27.1 C
Jakarta
Senin, 23 Desember, 2024

Waspada Beneficial Owner! Financial Crime yang Bisa Merugikan Nasabah

JAKARTA – Salah satu bentuk kejahatan di sektor keuangan (financial crime) yang masih sering terjadi di masyarakat adalah terkait dengan “beneficial owner” atau pemilik manfaat. Peran mereka adalah orang yang memiliki kekuatan untuk menunjuk atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas dalam sebuah korporasi.

Selain itu, beneficial owner juga memiliki kemampuan untuk mengendalikan korporasi dan berhak menerima manfaat dari korporasi, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pengamat Hukum Yunus Husein menjelaskan bahwa beneficial owner adalah individu di balik layar yang memiliki kendali penuh atas perusahaan. Ia mencontohkan kasus Kresna Life sebagai salah satu contohnya, di mana Michael Steven, pemilik Kresna Life, dianggap sebagai beneficial owner yang merugikan nasabah.

“Jika ingin mengusut kejahatan di sektor keuangan, jangan hanya menyelidiki perusahaannya, tetapi juga orang di balik perusahaan tersebut,” ujarnya.

Financial Crime – Beneficial Owner

Sebagai informasi, Michael Steven, pemilik Grup Kresna, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri dalam kasus yang melibatkan PT Kresna Sekuritas. Meskipun demikian, Michael Steven berhasil memenangkan gugatan terhadap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam tiga kasus di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Yunus menjelaskan bahwa ketika seorang buronan mengajukan gugatan dalam perkara pidana atau perdata, hal ini melanggar prinsip Fugitive Disentitlement Doctrine, yang berarti dia dianggap tidak menghormati pengadilan.

Ia juga menyoroti kurangnya ketatnya pengawasan administrasi di sektor asuransi dibandingkan dengan sektor perbankan, yang bisa menjadi celah untuk menggugat di PTUN.

“Namun, dalam kasus ini, saya melihat celahnya bukan hanya karena masalah administrasi, tetapi juga faktor-faktor yang tidak jelas. Bagaimana bisa seorang buronan menang berkali-kali?” tambahnya.

Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, Pujiyono Suwadi, menekankan pentingnya penegakan hukum yang teliti, terutama di PTUN, dalam menangani kasus Kresna Life. Jika tidak dilakukan dengan cermat, hal ini bisa menjadi preseden buruk.

“Di PTUN, yang diadili adalah bukti-bukti yang bersifat formil. Oleh karena itu, kecermatan administrasi dari pihak pembuat kebijakan harus sangat ketat. Dalam kasus Kresna Life, ketika hal-hal formil ini tidak dipatuhi, timbul masalah, meskipun kita juga mempersoalkan ketidakpekaan keputusan tersebut,” katanya.

Pujiyono juga menyebut bahwa OJK telah mengikuti prosedur yang tepat dalam menangani kasus Kresna Life, termasuk menutup izin usaha perusahaan tersebut. Ia juga menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap produk keuangan yang menawarkan imbal hasil tinggi dan peningkatan literasi keuangan masyarakat agar lebih kritis dalam menilai produk investasi.

“Terakhir, regulasi yang lebih kuat terkait transparansi kepemilikan perusahaan diperlukan untuk mencegah praktik beneficial owner yang merugikan,” ujarnya.

Financial Crime jadi Tantangan OJK

Sementara itu, Pengamat Asuransi Reza Ronaldo menambahkan bahwa kejahatan korporasi di industri asuransi memang menjadi tantangan bagi OJK. Oleh karena itu, regulator dan penegak hukum perlu menyesuaikan regulasi dengan perkembangan teknologi dan digitalisasi untuk dapat mengidentifikasi dan menangkap pelaku kejahatan keuangan dengan kepemilikan tersembunyi.

“Kasus gugatan balik terhadap OJK menunjukkan perlunya perbaikan regulasi dan penegakan hukum agar memberikan efek jera yang lebih kuat. Regulator tidak boleh kalah dengan pihak yang diatur,” tegasnya.

Reza juga menekankan bahwa industri asuransi perlu memperbaiki tata kelola perusahaan agar tidak hanya berfokus pada keuntungan maksimal.

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU