27 C
Jakarta
Kamis, 25 April, 2024

Amerika Serikat Gagal Bayar Utang, OJK MInta Sektor Jasa Keuangan Tetap Waspada

JAKARTA, duniafintech.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan sektor jasa keuangan tidak akan terpengaruh terhadap kondisi keuangan Amerika Serikat yang saat ini tengah terancam gagal bayar utang. Meski tidak berpengaruh, OJK meminta sektor jasa keuangan tetap waspada.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menjelaskan permasalahan Amerika Serikat sangat berpotensi untuk mempengaruhi kondisi ekonomi global. Apalagi terhadap sektor industri jasa keuangan, yang saat ini masih dinilai masih rentan sehingga diperkirakan akan berdampak terhadap resiko yang mengancam ketahanan nasional. 

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: OJK Pertimbangkan Aturan Maksimum Pinjaman di Fintech

“Contohnya dalam konteks kegagalan satu bank yang relatif tidak besar di Amerika Serikat, tetapi bisa bawa potensi dampak sistemik jika tidak ditangani dengan baik,” kata Mahendra. 

Kendati demikian, Mahendra mengungkapkan pihaknya melakukan analisa dan kalkulasi terhadap dampak gagal bayar utang oleh pemerintah Amerika Serikat, hingga saat ini tidak berdampak terhadap stabilitas jasa keuangan Indonesia. 

Menurutnya hal itu didukung dengan minimnya kepemilikan obligasi pemerintah Amerika Serikat dan seluruh institusi keuangan di Indonesia yang dapat dikatakan masih sangat kecil. Itupun, masih didominasi oleh perusahaan-perusahaan perwakilan atau cabang dari perusahaan multinasional. 

“Jadi dampaknya bisa dikatakan terbatas,” kata Mahendra. 

Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa berakhirnya status pandemi Covid-19 sebagai kejadian darurat kesehatan publik bukanlah akhir dari tantangan global yang harus dihadapi oleh suatu negara. 

“Perkembangan dinamika global yang sedemikian cepat pasca pandemi telah menciptakan kompleksitas yang berat dalam tahun tahun sekarang dan ke depan. Ada empat tantangan besar yang sedang dan akan dihadapi oleh Indonesia dan negara-negara lain di seluruh dunia,” kata Sri Mulyani. 

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: OJK Soroti Investree, Ada Sanksi jika Ditemukan Pelanggaran

Sri Mulyani menjelaskan ketegangan geopolitik menjadi tantangan paling berat. Meningkatnya tensi geopolitik menyebabkan perubahan signifikan arah kebijakan ekonomi negara-negara besar menjadi inward looking. Akibatnya, dunia semakin terfragmentasi dan tren globalisasi berubah menjadi deglobalisasi.

Tantangan selanjutnya yakni kecepatan perkembangan teknologi digital. Perubahan teknologi informasi yang cepat membawa manfaat bagi masyarakat maupun efisiensi produksi. Namun di sisi lain, hal ini menghadirkan tantangan berupa penghematan tenaga kerja manusia secara masif, persoalan privasi, dan keamanan siber.

Sri Mulyani mengatakan perubahan iklim serta respon kebijakannya turut menjadi tantangan global. Respon kebijakan mitigasi dan adaptasi oleh negara maju terhadap perubahan iklim menimbulkan persoalan bagi banyak negara berkembang. Seperti kebijakan Inflation Reduction Act (IRA) di Amerika Serikat dan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) di Uni Eropa. Sementara itu, tantangan terakhir yaitu pandemi seperti Covid-19 yang membutuhkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan.

“Selain keempat tantangan besar tersebut, perekonomian global tahun 2023-2024 masih dihadapkan pada tekanan berat. Laju inflasi global yang belum kembali ke level normal rendah menyebabkan suku bunga acuan global cenderung tertahan pada tingkat tinggi higher for longer,” kata Sri Mulyani.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Resmi Berizin OJK, Danamart Siapkan Dana hingga Rp10 M untuk UKM

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU

LANGUAGE