JAKARTA — Saat Bitcoin mencapai puncak tertingginya sekali lagi, melewati Rp1,8 miliar, ada harapan soal pajak kripto di Indonesia.
Pemerintah telah mengumumkan bahwa selama ini pendapatan negara berupa pajak mencapai Rp1,2 triliun. Namun, saat Bitcoin mencapai puncak tertingginya sekali lagi, melewati Rp1,8 miliar, ada harapan soal pajak kripto di Indonesia.
Bitcoin melewati Rp1,8 miliar atau melewati USD111,000 bertepatan dengan peringatan Bitcoin Pizza Day, 22 Mei. Dalam diskusi yang diselanggarakan oleh Indodax di Jakarta, Chairman Indodax, seorang pelopor Bitcoin di Indonesia, kembali mengharapkan regulasi terbaik untuk pajak kripto di Indonesia.
Saat ini pajak kripto di Indonesia menerapkan pajak final terhadap transaksi aset kripto di exchange berizin, yaitu PPh Final sebesar 0,1 persen dan PPN sebesar 0,11 persen. Sehingga total transaksi perdagangan aset kripto menjadi 0,2 persen.
PPN 0,11 persen berlaku untuk perdagangan aset kripto melalui Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) resmi dan menjadi 0,22 persen jika dilakukan di luar PFAK. Sementara tarif PPh sebesar 0,1 persen atas penghasilan transaksi kripto dipotong secara otomatis pada platform perdagangan yang terdaftar resmi.
Pajak Kripto di Indonesia : Kripto Masih Dianggap Komoditas
Oscar Darmawan menjelaskan bahwa pungutan pajak kripto di Indonesia masih mendefinisikan kripto adalah sebuah komoditas. Maka, kripto dikenakan PPN. Namun, menurut Oscar, ini akan lebih tepat jika kripto didefenisikan sebagai aset keuangan yang tidak dikenakan PPN.
“Jika, (penghapusan PPN) ini menjadi suatu yang positif. Karena mengakui kripto sebagai sebuah aset keuangan seperti perdagangan saham. Harapannya, ke depannya pemerintah mengevaluasi supaya besaran PPh-nya cukup 0,1 persen seperti sebagaimana transaksi perdagangan saham saja,” kata Oscar.
Menurut Oscar jika pajak kripto di Indonesia dengan penghapusan tarif PPN membuat pajak pada transaksi perdagangan kripto terkena tarif progresif.
Dengan begitu, pajak kripto di Indonesia akan menjadi lebih rendah dan bisa mencegah orang untuk bertransaksi di platform trading Bitcoin luar negeri. Karena jika pemerintah mengenakan tarif yang tinggi, maka orang lebih memilih trading di platform luar negeri, yang mana tidak memberikan kontribusi pajak sama sekali dan juga memiliki risiko trading yang besar.
“Jadi, mereka bisa langsung membelanjakan kripto yang mereka miliki dan secara devisa juga masuk ke Indonesia,” papar dia.