27 C
Jakarta
Kamis, 25 April, 2024

Masalah Klasik Perbedaan Data Stok Beras Yang Tak Kunjung Usai

JAKARTA, duniafintech.com – Permasalahan perbedaan data stok beras merupakan hal yang sulit sekali terselesaikan antara data Bulog, BPS, Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan. 

Akibat perbedaan data tersebut, dampak yang dirasakannya adalah pemerintah mengeluarkan kebijakan impor beras. Jika mengacu terhadap data Kementerian Pertanian, stok beras bisa mencukupi hingga akhir tahun. Tetapi jika mengacu data Bulog, stok beras tidak mencukupi hingga akhir tahun. 

Lantas data mana yang harus dipercaya oleh masyarakat mengenai stok beras ? 

Baca juga: Indonesia Krisis Beras dan Pemerintah Harus Impor?

BPS dan Badan Pangan Nasional Buka Suara Perbedaan Data Stok Beras

Kepala BPS Margo Yuwono mengungkapkan untuk stok beras domestik setidaknya harus dibenahi. Sebab saat panen raya, Bulog harus melakukan penyerapan sebagai cadangan beras pemerintah. Langkah tersebut dilakukan agar saat gagal panen, stok tersebut bisa dimanfaatkan untuk didistribusikan ke masyarakat. 

Lalu, dia menambahkan saat pihaknya melakukan survey khusus untuk mengetahui stok beras domestik pada bulan Juni lalu. BPS mendapatkan sebanyak 60 persen sampai 63 persen stok beras ada di masyarakat. Menurutnya hal itu merupakan tantangan yang yang harus diselesaikan oleh Badan Pangan Nasional. 

“Ini barangkali persoalan kita. Jadi memang relatif sulit,” kata Margo. 

Sementara itu, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengungkapkan seharusnya terkait data pangan, Indonesia hanya mengacu terhadap data yang dikeluarkan oleh BPS. Artinya, jika hanya mengacu data dari BPS, tidak ada perbedaan atau selisih data baik dari Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan Bapanas. 

“Jadi tidak ada selisih. Itu yang perlu saya luruskan,” kata Arief.

Dia mengungkapkan hingga saat ini data sementara stok cadangan beras di Bulog tersisa 514 ribu ton dan perlu ditambah hingga 1,2 juta ton hingga sampai akhir tahun. Menurutnya cadangan beras sangatlah penting, sebagai bentuk antisipasi adanya bencana yang melanda di Indonesia seperti gempa di Cianjur. 

“Jadi negara tidak boleh tidak punya stok,” kata Arief. 

Cadangan Beras Pemerintah Menipis

Perum Bulog mengungkapkan saat ini Cadangan Beras Pemerintah di gudang sebanyak 594.856 ton. Mau tidak mau pemerintah harus melakukan impor untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. 

Menurut Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, pemerintah harus melakukan impor sebagai opsi terakhir. Selain itu, impor juga harus dilakukan untuk stabilisasi harga. 

Baca juga: Mendag Zulkilfi Tegaskan Stock Beras Aman dan Terkendali

Dia mengaku sudah melakukan komunikasi dengan beberapa negara terkait impor beras. Hal ini perlu dilakukan dengan cepat karena menyangkut transportasi dan harga, sebab hal ini menjadi ketentuan baru di berbagai negara mengenai ekspor beras. 

“Ini kan kerawanan juga, kalau ternyata di dalam negeri tidak terpenuhi untuk stok, terus dari mana kalau semua negara terlambat impor,” kata Budi Waseso atau yang sering disapa Buwas.

Kementerian Perdagangan Pertanyakan Data Beras dari Kementerian Pertanian

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengaku kebingungan soal impor beras, ditengah kondisi berdasarkan data dari Kementerian Pertanian bahwa Indonesia mengalami surplus beras.

Zulkifli mengungkapkan bahwa dirinya tidak menyetujui adanya kebijakan impor beras yang dilakukan oleh pemerintah karena berdasarkan data dari Kementerian Pertanian yang mengacu terhadap data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengalami surplus 7 juta ton beras.

Namun, dia mendapatkan laporan dari Bulog bahwa cadangan beras pemerintah (CBP) hanya tersisa 500 ribu ton. 

“Dalam hati saya tidak percaya. Dalam ratas pertama saya tidak setuju,” kata Zulkifli. 

Dia menjelaskan ketidakpercayaan tersebut berdasarkan produktivitas pertanian. Sebab, surplus beras berdasarkan produksi yang ditunjang oleh pupuk yang lengkap, terdapat obat-obatan yang cukup dan irigasinya yang bagus.

Sedangkan kondisi saat ini, kondisi pupuk mengalami kekurangan, irigasi tidak sebagus semasa pemerintahan Presiden Soeharto. Kemudian dari segi obat-obatan harganya juga tidak terkendali. 

“Kata Mentan surplus 7 juta saya percaya saja. Tapi, hati saya berkata lain, surplus darimana wong pertanian itu soal produktivitas,” kata Zulkifli. 

Baca juga: Fleksibilitas Harga Pangan Dicabut, Cara Cegah Harga Beras Naik

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU

LANGUAGE