33.6 C
Jakarta
Jumat, 22 November, 2024

Ghozali Everyday Bayar Pajak usai Raup Miliaran Rupiah dari Jualan NFT

JAKARTA, duniafintech.com – Sosok Ghozali Everyday beberapa waktu lalu ramai diperbincangkan di media sosial. Ia adalah seorang pemuda yang sempat viral usai berhasil meraup keuntungan mencapai Rp1,5 miliar dari penjualan foto selfie NFT alias Non-Fungible Token dirinya melalui marketplace NFT bernama OpenSea.

Hingga saat ini, setidaknya sudah ada sebanyak 230 NFT milik pemuda asal Semarang, Jawa Tengah, itu yang terjual. Lantas, hal itu pun menarik perhatian Direktorat Jenderal Pajak ( Ditjen Pajak ) Kementerian Keuangan.

Mendapati kesuksesan Ghozali ini, DJP langsung memberi selamat dan mengingatkan Ghozali untuk bayar pajak, sebagaimana disampaikan lewat akun Twitter @DitjenPajakRI belum lama ini.

Sebagai warga negara yang baik, Ghozali pun menuntaskan kewajibannya untuk membayar pajak. Pria bernama lengkap Sultan Gustaf Al Ghozali ini pun berkunjung ke KPP Pratama Semarang Timur pada Senin (24/1) lalu untuk berkonsultasi perihal kewajiban perpajakan.

Tujuannya adalah untuk menyatakan komitmennya sebagai warga negara yang siap membayar pajak.

“Ghozali Everyday/@ghozaliphoto mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan mendapatkan edukasi perpajakan dari @pajaksemarangtimur,” tulis akun Instagram @ditjenpajakri, seperti dikutip dari Sindonews.com, Rabu (26/1).

DJP pun berterima kasih atas komitmen Ghozali untuk berkontribusi kepada negara.

“Bagi wajib pajak yang ingin berkonsultasi secara tatap muka terkait hak dan kewajiban perpajakan serta informasi perpajakan lainnya silakan untuk mengunjungi kantor pajak terdaftar dengan mengambil nomor antrean secara online terlebih dahulu pada laman kunjung.pajak.go.id,” imbuh DJP.

Aturan pajak bagi NFT

NFT yang merupakan aset digital berbasis teknologi blockchain diketahui juga kena pajak meski pajak uang kripto dan NFT memang belum diatur secara khusus di Indonesia. Kendati begitu, keuntungan dari kedua aset digital itu tetap dipungut pajak dan wajib dilaporkan. 

Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Neilmaldrin Noor, sejauh ini, transaksi NFT ataupun kripto masih dalam pembahasan pemerintah.

“Pemerintah belum mengenakan pajak secara khusus terhadap transaksi digital tersebut. Namun, ketentuan umum aturan perpajakan tetap dapat digunakan,” ujarnya belum lama ini.

Kini, pemerintah pun membidik uang kripto dan NFT sebagai objek pajak. Adapun peningkatan transaksi kedua aset digital itu dianggap berpotensi untuk mendongkrak penerimaan negara dari sisi pajak.

Seperti dituangkan dalam UU PPh, setiap tambahan kemampuan ekonomis atau pendapatan dikenakan pajak. Hal tersebut termasuk transaksi NFT sehingga ia akan tetap dikenakan pajak dengan sistem self assessment.

“Aset NFT maupun aset digital lainnya wajib dilaporkan di SPT Tahunan dengan menggunakan nilai pasar tanggal 31 Desember pada tahun pajak tersebut. Demikian terima kasih atas bantuannya dalam menjelaskan kepada masyarakat,” tutupnya.

Oleh sebab itu, uang kripto dan NFT akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) dan masuk dalam Surat Pemberitahuan atau SPT Tahunan. Ketentuan pajak penghasilan untuk uang kripto dan NFT ini sebagaimana diatur pada pasal 4 ayat 1 UU PPh di dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Pada pasal itu disebutkan bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yakni setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.

Adapun penghasilan ini bisa dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Menurut otoritas, mengingat belum adanya peraturan khusus untuk kedua aset digital ini, skema pajaknya akan dihitung sebagai pajak penghasilan yang menggunakan tarif progresif sesuai pasal 17 UU PPh.

Dalam pasal itu, tarif PPh dibagi dalam 5 bracket berikut ini:

1.Penghasilan kena pajak sampai Rp60 juta dikenakan tarif 5%

2.Penghasilan Rp 60 juta—Rp250 juta tarif 15%

3.Penghasilan Rp250 juta—Rp500 juta tarif 25%

4.Penghasilan Rp500 juta—Rp5 miliar tarif 30%

5.Penghasilan di atas Rp5 miliar tarif 35%

Selain itu, Ditjen Pajak pun saat ini sedang mengkaji dan mendalami pengenaan pajak transaksi kripto dan NFT, termasuk mengenai skema pengenaan pajaknya. Adapun kajian yang lebih komprehensif diperlukan karena kedua aset digital ini merupakan hal baru.

 

 

Penulis: Kontributor / Boy Riza Utama

Editor: Anju Mahendra

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU