29.8 C
Jakarta
Kamis, 17 Juli, 2025

Harga Bitcoin Bertahan di USD118,000 : Stabilitas Pasar atau Badai yang Tertunda?

Harga Bitcoin bertahan di kisaran USD 118.000-an sepanjang pertengahan 2025, meskipun kondisi ekonomi global belum sepenuhnya pulih dari ketidakpastian geopolitik, suku bunga tinggi, dan tekanan inflasi. Fenomena ini memunculkan berbagai analisis dari para pakar pasar kripto dan investor institusi: apakah stabilitas ini menjadi sinyal penguatan jangka panjang, atau justru ketenangan sebelum badai?

Kinerja Bitcoin yang Konsisten

Sejak awal tahun, harga Bitcoin bertahan dalam rentang sempit setelah mencapai puncaknya di angka USD 120.000 pada kuartal pertama 2025. Saat banyak altcoin mengalami fluktuasi tajam, Bitcoin justru menunjukkan kecenderungan konsolidasi harga yang stabil.

Menurut Michael Saylor, pendiri MicroStrategy dan investor Bitcoin terkemuka, “Ketika harga Bitcoin bertahan di level psikologis seperti USD 100.000, itu menandakan bahwa pasar telah mulai melihat BTC bukan hanya sebagai aset spekulatif, tapi juga sebagai penyimpan nilai digital.”

Sentimen ini juga didukung oleh arus masuk dana institusional yang terus meningkat ke produk ETF Bitcoin spot. Stabilitas harga ini turut diperkuat oleh kelangkaan pasokan pasca halving yang terjadi pada April 2024, yang secara historis memang kerap mendorong tren akumulasi.

Dampak Regulasi dan Ketegangan Global

Meskipun harga Bitcoin bertahan dalam tren positif, kondisi makroekonomi dan kebijakan regulator tetap menjadi perhatian utama pelaku pasar. Beberapa negara di Asia, seperti Korea Selatan dan Indonesia, mulai memperketat pengawasan terhadap aktivitas perdagangan kripto untuk melindungi investor ritel. Namun, regulasi ini tidak serta-merta menjatuhkan harga Bitcoin.

Linda Yellen, analis pasar dari JP Morgan, menjelaskan, “Regulasi yang jelas justru memberi kepercayaan kepada institusi besar untuk masuk ke pasar. Jika harga Bitcoin bertahan di tengah regulasi ketat, artinya fondasi pasar sudah jauh lebih kokoh dibandingkan masa lalu.”

Selain itu, ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan ketidakpastian di kawasan Eropa Timur menyebabkan banyak investor mencari lindung nilai di aset digital seperti Bitcoin. Dalam konteks ini, harga Bitcoin bertahan bukan hanya karena faktor teknikal, tapi juga karena meningkatnya permintaan terhadap aset yang dianggap netral secara politik dan geografis.

Reaksi Pasar Ritel

Bagi investor ritel, fakta bahwa harga Bitcoin bertahan cukup lama di level atas menghadirkan dilema: apakah ini saat yang tepat untuk masuk, atau harus menunggu koreksi? Banyak analis memperkirakan bahwa Bitcoin tengah berada dalam fase “smart money,” di mana pemain besar mulai mengakumulasi aset sebelum lonjakan berikutnya.

Oscar Darmawan, CEO Indodax, menyatakan, “Kami melihat peningkatan volume transaksi dari kalangan milenial dan Gen Z. Mereka menyadari bahwa harga Bitcoin bertahan bukan sekadar kebetulan, melainkan refleksi dari peningkatan fundamental jaringan dan adopsi institusi.”

Ketika banyak investor mulai memahami dinamika supply dan demand Bitcoin, mereka pun mulai melihat aset ini dengan kacamata jangka panjang. Hal ini turut memperkuat level harga karena minimnya tekanan jual dari panic selling seperti yang sering terjadi di masa lalu.

Faktor On-Chain dan Teknologi

Selain faktor eksternal, data on-chain juga menunjukkan bahwa sebagian besar pemegang Bitcoin (HODLers) memilih untuk tidak menjual aset mereka meskipun telah mengalami kenaikan harga signifikan. Menurut data dari Glassnode, sekitar 70% BTC tidak berpindah tangan selama lebih dari 6 bulan. Ini menunjukkan keyakinan jangka panjang terhadap nilai Bitcoin.

Peningkatan teknologi juga turut memainkan peran penting. Implementasi protokol layer 2 seperti Lightning Network mempercepat adopsi Bitcoin sebagai alat transaksi mikro, bukan hanya aset investasi. Dengan utilitas yang semakin meningkat, alasan mengapa harga Bitcoin bertahan pun menjadi semakin jelas.

Apakah Ini Awal Bull Market Baru?

Beberapa pihak meyakini bahwa harga Bitcoin bertahan pada kisaran tinggi merupakan awal dari fase bull market baru. Mereka melihat pola serupa terjadi setelah halving sebelumnya pada 2020, di mana BTC sempat stagnan beberapa bulan sebelum melonjak ke level tertinggi baru.

Namun, tidak sedikit pula yang berhati-hati. Mereka melihat bahwa pasar masih bisa mengalami koreksi, terutama jika data ekonomi AS mulai memburuk atau jika The Fed menaikkan suku bunga lagi.

Cathie Wood, CEO ARK Invest, mengatakan dalam wawancara dengan Bloomberg, “Kami percaya bahwa harga Bitcoin bertahan di tengah tekanan makro adalah sinyal bahwa investor mulai memahami nilai intrinsik BTC. Namun pasar kripto tetap volatil, dan investor harus bijak dalam menyusun strategi masuk.”

Kesimpulan: Stabil Tapi Tetap Waspada

Fenomena harga Bitcoin bertahan dalam jangka waktu cukup panjang merupakan tanda bahwa pasar kripto telah beranjak dewasa. Dengan semakin banyaknya institusi yang masuk, regulasi yang mulai jelas, serta adopsi teknologi yang meningkat, Bitcoin kini berada di fase transisi dari spekulasi menuju legitimasi.

Namun, seperti yang diingatkan oleh banyak analis, stabilitas saat ini belum tentu menjamin keamanan investasi dalam jangka pendek. Volatilitas tetap menjadi bagian dari DNA Bitcoin, dan investor sebaiknya tidak hanya melihat harga hari ini, tapi juga memperhatikan faktor makro, teknikal, serta sentimen global.

Harga Bitcoin bertahan memang memberikan optimisme, namun kewaspadaan tetap harus dijaga. Mengingat sejarah panjang pergerakan Bitcoin yang kerap penuh kejutan, strategi terbaik adalah diversifikasi, riset mendalam, dan pengelolaan risiko yang bijak.

Jika tren saat ini terus berlangsung, dan harga Bitcoin bertahan hingga akhir tahun 2025 di atas USD 100.000, maka kemungkinan besar pasar sedang membentuk fondasi kuat untuk bull run berikutnya. Namun hanya waktu yang bisa menjawab, apakah ini awal dari lonjakan besar, atau hanya fase konsolidasi jangka panjang.


Apakah Anda ingin artikel ini juga dikemas menjadi format posting blog dengan infografis atau ringkasan untuk media sosial seperti Instagram atau LinkedIn?

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU