DuniaFintech.com – Selama pandemi COVID-19 kegiatan berbelanja di e-commerce semakin meningkat. Namun pernahkah terbersit tentang alternatif menggunakan sistem transaksi terdesentralisasi di e-commerce favorit Anda? Brian Hoffman selaku co-founder OB1 menjelaskan konsep bisnisnya tersebut.
Hoffman mengklaim, tren sistem Bitcoin dan mata uang kripto lainnya di e-commerce telah dilakukan pihaknya 6 tahun yang lalu. Namun tren tersebut masih menyentuh pasar yang sangat sedikit. OB1 sendiri merupakan pengembang kripto yang menghasilkan 2 platform, yakni Haven App dan OpenBazaar. Kedua platform tersebut merupakan e-commerce yang berbasiskan open source dan merupakan generator dari Bitcoin.
Karena prinsip piranti lunak OB1 lebih terdesentralisasi dibanding e-commerce yang ada saat ini, Hoffman dan awaknya tidak bisa mengenakan biaya apa pun pada pengguna layanannya. Hal itu dikarenakan fitur utama kripto yang sangat menjaga aliran informasi setiap anggota. Hal ini membuat OB1 merumahkan 12 karyawannya di awal tahun 2020.
Sebagai pendukung open source yang merupakan prinsip dasar dari blockchain, Hoffman menilai pihaknya tidak mengambil bagian apa pun dalam setiap transaksi jual-beli di platform miliknya. Ia mengatakan, bagian yang diambil dalam setiap transaksi dinilai sebagai tindakan ilegal. Hal ini juga merujuk pada masalah privasi yang hadir melalui asas desentralisasi dari blockchain.
“Layanan kami melindungi informasi penggunanya saat melakukan jual/beli. Apa pun informasi yang tertera dalam gawai Anda tidak akan pergi kemana-mana,”
Baca juga:
- Mengapa Indonesia adalah Lahan Pembayaran Digital yang Menjanjikan?
- SEA Insights: Digitalisasi UMKM Meningkat Selama Pandemi
- Pinjaman Online Cepat dan Mudah Khusus Karyawan, Cek Disini!
Tren Adopsi Sistem Bitcoin di E-commerce
Alasan mengapa Hoffman melakukan hal tersebut berasal dari prinsip kripto dan blockchain sendiri, yakni open source. Transparansi dan regulasi dalam open source memudahkan pihaknya menyeleksi barang dan penjualnya untuk masuk dalam layanan. Ia menilai, pasar gelap dengan adopsi Bitcoinnya juga mampu diadaptasi oleh pasar yang terbuka.
Meski demikian, Hoffman tetap mendapatkan keuntungan dari pemasukan pihak yang memakai layanannya. Ia mencatat volume transaksi sekitar USD 500 ribu telah berputar di layanannya. Ada pun kripto yang berputar dalam layanannya kebanyakan diisi oeh Bitcoin, Bitcoin Cash dan Litecoin.
Di sisi lain, Shopify, salah satu e-commerce yang memakai Bitcoin sebagai transaksi mencatatkan keuntungan sebanyak USD 47 juta selama kuartal pertama 2020. Secara persentase, kuartal ini mengalami peningkatan sebanyak 47% dari kuartal sebelumnya. Namun Shopify hanya menggunakan kripto sebagai alat transaksi, bukan sistemnya, sehingga keuntungan besar dapat diraih.
Dapat disimpulkan, adopsi sistem kripto dan blockchain pada e-commerce masih memiliki ‘jalan terjal’ untuk dilakukan. Saat ini, Hoffman dan OB1 tengah memikirkan soal strategi pihaknya mendulang keuntungan dalam bisnisnya.
DuniaFintech/Fauzan