JAKARTA, duniafintech.com – Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, bisa dijerat sanksi kalau terbukti melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Adapun pelanggaran di sini terkait revisi upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta 2022 yang menuai polemik panas belakangan ini.
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia telah meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah untuk menjatuhi sanksi kepada mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI tersebut.
Dirangkum dari Detikcom, Rabu (22/12), inilah beberapa sanksi yang terancam menjerat Anies Baswedan.
- Permintaan pengusaha
Menurut Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani, pihaknya meminta kepala daerah yang tidak memahami peraturan perundangan agar diberikan pembinaan ataupun sanksi.
“Meminta kepada Menteri Dalam Negeri untuk memberikan pembinaan atau sanksi kepada kepala daerah (Anies Baswedan) yang tidak memahami peraturan perundangan yang mengakibatkan melemahnya sistem pemerintahan sebagaimana amanat Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 pasal 373, yang intinya pemerintah pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah,” ucapnya.
- Sanksi teguran hingga pencopotan
Merujuk pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, pada pasal 68 telah diatur sanksi untuk kepala daerah maupun wakil kepala daerah yang tidak melaksanakan program strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf f. Adapun kebijakan penetapan upah minimum sendiri merupakan program strategis nasional.
“Dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Menteri untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota,” demikian kutipan pasal 68 ayat 1 tersebut.
Dalam ayat 2, saat teguran tertulis sudah disampaikan dua kali berturut-turut dan tetap tidak dilaksanakan maka kepala daerah atau wakil kepala daerah bisa diberhentikan sementara selama 3 bulan.
“Dalam hal kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah telah selesai menjalani pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap tidak melaksanakan program strategis nasional, yang bersangkutan diberhentikan sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah,” demikian bunyi ayat 3.
- Pernah disinggung menaker
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, diketahui pernah menyinggung soal sanksi ini. Disampaikannya, sanksi ini diatur oleh Menteri Dalam Negeri.
“Bahwa Menteri Dalam Negeri sudah menyampaikan surat kepada para Gubernur terkait dengan ketentuan upah minimum. Dalam surat tersebut juga disampaikan sanksi diberikan kepada Gubernur atau kepala daerah yang tidak memenuhi kebijakan pengupahan ini,” jelasnya dalam konferensi pers virtual, Selasa (16/11) lalu.
Ia menerangkan, surat yang dikirimkan oleh Mendagri kepada kepala daerah itu memuat sanksi mulai dari yang paling ringan hingga yang terberat, yaitu pemberhentian kepala daerah yang tidak mengikuti ketentuan dalam menetapkan upah minimum.
“Di dalam surat tersebut juga dijelaskan ada mulai sanksi teguran tertulis, kemudian sampai yang terberat itu pemberhentian sementara sampai pemberhentian permanen. Saya kira ini mengacu pada ketentuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, yang disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri adalah ketentuan yang ada di Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014,” urainya.
- Belum ada kepastian Anies melanggar
Meski demikian, Kemnaker sendiri belum menyimpulkan Anies sudah melanggar PP 36/2021 dalam merevisi UMP DKI Jakarta atau belum. Di sisi lain, Kemendagri sendiri juga belum memberikan keterangan. Sementara itu, pengusaha meyakini Anies sudah melanggar aturan pengupahan.
Sejauh ini, Kemnaker belum menerima tembusan dari pemerintah provinsi DKI Jakarta mengenai revisi kenaikan UMP 2022 yang dilakukan oleh Anies. Pihaknya mengetahui informasi ini bukan langsung dari Pemprov.
“Kami belum mendapatkan ini makanya saya bilang dari tadi kan kalau memang itu benar informasi itu kan, artinya kami juga belum dapat tembusan atau pemberitahuan atau apa pun,” ucap Kepala Biro Humas Kemnaker, Chairul Fadly Harahap, Senin (20/12) lalu.
Penulis: Kontributor
Editor: Anju Mahendra