28.2 C
Jakarta
Rabu, 24 April, 2024

Habis PHK Massal Karyawan, LinkAja Menang Banyak untuk Pengguna MyPertamina

JAKARTA, duniafintech.com — Kabar buruk PHK startup juga datang dari PT Karya Fintek Nusantara (LinkAja). Beberapa waktu lalu, LinkAja yang juga merupakan bagian dari Telkomsel ini juga terpaksa melakukan pengurangan karyawan alias PHK. Benarkah, kolaborasi MyPertamina ini untuk menyelamatkan keuangan LinkAja?

MyPertamina sedang melakukan sosialisasi kepada masyarakat Indonesia. Ini merupakan salah satu upaya dari BUMN tersebut untuk meningkatkan literasi keuangan digital. Namun, sayang, program ini banyak mengalami pertentangan.

LinkAja adalah salah satu metode pembayaran yang digunakan dari aplikasi tersebut. Tidak ada perusahaan payment lainnya kecuali beberapa nama Bank BUMN seperti BRI, BNI dan Mandiri.

Jika dilihat dari akuisisi member dan transaksi, jika kita misalkan biaya fee ke LinkAja Rp1.000 saja per top up saldo, maka begitu besarnya potensi LinkAja untuk ‘menambal’ masalah keuangannya. Bayangkan ada berapa juta orang yang top up per hari. Jika misalnya ada satu juta orang yang top up Rp50.000 tiap hari, maka LinkAja akan terima biaya fee sekitar Rp50 miliar.

Baca juga: Aplikasi MyPertamina Bakal Jadi Syarat Beli BBM Bersubsidi, Bikin Ribet? 

Pengamat Ekonomi Digital dari Institute for Development of Economics and Finance Nailul Huda menduga dengan adanya uji coba penggunaan pembayaran melalui platform LinkAja melalui aplikasi MyPertamina dapat meningkatkan pendapatan perusahaan dari biaya administrasi dan nilai valuasi bisnis yang meningkat dikarenakan jumlah penggunanya semakin banyak.

Dia menjelaskan sebab dalam aplikasi MyPertamina hanya menggunakan platform digital LinkAja saja, sehingga masyarakat dipaksa untuk menggunakan LinkAja. Tentunya hal tersebut membawa angin segar bagi LinkAja untuk membenahi perusahaan yang baru saja melakukan PHK massal terhadap karyawannya.

“Iya, saya juga menduga bisa meningkatkan pendapatan perusahaan dari biaya administrasi dan nilai valuasi bisnis yang meningkat gegara jumlah penggunanya semakin banyak. Hal tersebut bisa memberikan angin segar bagi perusahaan,” kata Huda kepada duniafintech.com. Jakarta, Kamis (7/7).

Baca juga: Wajib Pakai Aplikasi MyPertamina untuk Beli BBM, Netizen: Negara Ini Makin Ribet!

Bukan Hanya Arus Cashflow

Namun, banyak pendapat yang mengatakan bahwa masalah startup yang melakukan PHK bukan hanya karena cashflow. Tapi, karena terlalu sering bakar duit. Artinya, secara garis besar bahwa hal tersebut terjadi karena penggunaan anggaran yang tidak efisien.

Huda menilai ekosistem digital LinkAja juga mempengaruhi permasalahan perusahaan yang sudah terjadi. Dia menjelaskan ekosistem digital adanya integrasi dalam platform digital seperti GoPay memiliki Gojek dan OVO memiliki Grab. Sedangkan, LinkAja tidak memiliki ekosistem tersebut seperti platform lainnya.

Menurutnya ekosistem LinkAja hanya tergantung terhadap pelayanan yang dimiliki oleh perusahaan BUMN. Sehingga penggunaan LinkAja saat ini sifatnya karena pemaksaan untuk transaksi BBM Subsidi.

“Nah LinkAja ada ekosistem digitalnya kah? Kan saya rasa tergantung sama layanan BUMN,” kata Huda.

Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Pengaduan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsih menilai penggunaan LinkAja dalam aplikasi MyPertamina sebenarnya hanya memudahkan bagi pemerintah agar pemberian BBM Subsidi lebih tepat sasaran. Namun, apabila nantinya system pembayaran LinkAja sudah mampu mengakomodir kebutuhan pemerintah dan masyarakat, Pertamina tidak membuka ruang bagi pelaku usaha platform digital lainnya tentunya indikasi monopoli benar terjadi di lapangan.

“Kalau sudah setle, lalu tidak dibuka platform digital lainnya. Nah itu baru monopoli. In ikan masih tergolong pilot project,” kata Sularsih kepada duniafintech.com.

Dia menilai pemerintah juga harus jeli dalam penggunaan aplikasi berbayar BBM subsidi dengan menggunakan smartphone karena rata-rata masyarakat yang menggunakan smartphone dapat dikategorikan mampu. Dia mencontohkan konsumen memiliki kendaraan yang memang layak menerima BBM subsidi, namun saat bertransaksi ternyata memiliki smartphone yang nilainya diatas Rp6 juta.

“Nah si pemilik kendaraan memiliki smartphone diatas Rp6 juta. Masa dia masuk pengguna BBM subsidi ga? Pasti orang itu memiliki pendapatan lebih. Artinya ada korelasi rasional,” kata Sularsih.

Baca juga: Berlaku 1 Juli, Beli Pertalite di 11 Daerah Ini Wajib Daftar MyPertamina 

Baca terus berita fintech Indonesia dan berita kripto terkini hanya di duniafintech.com

 

Laporan: Gemal A.N Panggabean – Heronimus Ronito

Editor: Rahmat Fitranto

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU

LANGUAGE