Risiko sistemik debitur financial technology atau fintech atau pinjol masih perlu dikelola secara hati-hati karena memiliki kecenderungan gagal bayar yang lebih tinggi dibandingkan nasabah perbankan murni. Analisis mendalam data biro kredit Clik menunjukkan sebagian besar aktivitas pinjaman digital masih terkonsentrasi di kota besar dan didominasi oleh pembiayaan konsumtif.
Presiden Direktur Clik, Leonardo Lapalorcia, menambahkan bahwa di luar wilayah perkotaan, pemanfaatan kredit digital cenderung bersifat produktif, seperti untuk modal usaha mikro dan menengah.
Menariknya, lanjutnya, pinjaman fintech alias pinjaman online (pinjol) kerap menjadi pintu masuk bagi masyarakat menuju sistem keuangan formal. Banyak peminjam yang memulai dari pinjaman digital kemudian beralih ke pinjaman bank dengan bunga lebih rendah setelah memiliki riwayat kredit.
“Meski demikian, data menunjukkan bahwa bahkan setelah beralih ke bank, eks-peminjam fintech masih memiliki kecenderungan gagal bayar yang lebih tinggi dibandingkan nasabah perbankan murni,” ujarnya seperti dikutip dari Bisnis, Jumat (17/10/202).
Menurutnya batasan suku bunga fintech yang telah diberlakukan sejak 2024 memang memberikan perlindungan lebih bagi konsumen. Namun, kebijakan ini juga menekan volume pencairan pinjaman baru, terutama bagi peminjam pertama kali dan membuat banyak platform memilih fokus pada nasabah yang sudah memiliki rekening bank.
Di sisi lain, Leonardo menyebut pelaporan pinjaman fintech yang belum sepenuhnya terintegrasi dengan sistem perbankan menyebabkan data peminjam belum termanfaatkan optimal untuk meningkatkan penilaian risiko.
Dia berharap dengan regulasi baru yang mulai menyelaraskan pelaporan antara fintech dan bank, celah ini diharapkan segera tertutup. “Langkah ini juga akan mendukung pergeseran menuju sistem pelaporan kredit swasta yang lebih komprehensif,” imbuhnya.
Biro kredit diproyeksikan memegang peran penting dalam transisi ini, terutama dalam mengintegrasikan data tradisional, fintech, dan alternatif untuk memperkuat model risiko di industri keuangan.
“Reformasi regulasi yang menyelaraskan pelaporan antara fintech dan bank akan memperkuat peran biro kredit dalam menyediakan wawasan yang kredibel untuk mendukung kebijakan dan strategi industri keuangan,” katanya.
Dia juga memproyeksikan arah industri Fintech ke depan, dalam 3—5 tahun mendatang akan berfokus pada pemanfaatan teknologi untuk pembiayaan yang lebih produktif, terutama bagi UMKM dan individu yang masih belum terlayani sektor formal. Analisis Clik lainnya juga menyampaikan secara keseluruhan kredit digital terbukti membuka akses baru bagi jutaan masyarakat yang sebelumnya sulit terjangkau layanan bank konvensional.
Dengan proses yang lebih cepat, murah, dan sederhana, fintech lending kini menjadi langkah awal bagi banyak orang untuk memasuki sistem keuangan formal. Namun, di balik pertumbuhan pesatnya, skala pinjaman fintech di Indonesia dinilai masih terlalu kecil untuk memberikan dampak signifikan terhadap inklusi keuangan nasional.
Dengan demikian, dia menilai fondasi data yang semakin kuat dan kolaborasi lintas sektor yang erat, harapan terhadap inklusi keuangan yang lebih luas, berkelanjutan, dan produktif kian terbuka bagi Indonesia.