30.1 C
Jakarta
Jumat, 22 November, 2024

Bunga SRBI Meroket Dekati 7%, Rupiah Kuat? Kok Bisa Sih?

JAKARTA, 21 Oktober 2024 – Penurunan minat asing terhadap instrumen dengan tenor jangka pendek ini membuat Bank Indonesia (BI) menaikkan tingkat bunga SRBI dalam lelang yang diadakan pada Jumat pekan ini.

Investor asing secara massal mulai melepas kepemilikan mereka atas Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) di tengah meningkatnya ketidakpastian global yang mendorong popularitas dolar Amerika Serikat (AS) di pasar internasional dalam sepekan terakhir.

Berdasarkan data dari BI, dalam lelang SRBI terakhir, investor meminta tingkat bunga diskonto rata-rata sebesar 6,88%, yang merupakan angka tertinggi sejak 20 September. Total permintaan (incoming bids) juga naik sebesar 18% menjadi Rp24,99 triliun.

Bunga SRBI

Meski permintaan investor meningkat, tingginya tingkat bunga diskonto yang diminta memaksa BI untuk menaikkan bunga diskonto SRBI. Untuk SRBI dengan tenor 12 bulan, bunga diskonto ditetapkan di angka 6,87%, lebih tinggi dibandingkan lelang sebelumnya yang sebesar 6,83%, dan menjadi yang tertinggi sejak 13 September lalu.

BI juga menyerap lebih banyak permintaan dengan menjual SRBI senilai Rp23 triliun, penjualan terbesar sejak akhir Juli lalu.

Langkah BI melalui lelang ini menunjukkan bahwa bank sentral tengah bersikap defensif menghadapi ketidakpastian pasar global yang memicu peningkatan imbal hasil investasi AS. Yield Treasury AS untuk tenor 2 tahun sempat menyentuh angka 4%, sementara tenor acuan 10 tahun kini stabil di atas 4%.

Stabilitas Nilai Tukar Rupiah

Fokus BI pada stabilitas nilai tukar rupiah penting karena arus keluar besar-besaran dari SRBI dapat melemahkan rupiah. Hingga data 14 Oktober, BI telah menjual SRBI sebesar Rp934,87 triliun, dengan kepemilikan asing di instrumen ini mencapai Rp254,57 triliun atau setara dengan 27,23% dari total SRBI yang beredar di pasar sekunder.

Posisi asing di Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) masing-masing tercatat sebesar US$3,38 miliar dan US$424 juta pada periode yang sama. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa penerbitan SRBI telah berhasil menarik aliran modal asing dan memperkuat nilai tukar rupiah.

Data BI juga menunjukkan bahwa dalam periode 14-17 Oktober, investor asing telah menjual SRBI senilai Rp5,31 triliun. Namun, pada saat yang sama, mereka mencatatkan pembelian bersih (net buy) Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp3,3 triliun dan saham Rp930 miliar.

BI berupaya memitigasi ketidakpastian global yang makin tajam untuk mencegah pelemahan tajam pada rupiah, seperti yang tercermin dari pergerakan di pasar SRBI. Ini sejalan dengan keputusan BI yang menahan suku bunga acuan bulan ini, setelah sebelumnya menurunkannya pada September.

“Fokus jangka pendek kami adalah menjaga stabilitas nilai tukar di tengah meningkatnya ketidakpastian pasar global akibat ketegangan geopolitik di Timur Tengah,” ungkap Perry Warjiyo dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan.

Ketidakpastian pasar global telah memperkuat indeks dolar AS, namun pekan ini rupiah tetap mengalami penguatan, didorong oleh kepastian pembentukan kabinet Presiden terpilih Prabowo Subianto, yang akan dilantik pada hari Minggu.

Sepanjang pekan ini, nilai tukar rupiah spot menguat 0,74% dan ditutup di level Rp15.465/US$ pada perdagangan Jumat. Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia (JISDOR) mencatatkan penguatan mingguan sebesar 0,91% ke level Rp15.466/US$.

Penguatan rupiah ini terjadi meskipun indeks dolar AS naik 0,6% ke level 103,49. Indeks dolar, yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia, meningkat di tengah ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan data ekonomi AS yang menunjukkan ketangguhan.

Rupiah berhasil bertahan, bahkan mengungguli mayoritas mata uang Asia lainnya. Selain rupiah, hanya baht Thailand dan dolar Taiwan yang juga menguat terhadap dolar AS pekan ini.

Penguatan rupiah dipengaruhi oleh faktor domestik, termasuk kepastian bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan kembali menjabat di kabinet Presiden Prabowo Subianto. Sri Mulyani dipastikan akan kembali memimpin Kementerian Keuangan setelah diminta oleh Prabowo, sebuah kabar yang menenangkan pasar yang khawatir tentang arah kebijakan fiskal pemerintahan baru.

Vishnu Varathan, Kepala Ekonomi dan Strategi di Mizuho Singapura, menyebut bahwa kepemimpinan Sri Mulyani telah mengurangi premi risiko bagi Indonesia, dan keberadaannya akan mengurangi kekhawatiran terkait risiko fiskal di masa depan.

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU