JAKARTA, duniafintech.com – PT PLN (Persero) memiliki inovasi ciptakan energi hijau dengan transisi energi dalam upaya penurunan emisi karbon.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyelenggarakan State-Owned Enterprises (SOE) International Conference & Expo 2022 dengan tema “Driving Sustainable and Inclusive Growth” pada 17-18 Oktober 2022 di Nusa Dua, Bali.
Event ini merupakan bagian dari dari Trade, Investment, and Industry Working Group (TIIWG) Road to G20.
SOE International Conference diselenggarakan sebagai komitmen pemerintah untuk mendukung implementasi aspek Environment, Social, and Governance (ESG) dan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya di sektor kesehatan, inklusi keuangan, transformasi digital dan transisi energi ciptakan energi hijau.
Baca juga: Dukung Green Banking, Portofolio Hijau BNI Capai Rp170,5 Triliun
Inovasi Transisi Energi Ciptakan Energi Hijau
Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury mengatakan PLN, Pertamina dan Mining Industri Indonesia (MIND ID) memiliki inisiatif di bidang energi dalam upaya penurunan emisi karbon, yakni transisi energi ciptakan energi hijau.
“Tiga perusahaan di bidang energi dan pertambangan. Kita punya inisiatif yang lengkap terkait energi, termasuk membangun sistem yang inovatif,” kata Pahala.
Dalam melakukan inovasi hijau, PLN memiliki inisiatif dalam upaya penurunan emisi karbon. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan PLN telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi pemakaian batu bara pada pembangkit listrik.
Dia mengungkapkan PLN telah menghapus 2 Giga Watt (GW) penggunaan batu bara pembangkit listrik. Selain itu, sebesar 1,1 GW batu bara digantikan dengan energi terbarukan dan 1 GW digantikan dengan gas bumi.
“Tidak hanya itu, Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional adalah yang paling agresif, sebanyak 51,6 persen berasal dari energi terbarukan,” kata Darmawan.
PLN telah berpartisipasi dalam pembangunan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) sebesar 43 persen dari total SPKLU nasional untuk percepatan pertumbuhan EV di Indonesia. Saat ini PLN telah memiliki 150 unit SPKLU di 120 lokasi.
Pada tahun 2022, PLN akan melakukan penambahan pembangunan SPKLU PLN sebanyak 110 unit yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari target tersebut, sebanyak 70 unit SPKLU dibangun untuk mendukung gelaran KTT G20 di Bali, sedangkan 40 unit lagi tersebar di seluruh Indonesia.
Selain PLN, Pertamina juga berupaya untuk mewujudkan Net Zero Emission pada tahun 2060. Pada fase pertama (2022-2025), Pertamina menargetkan pengurangan emisi karbon sebesar ~3 juta tCO2e, fase kedua (2026-2030) pengurangan sebesar ~11 juta tCO2e, dan fase ketiga (2031-2060) pengurangan sebesar ~27 juta tCO2e. Dua pilar yang diusung Pertamina yakni dekarbonisasi aktivitas bisnis dan pengembangan bisnis hijau, transisi energi ciptakan energi hijau.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Butuh Integrasi Pertumbuhan Hijau
Transisi Energi Sektor Kelistrikan
PLN memiliki tantangan tersendiri dalam menerapkan transisi energi di sektor ketenagalistrikan, diantaranya adalah melakukan pensiun dini terhadap sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbasis batu bara.
Menurut Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo untuk menon-aktifkan PLTU tersebut pihaknya bernegosiasi dengan beberapa komunitas global seperti rekanan di Amerika, rekanan di Eropa dan investasi global.
“Kami berbicara mekanisme transisi energi 6,7 gigawatt (PLTU) batu bara dalam program ini. Kita berbicara soal pengurangan emisi karbon. Selain itu, sejumlah kerjasama pasokan batu bara akan berakhir dan kami tidak memperpanjangnya dan sejumlah PLTU akan dipensiunkan lebih cepat,” kata Darmawan.
Darmawan mengungkapkan melakukan pensiun dini atau penghentian operasional PLTU berbasis batu bara merupakan tantangan terbesar karena membuat fasilitas tersebut tidak terpakai dan permintaan batu bara merosot signifikan.
“Kami memiliki aset dengan bahan bakar fosil dalam jumlah besar,” kata Darmawan.
Dia mengungkapkan tantangan berikutnya yaitu dalam mewujudkan transisi energi ciptakan energi hijau dibutuhkan biaya yang cukup besar. Untuk mencapai transisi energi ciptakan energi hijau dibutuhkan investasi sekitar US$500 miliar sampai US$600 miliar atau sekitar Rp9 ribu triliun.
Kendati demikian, dia mengungkapkan terkait investasi bukanlah tantangan terbesar karena terkait harga dapat ditekan seiring terciptanya kompetisi pasar yang sehat dan transparan.
“Hal itu (kompetisi pasar) membuat harga turun dan kita tidak akan kehabisan tambahan pendanaan untuk investasi energi baru terbarukan,” kata Darmawan.
Dia menuturkan perusahaan juga memberdayakan beragam teknologi untuk mendapatkan transisi energi ciptakan energi hijau, energi yang lebih bersih, seperti teknologi co-firing dengan menggunakan hidrogen, amonia hingga energi biomassa sebagai pengganti batu bara dan energi fosil lainnya.
Saat ini, dia mengungkapkan perusahaan menggunakan co-firing biomassa untuk penggunaan 33 PLTU dan memberikan hasil yang luar biasa untuk PLTU tersebut. Menurutnya perusahaan akan menggunakan 12 juta metrik ton biomassa menjadi bagian dari campuran energi.
“Kami akan memperluas implementasi (co-firing) ini menggantikan batu bara,” kata Darmawan.
Selain itu, dia menambahkan dalam menggunakan bio massa, perusahaan mendapatkan pasokan energi dengan menggandeng beberapa pihak seperti Badan Usaha Milik Desa. Menurutnya dengan keterlibatan dengan berbagai pihak dapat membuka lapangan pekerjaan, pertambahan nilai dan menghadirkan kesejahteraan.
“Ratusan ribu rakyat akan terlibat dalam hal ini. Jadi ini bukan hanya peralihan energi kotor dari batu bara ke energi bersih,” kata Darmawan.
Transisi Energi Tidak Menggunakan APBN
Darmawan mengungkapkan untuk melakukan transisi energi ciptakan energi hijau atau peralihan dari energi kotor menjadi energi bersih tidak bisa mengandalkan APBN. Untuk itu perusahaan melakukan serangkaian cara untuk mendapatkan pendanaan transisi energi dengan berinovasi.
Terkait transisi energi ciptakan energi hijau, dia mengungkapkan perusahaan menjalankan framework greeng financing dengan menggunakan blended finance seperti komersial, bilateral, multirateral, dana konsesi dan filantropi.
“Untuk memastikan kami bisa melangkah maju dengan memiliki akses terhadap pembiayaan berbiaya murah,” kata Darmawan.
Dia menjelaskan upaya transisi energi ciptakan energi hijau juga menjadi bentuk kepedulian perusahaan terhadap keberlanjutan lingkungan. Sebab, saat ini perubaah iklim merupakan masalah global yang mesti ditanggulangi secara bersama-sama oleh seluruh pihak.
“Ini adalah suatu global problem, global climate change,” kata Darmawan.
Baca juga: Harga Kripto 22 Juni 2022 Mulai Bergairah, Bitcoin Cs Bertengger di Zona Hijau
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com