,8% pada kuartal III/2021. Angka itu lebih tinggi ketimbang periode yang sama pada tahun lalu.
Mengacu pada data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) per semester II/2021, sebagaimana dilangsir dari Detikcom, Selasa (14/12), kontribusi pendapatan premi tercatat sebesar 62,5% dari produk unit-link industri asuransi jiwa atau mencapai Rp 93,3 triliun. Nilai itu tumbuh 9% ketimbang periode yang sama tahun lalu.
Adapun data-data dari AAJI itu menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat pada produk unit link yang memadukan proteksi dan investasi. Menurut Ketua Dewan AAJI, Budi Tampubolon, produk asuransi unit link yang mengombinasikan manfaat proteksi dan investasi menawarkan kemudahan kepada masyarakat untuk tidak perlu memiliki dua produk keuangan.
Melalui kepemilikan produk asuransi unit link ini, kebutuhan investasi masyarakat terpenuhi hanya dari satu produk keuangan. Dengan keistimewaannya itu maka tidak heran jika banyak konsumen yang tertarik membeli produk ini ketimbang produk asuransi tradisional yang hanya fokus menjual proteksi.
Untuk diketahui, dalam 10 tahun terakhir, produk unit link sudah tumbuh 10.000%, sedangkan asuransi tradisional hanya tumbuh 380%. Namun, terdapat kontroversi yang merebak terkait produk unit-link.
Supaya bisa lebih memahami persepsi masyarakat akan unit link, lembaga survei asal Inggris, YouGov, pada Juli 2021 lalu mengadakan jajak pendapat terhadap 2.000 responden di seluruh Indonesia. Survei secara daring ini menunjukkan bahwa sebanyak 89% responden pemilik asuransi unit link memiliki sentimen positif atau netral pada produk tersebut.
Diterangkan YouGov, bahkan untuk nasabah yang telah menutup polis, persepsi terhadap produk unit link sendiri masih cukup baik, dengan rincian 14% sangat positif, 24% cukup positif, dan 41% netral. Dalam hal ini, hanya 21% responden yang telah menutup polis yang punya memiliki sentimen negatif. Hal itu terindikasi lantaran nilai investasi yang tidak sesuai harapan.
AAJI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun terus bekerja sama membuat kerangka peraturan untuk menjamin perlindungan terhadap nasabah dan meningkatkan pelayanan asuransi sebagai upaya mengawal produk unit link dan usaha menjaga pertumbuhan industri asuransi.
Dalam merumuskan regulasi, tiga pilar utama—perusahaan asuransi, tenaga pemasar, dan nasabah—selalu menjadi fokus utama. Di sisi lain, menurut pengamat asuransi, Kapler Marpaung, terkait produk asuransi unit link sering diterpa kontroversi negatif, penyebabnya ada pada rendahnya literasi keuangan masyarakat Indonesia.
Pada dasarnya, literasi keuangan adalah indeks pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang mempengaruhi sikap untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan, serta pengelolaan keuangan dalam mencapai kesejahteraan.
Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang digelar oleh OJK pada 2019 lalu, indeks literasi keuangan mencapai 38,03% dan indeks inklusi keuangan 76,19%. Angka ini naik ketimbang hasil survei OJK pada 2016 silam.
Disampaikan Kapler, kecakapan tenaga pemasar di masa lalu pun ikut menjadi salah satu faktor dalam ha ini. Sekarang ini, sambungnya, kecakapan tenaga pemasar sudah jauh lebih baik, demikian halnya dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya membeli produk asuransi lewat tenaga pemasar yang bertanggung jawab dan committed.
Di samping itu, upaya edukasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asuransi pun ikut diapresiasi. Edukasi, dengan menggandeng para ahli finansial, sering dilakukan di ranah media sosial yang ampuh menarik perhatian masyarakat. Adapun masyarakat diharapkan bisa lebih paham akan produk-produk keuangan dan asuransi yang ditawarkan di luar sana.
Kapler menambahkan, pekerjaan edukasi kepada masyarakat adalah juga pekerjaan rumah OJK yang harus terus menerus digalakkan. Terlebih lagi, OJK punya bidang khusus Edukasi dan Perlindungan Konsumen.
Ia pun menekankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap kurikulum Pendidikan Tenaga Pemasar Asuransi agar ke depannya mereka kian menjadi tenaga-tenaga professional yang benar-benar andal dan professional.
Di luar itu, salah satu fakta yang tidak banyak diketahui publik, yakni asuransi, di samping digunakan untuk memberikan perlindungan jiwa dan kesehatan, juga ikut berperan dalam mendukung pemerintah mencapai sasaran pembangunan melalui penempatan dana pada Surat Utang Negara (SUN) yang merupakan salah satu sumber pendanaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Adapun dana yang diperoleh dari penerbitan SUN bisa dipakai, antara lain, untuk mendukung proyek pembangunan infrastruktur, misalnya jalan, rumah sakit, bandara, pelabuhan, dan lain-lain. Menurut data DJPPR Kemenkeu, penempatan dana yang dilakukan oleh Asuransi dan Dana Pensiun tercatat mencapai Rp644 triliun. Jumlah itu setara dengan 14% dari total Surat Utang yang diterbitkan oleh pemerintah.
Penulis: Kontributor
Editor: Anju Mahendra