33.3 C
Jakarta
Minggu, 6 Oktober, 2024

Suku Bunga Acuan Dipangkas Hingga 6 Persen, Sinyal Ekonomi Makro Menguat?

JAKARTA – Alasan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 6% terungkap.

BI diketahui menurunkan suku bunga acuan mendahului keputusan Bank Central Amerika Serikat The Fed.

Menurut Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo ada lima alasan utama BI melakukan penurunan suku bunga acuan lebih cepat dibandingkan The Fed.

Perry menjelaskan, berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia periode 17—18 September 2024, BI telah mengambil keputusan tersebut setelah melalui pembahasan panjang.

Alasan penurunan suku bunga acuan dari 25 basis poin menjadi 6% karena adanya pertimbangan terhadap faktor kondisi global maupun dalam negeri.

Turunkan Suku Bunga Acuan, BI Ungkap Alasan Mendahului The Fed

Perry menjelaskan alasan mengapa BI mendahului The Fed dalam menurunkan suku bunga acuan karena BI melihat arah penurunan suku bunga The Fed sudah lebih jelas.

Arah penurunan suku bunganya ditinjau dari segi waktu maupun besarannya sudah terlihat jelas.

Sehingga kata Perry, BI hal itu akan memberikan dampak pada kondisi makro ekonomi.

Termasuk inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

BI Yakin The Fed Turunkan Suku Bunga

Menurut pengamatan BI, The Fed sepanjang tahun 2024 akan melakukan penurunan suku bunga hingga tiga kali.

Penurunan itu akan dilakukan pada bulan September, November, dan Desember 2024 mendatang.

“Lalu empat kali pada tahun 2025,” papar Perry.

Perry menilai penurunan suku bunga akan berkisar di angka masing-masing 25 bps.

BI Keputusan Tepat

Berdasarkan hasil rapat Dewan Gubernur BI, keputusan BI Rate merupakan keputusan tepat.

Alasan berikutnya, kata Perry, BI melihat pertukaran nilai rupiah yang menguat dan stabil.

Rupiah tercatat menguat 0,87% secara tahun berjalan (year-to-date/YtD) setelah sempat terkoreksi cukup hingga Juni 2024 lalu.

Alasan Nilai Tukar Rupiah Menguat

Nilai tukar rupiah mengalami penguatan, disebabkan adanya berbagai kebijakan.

Diantaranya, menahan suku bunga, intervensi pasar, dan penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang menarik modal masuk.

Keputusan tersebut kata Perry, berhasil memperkuat nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat.

Penyebab ketiga sambung Perry, inflasi yang rendah dan diperkirakan tetap terkendali.

Target yang telah ditetapkan BI terhadap inflasi dalam rentang 2,5±1% pada 2024 dan 2025.

BI mencatat, pergerakan inflasi sepanjang tahun 2024 tercatat bergerak di rentang 2,12%—3,05% (year-on-year/YoY), dengan catatan inflasi tahunan terendah pada Agustus 2024.

Alasan keempat sambung Perry, BI bisa turut mendukung pertumbuhan ekonomi, khususnya dari sisi ritel juga usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Saat ini kata Perry, kebijakan terkait makroprudensial, sistem pembayaran, moneter sudah mulai menunjukkan pertumbuhan ekonomi.

Faktor kelima tambah Perry, BI mendorong penyaluran kredit pembiayaan ke perbankan, dan mendukung fiskal.

Dengan demikian, penurunan BI Rate akan membawa dampak imbal hasil atau yield SBN turun.

“Sehingga mendukung kebijakan fiskal,” terang Perry.

Jadi kedepan sambung Perry, BI tidak perlu menunggu untuk mengambil kebijakan.

“BI juga terus mencermati ruang penurunan suku bunga,” paparnya.

Sehingga dengan adanya penguatan nilai tukar rupiah yang stabil akan mendorong pertumbuhan ekonomi ke arah lebih baik.

“Kebijakannya sesuai dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah,” pungkasnya.

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU