32.5 C
Jakarta
Rabu, 30 April, 2025

AI Makin Canggih, Fraud Makin Licik: Ini Strategi OJK dan BI Lindungi Konsumen Fintech

Dari analisis kredit hingga layanan pelanggan berbasis chatbot, AI memberikan efisiensi dan kecepatan dalam melayani jutaan konsumen. Pada tahun 2025, teknologi kecerdasan buatan (AI) telah menjadi tulang punggung inovasi di industri keuangan digital atau fintech. Namun di sisi lain, teknologi ini juga dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan digital untuk melakukan penipuan atau fraud yang semakin sulit dideteksi.

AI: Solusi Cerdas yang Bisa Jadi Masalah

AI kini mampu mempelajari pola perilaku konsumen, membuat profil palsu yang tampak asli, bahkan meniru suara dan wajah manusia dalam praktik penipuan identitas (identity theft). Sebuah laporan dari Payments Dive menyebut bahwa para pelaku kejahatan siber memanfaatkan teknologi generatif seperti deepfake dan voice cloning untuk menyusup ke sistem perbankan dan fintech.

Fenomena ini menjadi ancaman serius di tengah pesatnya adopsi layanan keuangan digital di Indonesia. Terlebih lagi, sebagian besar pengguna fintech adalah generasi muda dan pelaku UMKM yang belum memiliki pemahaman menyeluruh soal keamanan digital.

Respons OJK: Memperkuat Pengawasan dan Sanksi

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator utama sektor jasa keuangan di Indonesia terus memperkuat perannya dalam melindungi konsumen dari risiko penyalahgunaan teknologi. Berdasarkan data dari Laporan Dewan Komisioner OJK Maret 2025, OJK telah menjatuhkan sanksi administratif kepada empat entitas keuangan karena pelanggaran dalam perlindungan konsumen.

Selain sanksi, OJK juga aktif mengembangkan Regulatory Sandbox—sebuah ruang uji inovasi fintech yang memungkinkan pengujian model bisnis berbasis AI sebelum diluncurkan ke publik. Dengan cara ini, risiko terhadap konsumen dapat ditekan sejak tahap awal.

Bank Indonesia: Jaga Stabilitas Sistem Pembayaran

Bank Indonesia (BI), di sisi lain, mengambil langkah strategis dalam mengatur sistem pembayaran digital. Melalui sandbox miliknya, BI menguji inovasi dari penyedia layanan seperti dompet digital dan penyelenggara QRIS untuk memastikan keamanan transaksi dan kompatibilitas regulasi.

BI juga aktif dalam mengembangkan infrastruktur pembayaran digital yang inklusif namun aman. Upaya ini sejalan dengan kebijakan sistem pembayaran nasional untuk mewujudkan ekosistem yang efisien, aman, dan terintegrasi.

Menurut Practice Guides dari Chambers, Indonesia saat ini memiliki pendekatan progresif dalam mengadopsi teknologi finansial, namun tetap menekankan perlindungan konsumen sebagai prioritas utama.

Literasi Digital Jadi Kunci

Peningkatan literasi keuangan digital menjadi salah satu agenda penting dalam melawan penipuan berbasis teknologi. AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia) bekerja sama dengan berbagai lembaga menggelar pelatihan literasi digital, terutama untuk pelaku UMKM dan perempuan di daerah terpencil.

Contohnya, beberapa platform P2P lending mulai menggunakan alternatif penilaian kredit berbasis perilaku penggunaan ponsel dan transaksi digital untuk menjangkau masyarakat unbanked. Namun, perlu disadari bahwa makin kompleks teknologi, makin besar pula risiko eksploitasi oleh pihak tak bertanggung jawab.

Kolaborasi Adalah Jalan ke Depan

Menanggulangi fraud berbasis AI tidak bisa dilakukan oleh regulator saja. Diperlukan kolaborasi lintas sektor—antara fintech, pemerintah, akademisi, dan masyarakat sipil—untuk menciptakan sistem keuangan digital yang berdaya tahan tinggi.

Langkah OJK dan BI dalam pengawasan, sertifikasi, hingga edukasi digital patut diapresiasi, namun upaya ini harus terus ditingkatkan seiring dengan evolusi AI yang begitu cepat. Tidak hanya fokus pada keamanan sistem, namun juga pada peningkatan kesadaran dan pemahaman masyarakat.

Penutup

Teknologi AI ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi, ia menawarkan solusi pintar dan efisiensi bagi industri keuangan. Namun di sisi lain, bisa menjadi alat kejahatan yang mematikan bila tidak diawasi dengan ketat.

Dengan dukungan regulasi yang tepat, peningkatan literasi, dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia berpeluang menjadi contoh bagaimana ekosistem fintech yang inovatif juga bisa tetap aman dan beretika.

 

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU