JAKARTA, duniafintech.com – Saham PT Garuda Indonesia (GIAA) berpotensi “dibuang” dari pasar modal oleh PT Bursa Efek Indonesia Tbk (BEI). Hal itu setelah adanya peringatan dari BEI mengenai potensi delisting atau penghapusan saham dari papan perdagangan terhadap Garuda Indonesia pada 20 Desember 2021.
Adapun pertimbangannya adalah lantaran saham perusahaan sudah dihentikan sementara perdagangannya (suspensi) dan ada kondisi yang berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan.
Untuk diketahui, potensi delisting ini merujuk pada Pengumuman Bursa No. Peng-SPT-00011/BEI.PP2/06-2021 tanggal 18 Juni 2021 perihal Penghentian Sementara Perdagangan Efek PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA).
Kemudian, Peraturan Bursa Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa, Bursa bisa menghapus saham Perusahaan Tercatat apabila:
- Ketentuan III.3.1.1, Mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status Perusahaan Tercatat sebagai Perusahaan Terbuka, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
- Ketentuan III.3.1.2, Saham Perusahaan Tercatat yang akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, hanya diperdagangkan di Pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.
“Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (Perseroan) telah disuspensi selama 6 bulan dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada 18 Juni 2023,” demikian pengumuman BEI yang dikutip pada Selasa (21/12).
Susunan Dewan Komisaris dan Direksi Garuda Indonesia berdasarkan Hasil Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 13 Agustus 2021 adalah:
- Komisaris Utama/Independen: Timur Sukirno
- Komisaris: Chairal Tanjung
- Komisaris Independen: Abdul Rachman
- Direktur Utama: Irfan Setiaputra
- Direktur: Tumpal Manumpak Hutapea
- Direktur: Rahmat Hanafi
- Direktur: Ade R. Susardi
- Direktur: Prasetio
- Direktur: Aryaperwira Adileksana
Berdasarkan sisi pemegang saham terbesar saat ini, diketahui masih dipegang oleh pemerintah dengan kepemilikan 60,54%, PT Trans Airways sebesar 28,27%, dan publik 11,19%.
“Bursa meminta kepada publik untuk memperhatikan dan mencermati segala bentuk informasi yang disampaikan oleh Perseroan.”
Di sisi lain, susunan Pemegang Saham berdasarkan Laporan Bulanan Registrasi Pemegang Efek Perseroan per 30 November 2021, antara lain:
- Milik Negara Republik Indonesia : 15.670.777.621 atau 60,54%
- PT Trans Airways : 7.316.798.262 atau 28,27%
- Masyarakat/publik : 2.899.000.371 atau 11,19%
“Bagi pihak yang berkepentingan terhadap Perseroan (Garuda Indonesia), dapat menghubungi Sekretaris Perusahaan Ibu Mitra Piranti dengan nomor telepon 021-25601010,” demikian bunyi pengumuman bursa.
Saat ini, Garuda Indonesia diketahui sedang dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Adapun total utang yang ditanggung Garuda saat ini mencapai US$9,8 miliar atau sekitar Rp140,14 triliun (dengan asumsi kurs Rp14.300/US$) dengan total kreditor lebih dari 800 pihak.
Di sisi lain, proses PKPU ini dianggap bakal lebih memudahkan perusahaan untuk bernegosiasi dengan lessor mengingat jumlahnya yang sangat banyak. Merujuk pada jadwal, rapat dengan kreditor pertama akan dilaksanakan pada 21 Desember 2021 nanti.
Kemudian, pengajuan tagihan kreditor dijadwalkan selesai pada 5 Januari 2021 dan verifikasi dilakukan pada 19 Januari 2021. Pengambilan suara atas proposal sekaligus pembahasan rencana perdamaian bakal dilakukan pada 20 Januari 2021 dan putusan hakim atas PKPU ini ditargetkan dapat berlangsung pada 21 Januari 2021.
Lebih jauh, di tengah kondisi utang yang tinggi ini, Garuda Indonesia pun masih mengalami masalah ekuitas negatif senilai US$3 miliar atau hampir senilai Rp43 triliun.
Penulis: Kontributor
Editor: Anju Mahendra