28.2 C
Jakarta
Jumat, 26 April, 2024

Sah! Jokowi Naikkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji, Ini Perubahannya

JAKARTA, duniafintech.com – Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengubah ketentuan soal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji alias BPIH Tahun 1443 Hijriah/2022 Masehi. 

Salah satu yang berubah adalah BPIH yang bersumber dari nilai manfaat dan dana efisiensi untuk jemaah haji reguler.

“Sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan pemerintah Kerajaan Arab Saudi terkait dengan paket biaya pelayanan masyair,” demikian bunyi poin pertimbangan dalam Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 8 Tahun 2022 yang diteken Jokowi pada 2 Juni 2022.

Melansir Tempo.co, masyair adalah layanan saat puncak ibadah haji atau wukuf di Arafah. Tahun ini, pemerintah Arab Saudi menetapkan sistem paket layanan masyair senilai 5.656,87 riyal (SAR) atau sekitar Rp21 juta per jemaah.

Baca juga: Insya Allah Berkah, Segini Biaya Haji Plus hingga Daftar Travel ONH Plus Terbaik

Padahal, awalnya Kementerian Agama mematok biaya layanan masyair hanya sebesar 1.531,02 SAR atau setara Rp 5,8 juta per anggota jemaah. 

Layanan masyair ini berupa layanan perjalanan dan akomodasi selama di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) menjelang dan sesudah wukuf.

Sebelumnya, Jokowi menetapkan BPIH yang bersumber dari nilai manfaat dan dana efisiensi sebesar Rp4,2 triliun. Besaran ini tertuang di Kepres Nomor 5 Tahun 2022, yang baru diteken Jokowi pada 29 April lalu.

Lalu dalam Diktum Kesepuluh pada Kepres Nomor 8, Jokowi mengubah besaran ini menjadi Rp5,3 triliun. Kepres ini langsung berlaku saat ditetapkan, yaitu 2 Juni 2022 kemarin.

Sumber BPIH

Sebagai informasi, UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menyebutkan bahwa BPIH adalah sejumlah dana yang digunakan untuk operasional penyelanggaraan ibadah haji. BPIH ini berasal dari lima sumber. 

1. Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih), yaitu adalah sejumlah uang yang harus dibayar oleh warga negara yang akan menunaikan ibadah haji.

2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

3. Nilai manfaat, yaitu dana yang diperoleh dari hasil pengembangan keuangan haji yang dilakukan melalui penempatan dan/atau investasi.

4. Dana Efisiensi, yaitu dana yang diperoleh dari hasil efisiensi biaya operasional penyelenggaraan ibadah haji.

5. Sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sementara itu, Kepres 8 yang baru saja diterbitkan Jokowi sama sekali tidak mengubah besaran Bipih yang bersumber dari Jemaah Haji, yang ditetapkan di Diktum Kelima Kepres.

Baca juga: Sesuai Standar Kemenag, Inilah Daftar Biaya Umroh 2022 Terbaru

Sehingga, biaya dari jemaah haji di setiap embarkasi tak berubah sama sekali.

Sebaliknya, perubahan dilakukan pada Diktum Keenam, yaitu soal besaran Bipih yang bersumber dari petugas haji daerah atau PHD dan Pembimbing KBIHU. PHD adalah petugas yang bertugas membantu petugas kloter dan biaya operasionalnya dari APBD.

Sementara, KBIHU adalah kelompok yang menyelenggarakan bimbingan ibadah haji dan ibadah umrah yang telah mendapatkan izin dari Menteri. Ini adalah biro penyelenggara haji di luar pemerintah, yang biasa dikenal masyarakat.

Sebagai contoh, Bipih yang bersumber dari PDH dan Pembimbing KBIHU di embarkasi Aceh naik. Dari semula Rp77,5 juta menjadi93,6 juta. Bipih di embarkasi Jakarta (Pondok Gede) naik dari Rp81,7 juta menjadi Rp97,9 juta.

Baca juga: Saat Tiba di Bandara Arab Saudi, Jamaah Haji Indonesia Harus Setor Bukti Vaksin-PCR

 

 

Penulis: Kontributor/Panji

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU

LANGUAGE