duniafintech.com – Dalam rangka memperingati Hari Kartini 2019 lalu, iCIO Community hari ini mengumumkan penyelenggaraan Women Leadership Forum, program yang di desain sebagai ajang untuk berbagi peluang dan kesempatan, inspirasi dan networking untuk perempuan di sektor teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Baca juga : Disney Dikabarkan Mengeluarkan $ 13,2 Miliar untuk Menjadi Pemegang Saham Utama…
Pada kesempatan Women Leadership Forum ini iCIO Community menegaskan teknologi dan inovasi di era digital ini membuka kesempatan yang sangat luas bagi perempuan Indonesia untuk maju dan berkembang, Kuncinya terletak pada bagaimana perempuan mau belajar dan mengembangkan diri sehingga tidak tertinggal dan tetap relevan dengan tantangan di era digital serta hadirnya lingkungan mulai dari keluarga, bisnis dan masyarakat yang lebih kondusif.
Acara Women Leadership Forum bertajuk Deep Dive on Disruptive Technology ini bertempat di secretariat iCIO Community, Centennial Tower Jakarta.
Dalam Women Leadership Forum yang dihadiri oleh ratusan perempuan mulai dari para CIO yang menjadi member iCIO Community hingga para profesional di bidang TIK ini menghadirkan lima pembicara yakni Nia Sarinastiti, Marketing & Communication Director Accenture in Indonesia & Board of Director IBCWE (Indonesia Business Coalition for Women Empowerment; Vira Shanti, Chief Data Officer, OVO: Ellen Nio Associate Patamar Capital ; dan Monika Rudijono, CMO Lazada Indonesia dan Megawati Khie, President Director of IBM Indonesia.
Baca juga : Asuransi Digital Untuk Kaum Milenial
Koordinator Divisi Membership iCIO Community, Debbie Nova, menyampaikan bahwa dalam menghadapi era disruptif teknologi yang terjadi pada saat ini, perempuan selaku individu harus melakukan tranformasi. Hal tersebut untuk menjawab peluang yang hadir seiring dengan semakin meluasnya pemanfaatan TIK di dalam setiap lini kehidupan baik personal maupun bisnis.
“Melalui Women Leadership Forum ini, iCIO Community ingin membangun jejaring perempuan yang telah merintis dan sukses berkarir di bidang TIK dan mendorongnya untuk berbagi inspirasi dan peluang kepada perempuan lain agar lebih banyak lagi perempuan-perempuan Indonesia yang mengikuti jejak mereka berkembang dan maju di era disruptif teknologi hari ini dan ke depan,” terang Debbie Nova.
Laporan terbaru Google-Temasek Google-Temasek (2018) mengungkap ekonomi digital di Indonesia akan menjadi yang terbesar dan tercepat pertumbuhannya di bandingkan negara-negara lain di Kawasan Asia Tenggara dan nilainya mencapai US$ 27 milyar pada 2018 dan akan tumbuh menjadi US $100 milyar pada 2025
Sementara itu Mckinsey mengungkapkan 35 persen pendapatan salah satu e-commerce terbesar di Indonesia merupakan kontibusi dari usaha kecil menengah yang dimiliki oleh perempuan di Indonesia. Kontribusi ini masih sangat kecil dibandingkan potensi yang ada. Sejatinya, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki basis entrepreneur perempuan paling besar di dunia yakni 51 persen lebih usaha kecil menengah dimiliki perempuan dan ini jauh melampaui rata-rata dunia yang hanya mencapai 35 persen.
Kontribusi mereka mencapai 9,1 persen dari product domestic bruto (PDB). Selain masalah infrastruktur, McKinsey menyebut ada tiga tantangan spesifik yang harus diatasi perempuan Indonesia di era digital, yakni persoalan digital literasi, perceptions of utility, dan social attitudes.
Baca juga : Inilah 5 Perangkat IoT Paling Populer di tahun 2019. Sudah Tau…
Associate Patamar Capital, Ellen Nio mengungkapkan meskipun saat ini inklusi digital di Indonesia semakin membaik namun masih membutuhkan waktu untuk bisa meningkatkan jumlah perempuan yang terjun di industri startup. Untuk itu dalam dua tahun terakhir perusahaan modal ventura itu bekerjasama dengan Investing in Women, sebuah inisiatif dari pemerintah Australia yang secara khusus membantu perusahaan yang dibentuk dan dipimpin oleh pengusaha perempuan
“Persoalan kultural menurut saya memang menjadi faktor tertinggalnya perempuan dalam pemanfaatan TIK. Saya yakin jika diberikan kesempatan yang sama prestasi perempuan tidak akan kalah,” kata Ellen.
Sementara itu Chief Marketing Officer Lazada Indonesia, Monica Rudijono meyakini di Jakarta khususnya, disparitas gender antara perempuan dan pria di sektor digital sudah tidak menjadi persoalan. Dia mengambil contoh di Lazada Indonesia dimana jumlah karyawan perempuan justru sedikit lebih banyak dibanding pria.
“Pengalaman saya yang terpenting adalah bagi perempuan untuk bisa sukses di Industri digital saat ini adalah bagaimana mampu mengatur waktu sehingga tanggung jawab sebagai Ibu dan profesional dua-duanya tidak terbengkalai.” Kata Monika.
Bagi Chief Data Officer, OVO, Vira Shanty untuk mengurangi disparitas gender di sektor TIK peran perempuan-perempuan yang terlebih dahulu sukses juga sangat penting. Menurut Vira di bidang yang digelutinya saat ini yakni terkait Big data jumlah perempuannya juga masih sangat terbatas. Keterbatasannya itu bukan soal di saat seleksi penerimaan karyawan banyak calon karyawan perempuan kalah bersaing. Melainkan karena memang dari jumlah kandidatnya pun jumlah perempuaannya lebih sedikit.
“Kita yang sudah terlebih dahulu terjun dan berkarir di dunia digital ini harus bergandeng tangan untuk mendorong peningkatan jumlah perempuan lebih banyak terjun ke bidang Big data, Machine Learning hingga Artificial Intelligence.
Ancaman Automation dan Artificial Intelligence
Upaya untuk mendorong penurunan gender gap di sektor digital juga mendapat ancaman mulai maraknya implementasi automation dan artificial intelligence (AI). Laporan World Economic Forum menyebut pekerjaan-pekerjaan yang secara tradisional identik dengan perempuan seperti cashier dan lainnya jelas terancam oleh kehadiran teknologi automation dan AI. Selain itu saat ini jumlah professional perempuan di bidang AI juga sangat jauh dengan pria dengan perbandingan 22 persen perempuan dan 78 persen pria.
Menurut Marketing & Communication Director Accenture di Indonesia, Nia Sarinastiti mengungkapkan di era AI perusahaan perusahaan harus mengadopsi strategi teknologi baru yang bisa mendukung cara kerja baru di era AI- atau menurut istilah Accenture adalah era pasca digital.
“Kita semua termasuk perempuan harus menjadi Human +, yakni memiliki pengetahuan akan serangkaian teknologi untuk melengkapi keterampilan dan kemampuan yang dimilikinya,” kata Nia.
Meski demikian menurut President Director IBM Indonesia, Megawaty Khie kita tidak usah terlalu berlebihan dalam menghadapi perkembangan dan dampak pengembangan AI. Sebab kemajuan dan inovasi teknologiitu tidak dapat kita tolak dan selulu terjadi di sepanjang sejarah manusia. Menurutnya kita bisa melihat disektor transpotasi ketika dulu sebelum ada motor atau mobil orang-orang mengandakan transpotasi tradisional lainnya.
“Belajar dari sekttor transportasi teknologi dan inovasi akan terus terjadi. Terpenting adalah bagaimana kita mau belajar dan terus meningkatkan kemampuan diri dan peremuan lain untuk selalu relevan dengan perkemnagan teknologi ,”kata Megawaty Khie.