JAKARTA, 26 Desember 2024 – Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan menyatakan bahwa beberapa barang dan jasa akan mendapatkan fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bebas PPN atau dikenai tarif 0% mulai Januari 2025. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti, mengungkapkan bahwa kebijakan ini difokuskan pada barang dan jasa yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat.
Menurut Dwi, beberapa barang yang akan dibebaskan dari PPN mencakup beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Sementara itu, untuk kategori jasa, tarif PPN 0% berlaku pada jasa pelayanan kesehatan medis, jasa sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa transportasi umum di darat dan air, jasa tenaga kerja, serta jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum.
Selain itu, barang lain yang dibebaskan PPN mencakup buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana, rumah susun sederhana milik (rusunami), listrik, dan air minum. Menurut Dwi, berbagai insentif PPN ini diperkirakan mencapai Rp265,6 triliun pada tahun 2025.
Barang Bebas PPN
Di sisi lain, Ditjen Pajak juga memastikan bahwa tarif PPN akan naik dari 11% menjadi 12% pada awal 2025 untuk seluruh barang dan jasa yang sebelumnya dikenai tarif 11%. Namun, terdapat pengecualian untuk beberapa barang kebutuhan pokok seperti minyak goreng curah Minyakita, tepung terigu, dan gula industri. Untuk ketiga jenis barang ini, tambahan 1% PPN akan ditanggung oleh pemerintah (DTP), sehingga kenaikan tarif tidak memengaruhi harga jualnya.
Minyak Goreng Minyakita Tetap Dikenakan PPN 11%
Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga memastikan bahwa minyak goreng rakyat, Minyakita, tidak akan mengalami kenaikan PPN menjadi 12% pada tahun depan. Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kemendag, Fajarini Puntodewi, menyampaikan bahwa tarif PPN untuk Minyakita akan tetap berada di angka 11%, sama seperti tepung terigu. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga kestabilan harga dan ketersediaan bahan pokok di pasaran.
Lebih lanjut, Dewi menyatakan bahwa kebijakan pengenaan PPN ini sedang dalam proses pengaturan lebih lanjut. “Kami tetap memprioritaskan asas kehati-hatian dan mempertimbangkan manfaat yang lebih luas agar kebijakan ini tepat sasaran,” jelasnya.