30 C
Jakarta
Kamis, 28 Maret, 2024

Ini Kata Bos BI Terkait Penyebab Bangkrutnya Silicon Valley Bank

JAKARTA, duniafintech.com – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan empat perbankan di beberapa negara seperti Silicon Valley Bank (SVB), Signature Bank, Silvergate Bank dan Credit Suisse mengalami kebangkrutan karena memiliki model bisnis yang sangat rentan. 

Bos BI ini menjelaskan keempat bank tersebut, termasuk Silicon Valley Bank memiliki pendanaan yang terkonsentrasi pada deposan atau pemilik dana yang besar dan bukan dana murah. Kemudian, deposan tersebut berada dalam klaster yang terkait dengan startup dan teknologi finansial. Kemudian, dari sisi dana yang dikumpulkan ditempatkan di surat berharga pemerintah. 

Baca juga: Silicon Valley Bank Bangkrut, Ini Dampaknya untuk Indonesia

Dia menambahkan saat suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat mengalami kenaikan maka akan terjadi loss dalam securities valuation. Hal itulah yang menyebabkan surat berharga menjadi turun dan valuasinya negatif dan membuat permodalan bank terganggu. 

“Memang resikonya terlihat rendah tapi yang jadi isu adalah resiko pada valuasinya. Deposannya ini terkonsentrasi dengan cepat ingin tarik dananya karena terjadi bank run,” kata Perry. 

Dia menilai kondisi keempat perbankan tersebut, sangat jauh berbeda dengan kondisi perbankan di Indonesia. Kondisi deposan besar hanya berada di kisaran 10 persen sampai 15 persen sehingga dana yang ada terdiversifikasi dan memperkuat ketahanan di bank. 

“Bank-bank Indonesia juga tidak memiliki obligasi valas US Treasury,” kata Perry. 

Oleh sebab itu, Perry menilai bangkrutnya keempat bank terbesar di dunia tersebut tidak akan berdampak langsung terhadap pasar keuangan Indonesia. Sebab, Bank Indonesia juga telah melakukan serangkaian stress test untuk menguji seberapa kuat ketahanan perbankan Indonesia. 

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Silicon Valley Bank Ambruk, Begini Tanggapan IFSoc Terkait Fintech

Di satu sisi, saat ini rasio kecukupan modal perbankan mencapai 25,88 persen di bulan Januari 2023. Lalu untuk angka Non Performing Loan (NPL) mencapai 2,59 persen secara gross dan 0,76 persen secara netto. 

“Jadi diperkirakan kinerjanya tidak berdampak langsung dengan penutupan tiga bank tersebut,” kata Perry. 

Kendati demikian, Perry mengaku Bank Indonesia akan melakukan pengetatan kebijakan moneter, sebab penutupan tiga bank di Amerika Serikat meningkatkan ketidakpastian pasar keuangan global yang kemudian menahan aliran modal ke negara berkembang dan meningkatkan tekanan nilai tukar di berbagai negara. 

“Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah guna memitigasi ketidakpastian pasar keuangan global termasuk dampak rambatan penutupan bank di Amerika Serikat terhadap pasar keuangan domestik dan nilai tukar Rupiah,” kata Perry. 

Baca juga: Jokowi: Bangkrut Silicon Valley Bank Bentuk Kegentingan Ekonomi Global

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU

LANGUAGE