26.3 C
Jakarta
Selasa, 24 Desember, 2024

Harga Bitcoin Bakal Terancam Akibat Kenaikan Suku Bunga The Fed

JAKARTA, duniafintech.com – Keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve atau The Fed untuk menaikkan suku bunga yang lebih cepat dari perkiraan akibat lonjakan inflasi, diperkirakan akan mengancam harga aset kripto seperti Bitcoin (BTC) pada tahun 2022.

Trader Tokocrypto Afid Sugiono mengungkapkan, jatuhnya harga Bitcoin mulai terlihat sejak 6 Januari 2021. Saat itu, harga Bitcoin anjlok dalam pergerakan harga 24 jam terakhir. Dalam perdagangan tersebut, Bitcoin sempat turun ke level US$ 43.218/koin.

“Penurunan Bitcoin dikarenakan The Fed yang menaikkan suku bunga,” ujar Afid melalui keterangannya, Senin (10/1).

Menurutnya, pada tahun 2022, pergerakan harga Bitcoin masih akan mengalami koreksi berdasarkan dari teknikal analisisnya yang menunjukkan pola bendera (flag pattern).

Jika dilihat dari indikator atau tools untuk membaca pergerakan harga Exponential Moving Average (EMA) 50, ada indikasi jika Bitcoin akan mengalami penurunan di area support 40 hingga 42.

Lebih lanjut, Afid menilai meski harganya saat ini sedang turun, Bitcoin masih menjadi aset kripto yang paling populer dan memiliki market capitalization terbesar. Mata uang kripto ini lebih diterima secara luas daripada koin digital lainnya, terutama karena sudah hadir lebih lama.

“Bitcoin saat ini cenderung memiliki sentimen positif. Koreksi ini masih dapat dikatakan hal yang normal terjadi, jika dilihat dari cycle empat tahunan dari Januari 2017, Bitcoin mengalami penurunan 54% kemudian 2021 mengalami penurunan 25%,” katanya.

Sebagai informasi, harga Bitcoin kembali naik tipis pada perdagangan Senin 10 Januari 2022. Mata uang kripto tersebut dihargai sebesar US$ 41.985/koin.

Data Coinmarketcap, Senin 10 Januari 2022 pagi menunjukkan, harga Bitcoin hari ini naik 0,087% per koin dalam 24 jam terakhir. Harga BTC saat ini setara Rp603,9 juta (kurs Rp14.300 per US$).

Pasar Kripto Lebih Bergairah Datangkan Cuan

Sementara itu, Perencana Keuangan Senior Aidil Akbar Madjid mengatakan, aset kripto masih potensial mendatangkan cuan yang lebih besar bagi investor dibandingkan dengan saham.

Selain itu, kripto menurutnya secara pasar juga jauh lebih bergairah dan potensial, dibandingkan dengan saham. Namun, risikonya juga jauh lebih besar.

Dia menjelaskan, jika berinvestasi di saham, orang membeli kepemilikan di perusahaan lewat saham-saham yang dilepas ke publik dan kinerjanya dapat dipantau dan diawasi melalui laporan keuangan perusahaan.

Sedangkan, di kripto yang dilihat adalah projek dari masing-masing koin dan buku putih atau white paper pengembangan koin tersebut di dalam ekosistem digital. Apalagi berbagai perusahaan tengah mendorong lahirnya dunia virtual seperti Metaverse dan produk-produk Non Fungible Token (NFT).

“Jadi kalau bicara potensi ya besar, tapi disaat bersamaan risikonya sama besarnya dengan potensinya. Cuma ini gain momentum buat kripto karena milenial mulai masuk, mereka punya profil risiko yang lebih agresif,” ucapnya.

 

 

Penulis: Nanda Aria

Editor: Anju Mahendra

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU