32.5 C
Jakarta
Jumat, 29 Maret, 2024

Teknologi Khusus AFPI Siap Tangkal Peminjam Nakal

JAKARTA, duniafintech.com – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memiliki teknologi khusus untuk mendeteksi nasabah yang curang demi mendapatkan pinjaman tanpa harus menanggung kewajibannya dalam membayar pinjaman.

Ketua AFPI Kuseryansyah mengungkapkan teknologi khusus tersebut adalah Fintech Data Center (FDC). Sebanyak 102 perusahan platform Peer to Peer (P2P) Lending saat memproses nasabah yang ingin meminjam akan mengirimkan datanya ke FDC. Kemudian FDC akan mendeteksi peminjam berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

“FDC ini mampu mendeteksi rekayasa NIK dan KTP peminjam. Ternyata namanya dan wajahnya berbeda. Jadi bisa mencegah terjadinya fraud,” kata Kuseryansyah. Jakarta, Jumat (22/7).

Kuseryansyah menambahkan kelebihan dari FDC yaitu mampu melihat jejak peminjam dari kualitas performa pembayaran yang sudah dilakukan. Berdasarkan regulasi, peminjam hanya diperbolehkan menggunakan aplikasi P2P Lending maksimum 6 pinjaman. FDC ini juga bisa menyediakan layanan pendukung untuk melakukan jejak pengguna seperti aksesbilitas ke biometric lembaga Dukcapil dan data internal P2P Lending.

Artinya, teknologi ini dapat mendeteksi atau mencegah calon peminjam mengajukan pinjaman di beberapa platform secara bersamaan. Sehingga platform fintech pendanaan dapat berpikir untuk menyetujui permohonan dari peminjam yang memiliki catatan pembayaran pinjaman yang tidak baik.

“FDC ini banyak membantu. Tapi kita tidak boleh mengakses galeri atau picture handphone peminjam,” kata Ketua AFPI, Kuseryansyah.

Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno menilai dengan banyaknya fasilitas pinjaman mulai dari pinjaman online hingga PayLater tentunya masyarakat diuntungkan karena memiliki banyak akses di berbagai macam pendanaan. Namun terkadang karena banyaknya Lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang memberikan akses kemudahan memiinjam, membuat masyarakat menjadi ceroboh karena tidak mempelajari ketentuan-ketentuan dalam melakukan peminjaman.

“Harus dilihat secara kompherensif bahwa dengan banyak penyedia pinjaman tentunya menguntungkan memiliki akses berbagai macam pendanaan,” kata Hendrawan kepada duniafintech.com.

Baca juga: Bank Indonesia Terbitkan Uang Digital, Uang Tunai Tetap Beredar

Menurutnya LJK juga harus memberikan mekanisme perjanjian pinjam meminjam yang dapat diatur secara rinci, sehingga masyarakat terdukasi dan menambah literasi keuangan. Termasuk mekanisme pengaturan beban bunga yang ditanggung konsumen juga diinformasikan, agar masyarakat tidak menjadi korban dari beberapa fasilitas peminjaman dari LJK.

Oleh karena itu, Hendrawan meminta kepada OJK untuk memiliki Biro Hukum yang menangani korban-korban masyarakat dari LJK yang memiliki fasilitas pinjaman online maupun PayLater. Langkah tersebut dilakukan agar dalam setiap kasus dapat berdiri tegak untuk kepentingan umum.

“Jadi masyarkaat juga harus cerdas. Kalau tidak cerdas cenderung menjadi korban,” kata Hendrawan.

Baca jugaPemerintah Belum Atur Suku Bunga Pinjaman Fintech, OJK: Diserahkan Mekanisme Pasar

Sementara itu, pengamat ekonomi digital Wisnu Agung Prasetya menilai budaya berhutang dari fasilitas pinjaman online dan PayLater. Oleh karena itu, masyarakat perlu diedukasi dalam hal penggunaan hutang untuk hal yang produktif. Selain itu, kelompok masyarakat yang disasar adalah masyarakat yang memiliki kemampuan pengembalian atau dari kelompok masyarakat pekerja.

“Terakhir perlu pengawasan dan penerapan praktek keuntungan yang wajar dari LJK. Sehingga dapat menciptakan ekonomi digital yang sehat,” kata Wisnu kepada duniafintech.com.

Baca jugaPinjaman Online Resmi OJK 2022, Cek di Sini

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com.

 

Penulis: Heronimus Ronito

Editor: Rahmat Fitranto

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU

LANGUAGE