29.4 C
Jakarta
Selasa, 30 April, 2024

Sebanyak 35 Persen Masyarakat Minim Literasi Keuangan Digital Jadi Sasaran Empuk Predator Industri Keuangan Digital

JAKARTA, duniafintech.com – Belakangan ini viral sosial media yang berisikan gagal bayar untuk aplikasi pinjaman online dan bahaya PayLater, hal itu disebabkan minimnya literasi keuangan digital bagi masyarakat Indonesia. Akibatnya masyarakat menjadi sasaran empuk bagi pelaku usaha keuangan digital baik yang legal maupun ilegal.

Menurut Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno, sebanyak 35 persen masyarakat Indonesia sangat minim pengetahuannya soal literasi keuangan digital. Sehingga masyarakat tersebut menjadi sasaran empuk bagi predator di industri keuangan. Hal itulah yang menimbulkan adanya jarak bagi Lembaga Jasa Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan edukasi tentang literasi keuangan digital.

“Itu sebabnya literasi keuangan itu penting sekali. 35 persen masyarakat yang rawan untuk dijadikan sasaran empuk bagi predator industri keuangan,” kata Hendrawan kepada duniafintech.com. Jakarta, Kamis (14/7).

Hendrawan menghimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati dalam menghadapi penawaran-penawaran dengan jumlah bunga imbalan yang tinggi, kemudian menawarkan prosedur peminjaman mudah. Selain itu, masyarakat juga diminta untuk berhati-hati dalam membaca klausul perjanjian saat proses peminjaman.

Sebab, apabila dicermati dalam klausul peminjaman banyak sekali isinya yang merugikan masyarakat. Masyarakat juga diminta untuk memperhitungkan kemampuan keuangannya dalam melakukan peminjaman, apakah kedepannya mampu untuk ganti rugi atau tidak.

“Sebelum masyarakat meminjam harus mempelajar persyaratan. Sebab dalam klausul perjanjian banyak posisi masyarakat yang dirugikan,” kata Hendrawan.

Kedepannya, DPR RI bersama dengan pemerintah akan membuat regulasi yang mengatur terkait verifikasi peminjaman. Verifikasi tersebut akan melibatkan Otoritas Jasa Keuangan sebagai bentuk persetujuan peminjaman kepada masyarakat.

“Jadi nantinya dalam proses peminjaman seluruh pemangku bisnis keuangan digital (fintech) harus melewati OJK sebagai verifikasi,” kata Hendrawan.

Baca juga: Berita Kripto Hari Ini: Naik Tipis, Bitcoin Pimpin Penguatan Harga

Menanggapi hal itu, pengamat ekonomi digital dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda mengatakan saat ini belum ada regulasi yang mengatur besaran pinjaman yang diterima masyarakat dan besaran suku bunga pinjaman dalam layanan keuangan digital. Saat ini OJK sifatnya hanya memberikan himbauan kepada pelaku usaha digital keuangan yang tergabung dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

“Belum ada regulasinya. Adanya cuman himbauan dari AFPI untuk bunga maksimal 0.4 persen per hari,” kata Huda kepada duniafintech.com.

Baca juga: 10 Coin yang Bagus Untuk Investasi Kripto, Siap-siap Cuan Maksimal

Sebagaimana diketahui, saat ini banyak sekali content creator di sosial media yang berisikan tips dan trik kepada masyarakat yang terlilit hutang kepada beberapa pinjaman online. Beberapa platform pinjaman online pun disebut dalam konten tersebut. Selain pinjaman online, content creator juga memuat bahayanya konsumen dalam menggunakan fasilitas PayLater dalam beberapa aplikasi e-commerce. Kondisi yang meresahkan adalah besaran bunga pinjaman online dan PayLater yang mencekik bagi konsumen.

Baca juga: Penyebab Pinjaman Online Selalu Ditolak, Ternyata Ini Faktor-faktornya

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com.

 

Penulis: Heronimus Ronito

Editor: Rahmat Fitranto

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU

LANGUAGE