25.6 C
Jakarta
Jumat, 26 April, 2024

Perdagangan Digital Indonesia Diramal Capai Rp1.908 Triliun Pada 2030

Momentum pertumbuhan ekonomi digital diperkirakan akan terus berlangsung hinga 2030 mendatang, bahkan perdagangan elektronik melalui e-commerce diprediksi menyumbang 33%, atau Rp1.908 triliun, bagi peta ekonomi digital Indonesia.

Hal ini disampaikan oleh Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. Menurutnya pandemi Covid-19 telah mengakselerasi transformasi digital di dalam negeri.

Lebih lagi, Indonesia saat ini memiliki potensi perdagangan digital yang besar dengan lebih dari 197 juta penduduknya memiliki akses internet. Angka tersebut diperkirakan akan tumbuh menjadi lebih dari 250 juta orang pada 2050.

“E-commerce diperkirakan masih akan menguasai peta ekonomi digital Indonesia pada 2030 dengan kontribusi mencapai Rp1.908 triliun atau sekitar 33%,” katanya seperti dikutip Duniafintech.com, Jumat (15/10).

Ekonomi Digital Indonesia Tertinggi di ASEAN

Lutfi pun mengatakan, jika diukur dari gross merchandise value (GMV), potensi ekonomi digital Indonesia jauh melebihi negara-negara lain di kawasan ASEAN. Pada 2020 lalu, ekonomi digital Indonesia baru berkontribusi sebesar 4% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Pada 2030 mendatang, ekonomi digital Indonesia diyakini akan tumbuh setidaknya delapan kali lipat dan menjadi berkontribusi 18% terhadap PDB.

Dia menjelaskan, kontribusi besar ekonomi digital tersebut tidak hanya berasal dari e-commerce, tapi juga akan bersumber dari business to business, termasuk rantai nilai dan logistik, yang sebesar Rp763 triliun atau 13%.

“Lalu, online travel sebesar Rp575 triliun atau 10% dan corporate services sebesar Rp529 triliun atau 9%,” ujarnya.

Cetak Biru Transformasi Digital

Adapun, untuk mewujudkan transformasi dan akselerasi perdagangan digital Indonesia, Mendag Lutfi menyampaikan bahwa pemerintah sedang mempersiapkan cetak biru yang berfokus pada tiga hal.

Pertama, meningkatkan jumlah talenta digital baik di instansi pemerintah, pelaku usaha, dan kalangan akademisi. Kedua, mengakselerasi investasi infrastruktur hingga pelosok Nusantara agar tidak ada kesenjangan digital.

Ketiga, memastikan regulasi dan kebijakan terkait ekonomi digital Indonesia bersifat adaptif, proaktif, dan kolaboratif, selain itu harus memfasilitasi inovasi dan memastikan adanya lingkungan bisnis yang adil dan inklusif.

Sementara itu, Wakil Kepala Badan Pengembangan Ekosistem Ekonomi Digital Kadin Pandu Adi Laras menambahkan, Indonesia bukan hanya negara dengan pertumbuhan ekonomi digital terdepan di ASEAN, tetapi juga negara dengan nilai ekonomi digital terbesar di ASEAN.

Dia mengatakan, Indonesia merupakan negara dengan perusahaan rintisan atau startup terbanyak di ASEAN dengan jumlah perusahaan lebih dari 2.200 entitas. Hal ini juga didorong oleh laju penetrasi internet yang terus berkembang di tengah masyarakat.

“Laju penetrasi internet di Indonesia telah mendorong pertumbuhan ekonomi digital dan memicu lahirnya wirausahawan di bidang teknologi dan rintisan,” kata Pandu.

Pengembangan Ekonomi Digital Picu Pemerataan Kekayaan

Sedangkan, menurut anggota Komite Perdagangan Komoditi Digital Kadin dan Founder TaniHub Pamitra Wineka, pengembangan ekonomi digital di Indonesia memberikan banyak multiplier effect seperti pembukaan lapangan kerja baru dan pemerataan kekayaan.

“Seiring dengan pertumbuhan pesat di area infrastruktur, pemerataan kekayaan diprediksi akan terus terjadi dalam lima sampai sepuluh tahun ke depan,” ujar Pamitra.

Di sisi lain, President Commisioner A.T. Kearney Alessandro Gazzini menuturkan, saat ini terdapat beberapa hambatan dalam pengembangan ekonomi digital di Indonesia.

Tingkat literasi teknologi yang masih rendah menjadi salah satu hambatan utama selain persepsi masyarakat bahwa belanja secara daring lebih mahal karena ongkos kirim serta masalah ketersediaan produk.

Dia menjelaskan, Berdasarkan survei oleh A.T. Kearney mengungkapkan sebanyak 53% masih menganggap tingkat kemudahan penggunaan merupakan hambatan yang paling sering dialami oleh para pelaku usaha dalam mengadopsi teknologi ke dalam usahanya.

“Diikuti hambatan harga dan promosi sebesar 44% dan ketersediaan produk sebesar 41%,” jelas Alessandro.

 

Penulis: Nanda Aria

Editor: Anju Mahendra

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU

LANGUAGE