Site icon Dunia Fintech

Trump Effect! Harga Emas Turun 4%, Investor Ambil Posisi Wait and See

Fluktuasi Harga Emas Global: Dolar Menguat, Kebijakan The Fed Jadi Penentu Pasar

Fluktuasi Harga Emas Global: Dolar Menguat, Kebijakan The Fed Jadi Penentu Pasar

JAKARTA, 13 November 2024Harga emas dunia terus merosot, mendekati level terendah dua bulan terakhir akibat penguatan dolar Amerika Serikat (AS) dan ekspektasi kebijakan ekonomi di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump. Kenaikan nilai dolar AS dan imbal hasil obligasi AS menjadi faktor utama penurunan ini, yang membuat emas tertekan sejak kemenangan Trump dalam pemilu pekan lalu.

Investor kini mengambil posisi “wait and see” sambil menantikan data inflasi AS untuk menentukan arah pasar berikutnya, terutama dengan rilis data Indeks Harga Konsumen (CPI) AS yang akan diumumkan hari ini, Rabu (13/11/2024).

Pada Selasa (12/11/2024), harga emas spot turun 0,8% ke level US$2.599,34 per troy ons, level terendahnya sejak 20 September. Pelemahan ini melanjutkan tren tiga hari berturut-turut, dengan total penurunan mencapai 4%. Harga emas hanya sempat menguat sekali sejak kemenangan Trump pada 6 November, sebelum kembali melemah.

Harga Emas Hari ini

Pada perdagangan Rabu pagi (13/11/2024) pukul 06:08 WIB, emas spot masih berada di level rendah, turun 0,04% menjadi US$2.598,2 per troy ons. Penurunan harga emas ini didorong oleh penguatan indeks dolar AS (DXY), yang naik tajam dalam beberapa hari terakhir dan mencapai posisi 105,54 pada Selasa. Bahkan, DXY sempat menyentuh level tertinggi dua tahun di 106,2.

Kenaikan ini membuat emas, yang diperdagangkan dalam dolar, menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lain, mengurangi daya tariknya sebagai aset investasi.

Selain itu, imbal hasil obligasi AS atau US Treasury juga meningkat, seiring ekspektasi pasar terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat di bawah kebijakan Trump. Naiknya imbal hasil obligasi menunjukkan bahwa investor beralih ke aset dengan risiko lebih tinggi, mengurangi minat terhadap emas yang dianggap sebagai aset safe-haven.

Hal ini mengurangi permintaan emas, karena investor lebih memilih saham dan obligasi yang menawarkan hasil lebih tinggi dalam kondisi pasar yang optimistis.

Koreksi Sementara

Namun, sejumlah analis tetap memandang bahwa pelemahan ini bersifat jangka pendek. Daniel Pavilonis, analis dari RJO Futures, menyebutkan bahwa kondisi ini mungkin hanya koreksi sementara dalam tren bullish emas.

Ia memperkirakan bahwa harga emas akan pulih dalam jangka panjang seiring dengan kenaikan inflasi global. “Jika inflasi kembali meningkat, harga emas akan terdorong naik,” ujar Pavilonis sebagaimana dikutip dari Reuters.

Meskipun dolar AS saat ini mengalami penguatan, emas tetap dipertimbangkan sebagai instrumen lindung nilai jangka panjang bagi bank sentral di beberapa negara berkembang. Carsten Menke, analis dari Julius Baer, menambahkan bahwa bank sentral di negara-negara berkembang mungkin akan terus menggunakan emas untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dalam jangka panjang.

Sentimen investor terhadap emas saat ini juga dipengaruhi oleh ekspektasi terhadap kebijakan Federal Reserve (The Fed). Dengan dirilisnya data CPI AS hari ini, pasar akan mencari indikasi apakah The Fed akan melanjutkan pengetatan kebijakan moneter atau mempertahankan suku bunga.

Ekspektasi terhadap kemungkinan penurunan suku bunga pada Desember 2024 mengalami penurunan, dari 80% menjadi 59% setelah hasil pemilu diumumkan. Ini memperkuat sentimen “Trump trade” di kalangan investor, yang lebih memilih aset berisiko tinggi di tengah optimisme terhadap ekonomi AS.

Meskipun harga emas saat ini tertekan, beberapa analis melihat bahwa level support di kisaran US$2.600 bisa menahan penurunan lebih lanjut. Di tengah ketidakpastian kebijakan dan inflasi yang tinggi, emas tetap dipandang sebagai aset pelindung nilai yang solid.

Dalam kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian, emas masih dianggap sebagai salah satu investasi yang relatif aman, terutama bagi investor yang mengantisipasi gejolak ekonomi global dan inflasi yang terus meningkat.

Secara historis, emas sering berfungsi sebagai instrumen lindung nilai ketika inflasi tinggi atau kondisi geopolitik memanas. Meskipun saat ini tren emas sedang melemah, potensi peningkatan inflasi global dalam beberapa bulan ke depan dapat kembali mendorong harga emas. Perubahan arah kebijakan moneter dan kondisi ekonomi AS pasca-pemilu juga akan menjadi faktor utama yang mempengaruhi harga emas di masa mendatang.

Emas tetap menjadi pilihan utama bagi investor yang berhati-hati, terutama mereka yang khawatir akan potensi ketidakpastian di pasar global. Dukungan dari bank sentral negara-negara berkembang, ekspektasi inflasi yang masih ada, serta kebutuhan untuk menjaga diversifikasi portofolio menjadikan emas tetap relevan sebagai aset safe-haven di tengah dinamika ekonomi yang cepat berubah.

Exit mobile version