26.3 C
Jakarta
Sabtu, 23 November, 2024

Proyeksi AFPI: Penyaluran Pendanaan Fintech Tumbuh di Atas 60% Tahun IniĀ 

Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Kuseryansyah memproyeksikan, penyaluran pendanaan fintech peer to peer (P2P) lending pada tahun ini akan lebih dari Rp125 triliun atau meningkat di atas 60% dibandingkan tahun lalu (yoy).Ā 

Menurut Kuseryansyah, platform pinjaman berbasis aplikasi atau lebih dikenal dengan pinjaman online (pinjol) terus menunjukkan kontribusinya dalam membantu perekonomian masyarakat. Hal itu tercermin dari realisasi pendanaan yang terus meningkat dari tahun ke tahun.Ā 

“Tahun ini 2021 masih dalam suasana pandemi, asosiasi industri ya, itu diperkirakan akan mencairkan pendanaan lebih dari Rp125 triliun, dengan pertumbuhan lebih dari 60%,” katanya saat berbincang dengan Duniafintech.com, Jumat (19/11).

Dia menjelaskan, dari lima tahun lalu hingga saat ini penyaluran pendanaan dari fintech lending telah mencapai Rp264 triliun, yang telah disalurkan kepada 70,3 juta akun peminjam (borrower).

Jika melihat catatan AFPI, penyaluran pendanaan fintech lending memang terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2017 penyaluran pembiayaan tercatat sebesar Rp3 triliun atau tumbuh 567% (yoy).Ā 

Lalu, meningkat sebanyak 175% (yoy) menjadi Rp20 triliun di 2018. Pertumbuhan tersebut berlanjut di 2019, di mana penyaluran pembiayaan meningkat 20% (yoy) menjadi Rp58 triliun.

Bahkan, pada tahun 2020 di tengah pandemi Covid-19 yang memukul berbagai sektor konvensional, fintech masih mampu tumbuh 25% (yoy), yaitu sebesar Rp 73 triliun di 2020. Dan di tahun ini diperkirakan akan tumbuh di atas 60%.

“Nah ini kan sebenarnya industri yang masih bayi, ini punya kontribusi yang nyata loh untuk Indonesia,” ujarnya.

Tercoreng Keberadaan Pinjol Ilegal

Hanya saja, torehan tersebut sedikit tercoreng dengan fenomena pinjol Ilegal yang meresahkan dan merugikan masyarakat, maupun pelaku industri fintech terdaftar dan berizin OJK.

Kuseryansyah menjelaskan, fenomena pinjol ilegal tersebut harus segera diantisipasi oleh regulator, aparat hukum, maupun oleh asosiasi dan masyarakat sendiri. Pasalnya, pinjol ilegal ini agak sulit diberantas karena muncul beriringan dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi.

“Kami sebenarnya kecewa karena ini berdampak ke kami yang menjalankan bisnis ini dengan tertib dan sesuai dengan peraturan. Tapi, karena pinjol ilegal kita (yang resmi jadi ikut) disamakan gitu,” tuturnya.

Selain itu, fenomena pinjol ilegal pun muncul karena melihat potensi kredit yang besar di sektor keuangan. Berdasarkan riset Bank Dunia (World Bank) kebutuhan kredit masyarakat mencapai Rp2.650 triliun, namun yang dapat dipenuhi oleh sektor keuangan konvensional hanya sekitar Rp1.000 triliun

Artinya, terdapat gap kredit sebesar Rp1.650 triliun yang tidak dapat dipenuhi lembaga keuangan konvensional. Untuk mengisi kekosongan itulah, lanjut Kuseryansyah, fintech lending hadir.

Namun, bukan hanya yang legal yang ingin memanfaatkan peluang tersebut, namun juga penunggang gelap berjenis pinjol ilegal.

“Inilah yang kita mau isi (gap tersebut dengan) pinjol legal. Tapi, saking besarnya segmennya, ada free rider atau penumpang gelap, yaitu pinjol ilegal ini,” ucapnya.

Penulis: Nanda Aria

Editor: Anju Mahendra

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU