25.3 C
Jakarta
Jumat, 19 April, 2024

Survey Provinsi Tertinggi Literasi Keuangan dan Inklusi Keuangan Telan Korban Tertinggi

JAKARTA, duniafintech.com – Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat terjadinya peningkatan indeks literasi dan inklusi keuangan di masyarakat. 

Berdasarkan hasil SNLIK tahun 2022 menunjukkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen dan inklusi keuangan sebesar 85,10 persen. Nilai ini meningkat dibanding hasil SNLIK 2019 yaitu indeks literasi keuangan 38,03 persen dan inklusi keuangan 76,19 persen.

Lantas bagaimana tingkat literasi dan inklusi keuangan di berbagai daerah baik tingkat provinsi, kota dan desa?

Baca juga: Minimnya Literasi Keuangan dan Inklusi Keuangan Masih Timbulkan Korban Jiwa

Survei Nasional Tahun 2016

Survei yang dilakukan oleh pemerintah dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan mengamanatkan Otoritas Jasa Keuangan untuk mengatur dan mengawasi industri jasa keuangan sekaligus melindungi kepentingan masyarakat dalam berinteraksi dengan industri jasa keuangan. Dalam melindungi kepentingan masyarakat terdapat aspek literasi dan inklusi keuangan yang memerlukan strategi tersendiri dalam implementasinya.

Hasil survei akan menjadi masukan dalam Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia yang didalamnya terdapat aspek inklusi keuangan, yang menjadi pedoman bagi OJK dan industri jasa keuangan dalam melaksanakan kegiatan dalam upaya peningkatan literasi dan inklusi keuangan.

Berdasarkan survei indeks literasi keuangan provinsi. Provinsi yang menempati posisi pertama dalam pemahaman literasi keuangan yaitu Provinsi DKI Jakarta dengan angka persentase sebesar 40 persen. Kedua, provinsi Jawa Barat dengan angka sebesar 38,70 persen. Ketiga, provinsi DI Yogyakarta dengan angka persentase sebesar 38,55 persen. Keempat, provinsi Banten dengan angka persentase 38,18 persen. Kelima, provinsi Bali dengan angka persentase 37,45 persen. 

Keenam, provinsi Kepulauan Riau dengan angka persentase 37,09 persen. Ketujuh, provinsi Jawa Tengah dengan angka persentase sebesar 33,51 persen. Kedelapan, provinsi Jawa Timur dengan angka persentase sebesar 35,58 persen. 

Sedangkan untuk wilayah yang minim terhadap literasi keuangan yaitu Papua Barat dengan angka persentase sebesar 19,27 persen. Nusa Tenggara Barat dengan angka persentase sebesar 21,45 persen dan Papua dengan angka persentase sebesar 22,18 persen. 

Untuk indeks inklusi keuangan, angka tertinggi dalam pemahaman inklusi keuangan yaitu DKI Jakarta sebesar 78,18 persen, DI Yogyakarta sebesar 76,73 persen, Kepulauan Riau sebesar 74,55 persen, Jawa Timur sebesar 73,25 persen, Bali sebesar 76 persen dan Sumatera Selatan sebesar 72,36 persen. 

Sedangkan indeks inklusi keuangan terendah, Papua Barat sebesar 58,55 persen, Kalimantan Selatan sebesar 59,27 persen, Kalimantan Tengah 60,36 persen dan Papua sebesar 61,45 persen. 

literasi keuangan

Survei Nasional Tahun 2019

Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan tahun 2019 (SNLIK 2019) merupakan survei berskala nasional yang diselenggarakan setiap 3 (tiga) tahun sekali untuk memetakan keadaan terkini literasi dan inklusi keuangan masyarakat Indonesia. SNLIK 2019 merupakan kelanjutan dari Survei Nasional Literasi Keuangan pada tahun 2013 (SNLK 2013) dan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan tahun 2016 (SNLIK 2016). 

Pada tahun 2013, survei dilakukan terhadap 8.000 responden yang tersebar di 40 Kabupaten/Kota di 20 provinsi sedangkan pada tahun 2016 dilakukan terhadap 9.680 responden yang tersebar di 64 Kabupaten/Kota di 34 provinsi. Pada tahun 2019, SNLIK dilakukan dengan jumlah responden yang lebih banyak dan sebaran wilayah yang lebih luas yaitu 12.773 responden di 34 Provinsi yang tersebar di 67 Kabupaten/Kota.

Berdasarkan data dari OJK, survei literasi keuangan tertinggi yaitu DKI Jakarta sebesar 59,16 persen, DI Yogyakarta sebesar 58,53 persen, Jawa Timur sebesar 48,95 persen, Jawa Tengah sebesar 47,38 persen, Kepulauan Riau sebesar 45,67 persen, Aceh sebesar 44,36 persen. Riau sebesar 43,19 persen dan Sumatera Selatan sebesar 40,05 persen. 

Sedangkan untuk minimnya literasi keuangan, berdasarkan survei literasi keuangan yaitu Nusa Tenggara Timur sebesar 27,82 persen, Papua Barat sebesar 28,87 persen, dan Papua sebesar 29,13 persen.

Sementara itu, untuk survei indeks inklusi keuangan tertinggi yaitu DKI Jakarta sebesar 94,76 persen, Bali sebesar 92,91 persen, Sumatera Utara 93,98 persen, Kepulauan Riau 92,13 persen, Kalimantan Timur sebesar 92,39 persen. 

Sedangkan untuk survei indeks inklusi keuangan terendah yaitu Papua Barat sebesar 59,84 persen, Papua sebesar 60,89 persen, Nusa Tenggara Timur 60,63 persen, Nusa Tenggara Barat sebesar 62,73 persen, Gorontalo sebesar 69,89 persen dan Sulawesi Barat 62,99 persen. 

Baca juga: OJK: Indeks Literasi dan Inklusi Keuangan Masyarakat Alami Peningkatan

Wilayah Provinsi Timbulkan Korban Akibat Minimnya Pemahaman Literasi Keuangan dan Inklusi Keuangan

Berdasarkan catatan dari duniafintech.com terkait beberapa peristiwa yang menelan korban akibat minimnya literasi keuangan dan inklusi keuangan malah lebih banyak berada di wilayah yang memiliki tingkat literasi keuangan dan inklusi keuangan tertinggi, jika mengacu terhadap survey yang dilakukan oleh OJK. Berikut catatan peristiwa tersebut:

  1. Seorang Perawat Inisial GRD (30) Bunuh Diri Akibat Gagal Bayar di Surabaya (10 September 2022).

Perawat inisial GRD (30) tahun memutuskan bunuh diri akibat terjerat utang pinjol dan mendapatkan teror karena tidak mampu membayar cicilan. Dia ditemukan gantung diri di pintu kamar mandi. Jenazahnya ditemukan oleh ibu kandungnya. 

  1. Seorang Pegawai Bank Perkreditan Bunuh Diri Akibat Gagal Bayar di Bojonegoro, Jawa Timur (23 Agustus 2021).

Korban memutuskan mengakhiri hidupnya akibat terlilit hutang pinjol mencapai Rp23,6 juta.

  1. Seorang Ibu Rumah Tangga WPS (38) Bunuh Diri Akibat Gagal Bayar di Wonogiri, Jawa Tengah (2 Oktober 2021). 

Seorang wanita inisial WPS (38) bunuh diri, diduga tidak kuat menerima teror dari 23 juru tagih pinjaman online. Akibat tidak kuat menerima teror, Ibu Rumah Tangga tersebut dengan gelap mata memutuskan bunuh diri. 

  1. Seorang Pria Inisial AW (42) Bunuh Diri Akibat Gagal Bayar di Bekasi, Jawa Barat (Oktober 2021).

Pria berinisial AW (42) bunuh diri dengan cara melompat dari rooftop mall akibat terlilit hutang pinjaman online ilegal. Korban meninggalkan surat wasiat mengenai utang pinjol kepada keluarganya. 

  1. Seorang Pria Bunuh Diri Akibat Gagal Bayar di Depok (Maret 2020).

Pria tersebut bunuh diri lantaran tidak mampu membayar utang dari pinjaman online yang sudah jatuh tempo. Korban pertama kali ditemukan oleh sang istri. 

  1. Seorang Pemuda Inisial KS (25) Nyaris Bunuh Diri Akibat Gagal Bayar di Duren Sawit, Jakarta Timur. (Oktober 2020)

Pemuda tersebut mencoba melakukan upaya bunuh diri akibat gagal bayar utang pinjol. Upaya bunuh diri tersebut dilakukan di salah satu minimarket, upaya tersebut digagalkan oleh pegawai minimarket, Namun saat ditemukan kondisi KS dalam keadaan kritis. 

  1. Seorang Supir Taksi ZF Bunuh Diri Akibat Gagal Bayar di Mampang, Jakarta Selatan (Februari 2019). 

Supir Taksi tersebut mengakhiri hidupnya karena terlilit utang pinjol yang tidak bisa dilunasi. Korban ditemukan di sekitar jalan Mampang, Jakarta Selatan.

Berdasarkan peristiwa tersebut, jumlah korban terbanyak yaitu berasal dari wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur. Seharusnya, jika mengacu terhadap survey seharusnya wilayah yang surveynya tertinggi tingkat korbannya minim. 

Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno menghimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati dalam menghadapi penawaran-penawaran dengan jumlah bunga imbalan yang tinggi, kemudian menawarkan prosedur peminjaman mudah. Selain itu, masyarakat juga diminta untuk berhati-hati dalam membaca klausul perjanjian saat proses peminjaman. 

Sebab, apabila dicermati dalam klausul peminjaman banyak sekali isinya yang merugikan masyarakat. Masyarakat juga diminta untuk memperhitungkan kemampuan keuangannya dalam melakukan peminjaman, apakah kedepannya mampu untuk ganti rugi atau tidak. 

“Sebelum masyarakat meminjam harus mempelajari persyaratan. Sebab dalam klausul perjanjian banyak posisi masyarakat yang dirugikan,” kata Hendrawan.

Baca juga: OJK Gandeng MES Tingkatkan Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU

LANGUAGE