27.9 C
Jakarta
Sabtu, 27 April, 2024

Mengenal Fintech Aggregator, Inovasi Keuangan Digital Berbasis Teknologi

Fintech Aggregator (FA) biasanya ditemukan saat seseorang mencari produk keuangan, seperti deposito, kredit bank, asuransi, dan lainnya melalui browser mereka. Bagi mereka yang kebingungan untuk menentukan produk/layanan jasa keuangan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan sehingga harus membandingkan produk dan transaksi keuangan dari beberapa lembaga keuangan yang berbeda, fintech aggregator akan sangat membantu.

Fintech aggregator juga membantu mereka yang bingung ketika harus memilih produk tabungan, kartu kredit, deposito, asuransi, hingga produk investasi untuk meraih tujuan keuangan. Dalam hal ini, fintech aggregator bakal menggabungkan informasi dari banyak produk jasa keuangan di satu tempat aplikasi online atau website.

Ketika diarahkan ke sebuah situs yang memungkinkan pembandingan satu produk dan produk lainnya, itu adalah situs milik perusahaan financial technology (fintech) aggregator. Melalui situs tersebut, pengguna akan mendapatkan informasi tentang produk keuangan.

Cara kerjanya adalah dengan menyaring produk secara digital. Adapun layanan FA tersebut serupa dengan supermarket. Artinya, di dalamnya masyarakat dapat membandingkan satu produk dengan produk lainnya, yang dilakukan secara digital lewat internet.

Sebagai contoh, saat pengguna mengetikkan kata “asuransi mobil murah” di mesin pencari, mereka akan memperoleh sejumlah halaman situs yang menawarkan informasi terkait asuransi mobil itu. Untuk diketahui, sebagian situs tadi adalah fintech aggregator yang memungkinkan pengguna memilih asuransi mobil yang sudah diseleksi berdasarkan tarif premi, merek, dan perusahaan asuransinya.

Namun, yang sangat penting untuk digarisbawahi adalah fintech aggregator merupakan perusahaan teknologi, bukan perusahaan asuransi. Meski demikian, perusahaan fintech aggregator tetap mendapatkan pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan. Dalam klasifikasi OJK, perusahaan fintech aggregator merupakan Inovasi Keuangan Digital (IKD).

Regulasi dari OJK mengenai IKD ada dalam Peraturan OJK Nomor 13/2018 tentang IKD di Sektor Jasa Keuangan. OJK juga diketahui menerapkan regulatory sandbox, yakni mekanisme pengujian yang dilakukan dalam rangka menilai keandalan proses bisnis, model bisnis, instrumen keuangan, dan tata kelola penyelenggara.

Terdapat 36 perusahaan fintech aggregator yang beroperasi di Indonesia, berdasarkan data OJK per 31 Desember 2020. Perusahaan fintech aggregator tersebut, di antaranya Cekaja, Cermati, Lifepal, dan BandinAja.

Jumlah perusahaan FA tersebut juga terus bertambah dari waktu ke waktu. Keberadaan fintech aggregator ini sejatinya cukup bermanfaat bagi pengguna. Pasalnya, hal itu dapat menghemat waktu dalam pencarian informasi.

Karena itu, pengguna pun tidak perlu memeriksa satu per satu produk di setiap situs perusahaan penyedia produk. Mereka cukup mencari informasi di situs FA saja. Selain itu, pengguna pun dapat melakukan komparasi tentang berbagai aspek dari produk itu, mulai dari harga hingga pelayanan. Adapun komparasi memang menjadi satu langkah penting dalam pengambilan keputusan transaksi.

Untuk diketahui, di sejumlah situs, pengguna akan diminta untuk registrasi dengan cara mengisi nama dan nomor telepon ketika hendak mencari produk keuangan tertentu. Kemudian, pengguna akan ditelepon oleh pihak telemarketing dari perusahaan FA tersebut, lalu ditawarkan sejumlah produk terkait.

Apa Itu Fintech Aggregator?

Financial technology atau biasa disingkat Fintech, menurut OJK, merupakan inovasi pada industri jasa keuangan yang memanfaatkan penggunaan teknologi. Kehadiran fintech beberapa tahun belakangan ini di tanah air telah membawa harapan baru bagi masyarakat, terutama dalam rangka mengakses produk/jasa keuangan dengan memanfaatkan teknologi informasi, khususnya bagi mereka yang belum mampu mengakses lembaga keuangan formal. 

Dari tahun ke tahun, pengguna Fintech dan perusahaan fintech juga terus mengalami perkembangan. Menurut data Bank Dunia, pengguna Fintech yang awalnya hanya 7 persen di tahun 2007, telah berkembang menjadi 20 persen pada tahun 2011.

Angka itu naik menjadi 36 persen pada tahun 2014 dan pada tahun 2017 sudah menyentuh angka 78 persen atau sebanyak 135-140 perusahaan. Total nilai transaksi FinTech di Indonesia pada tahun 2017 ini diperkirakan mencapai Rp202,77 Triliun.

Berbagai perubahan yang sangat signifikan juga tercipta dengan meluasnya fintech. Di antara perubahan itu terkait gaya hidup, misalnya pinjaman atau kredit. Pasalnya, orang akan cenderung meminjam ke bank secara langsung sebelum adanya atau berkembangnya fintech. Namun, saat ini orang dapat mengandalkan pinjaman modal dari platform online seperti peer-to-peer (P2P) sejak adanya fintech.

 

Penulis: Kontributor
Editor: Anju Mahendra

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU

LANGUAGE