30.6 C
Jakarta
Sabtu, 11 Mei, 2024

Berita Fintech Indonesia: Pengamat Sarankan Fintech Lending Perluas Pasar, Jangan Fokus Satu Sektor

JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terkait industri fintech peer-to-peer lending yang disarankan untuk memperluas pasar.

Adapun hal ini terutama bagi fintech lending yang hanya menyalurkan pendanaan ke satu sektor sebab akan menghadapi risiko kredit macet yang lebih besar.

Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dinukil dari Kompas.com, Rabu (12/7/2023).

Baca juga: Berita Fintech Hari Ini: OJK Temukan 352 Platform Pinjol Ilegal

Berita Fintech Indonesia: Memiliki Risiko Masing-masing

Menurut pengamat ekonomi digital sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan, fintech lending yang hanya melayani satu sektor dan beberapa sektor sebenarnya memiliki risikonya masing-masing. 

Adapun fintech lending yang hanya melayani satu sektor sangat bergantung pada kinerja dari sektornya tersebut. 

Di sisi lain, fintech yang melayani beberapa sektor sekaligus juga memiliki risiko karena menghadapi tantangan berbeda pada tiap sektor. 

“Fintech yang melayani beberapa sektor memang ketika satu sektor hancur masih ada beberapa sektor lainnya yang digarap.  Namun, pendekatannya ke berbagai sektor itu juga menimbulkan dampak karena masing-masing sektor juga memiliki karakteristik dan tantangan yang berbeda,” katanya.

Ditambahkannya, dalam kaitannya dengan risiko kredit macet, fintech yang hanya melayani satu sektor dapat mencoba melebarkan jangkauan layanannya dengan menjajal sektor lainnya. 

“Kalau di awal banyak sektor juga akan kewalahan karena berbeda-beda,” imbuh dia. 

Ia menyarankan, fintech lending perlu lebih memperhatikan risiko kredit macet dari suatu sektor. Fintech lending perlu mengukur seperti apa potensi pengembaliannya dan kemampuan penerima pinjaman (borrower) memenuhi kewajibannya. 

Di samping itu, industri fintech lending juga perlu untuk menyediakan suatu sistem untuk menjamin sebuah pinjaman yang diberikan akan dikembalikan. Misalnya, fintech harus memulai dengan pinjaman dalam jumlah yang tidak terlalu besar. 

Waspada tren kredit macet

Lebih jauh, ia pun menjabarkan bahwa kepercayaan masyarakat pada fintech lending akan lebih dipengaruhi oleh persepsi calon pemberi pinjaman (lender). 

Pasalnya, banyak fintech lending juga membuka kesempatan pada investor ritel untuk berinvestasi melalui penyaluran pinjaman melalui fintech. 

Dengan adanya tren kredit macet pada fintech lending, calon investor akan berpikir ulang untuk menanamkan dananya. Investor tetap akan mengalami kerugian karena adanya kredit macet meskipun mendapatkan iming-iming bunga yang tinggi. 

“Sementara, calon peminjam tidak akan peduli seperti apa yang penting dapat pinjaman,” tuturnya.

Berita Fintech Indonesia: Satgas Waspada Investasi Blokir 429 Pinjol Ilegal

Sebelumnya, mengutip Katadata.co.id, Satuan Tugas Penanganan Kegiatan Usaha Tanpa Izin di Sektor Keuangan yang sebelumnya dikenal sebagai Satgas Waspada Investasi memblokir 429 platform pinjaman online atau pinjol ilegal. Angka tersebut terdiri dari 352 platform dan 77 konten terkait pinjol ilegal di Facebook dan Instagram. 

Ratusan laman di internet ini menawarkan pinjaman online secara ilegal selama April hingga Juni. 

“Satgas berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo untuk melakukan pemblokiran,” kata Satgas dalam keterangan resmi.

Hal ini bertujuan menekan peluang pelaku penipuan dalam memperdaya masyarakat. Masyarakat diimbau untuk melapor, jika menemukan tawaran investasi atau pinjaman online alias pinjol yang mencurigakan atau diduga ilegal. 

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Mei 2023, Pembiayaan Fintech Sentuh Rp 51,46 Triliun

Berita Fintech Indonesia

Satgas juga mengimbau masyarakat mewaspadai penipuan dengan modus pesan singkat berisi lowongan kerja paruh waktu atau freelance. 

Sebab, pelaku biasanya membujuk korban untuk melakukan aktivitas ‘like’ dan ‘subscribe’ atas suatu konten digital seperti di YouTube. Korban dijanjikan akan menerima pembayaran dengan nominal tertentu. 

“Setelah korban terpancing dengan menerima bayaran atau hasil di awal kegiatan, kemudian korban dibujuk untuk melakukan tugas lain namun diminta menyetorkan deposit sejumlah dana dengan bujukan akan menerima pembayaran/reward yang lebih besar dan mendapatkan kembali depositnya di kemudian waktu,” katanya. 

Setelah terpancing memberikan deposit, penipu kabur dan tidak dapat dihubungi .

Pemberantasan terhadap tawaran kegiatan ilegal sangat membutuhkan dukungan dan peran serta dari masyarakat, yakni sikap kehati-hatian dan kewaspadaan dalam menerima tawaran dari pihak yang tidak bertanggung-jawab.  

Sementara itu, OJK dan Satgas mengharapkan masyarakat selalu memperhatikan dua aspek penting, yaitu: Legal: memastikan bahwa produk/layanan yang ditawarkan tersebut sudah memiliki izin usaha yang tepat dari otoritas/lembaga yang mengawasi Logis: selalu memperhatikan hasil/keuntungan yang ditawarkan, apakah logis atau tidak. 

Beberapa pinjol ilegal yang tercatat dalam daftar Satgas, di antaranya Tunai Cepat, Pinjam Cepat, Tunai Tunai, Uang-Flash, Pinjam Kredit, Kita Patungan, Cashbus, dan CashInd.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Fintech Belum Penuhi Aturan Ekuitas OJK, Pengamat Sarankan Strategi Ini

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU