30 C
Jakarta
Sabtu, 23 November, 2024

Sepak Terjang Aturan JHT sejak Periode Megawati hingga Jokowi

JAKARTA, duniafintech.com – Polemik yang terjadi di sekitar terbitnya aturan baru dari Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah soal Jaminan Hari Tua atau JHT yang disimpan di BPJS Ketenagakerjaan baru dapat cair sepenuhnya ketika peserta memasuki usia 56 tahun memunculkan banyak tanggapan.

Namun, di luar tanggapan yang jamak beredar tersebut, sejatinya aturan JHT ini memang sempat mengalami perubahan dari masa ke masa. Setidaknya, aturan JHT ini menuai sorotan pada dua era kepresidenan RI, yakni Megawati Soekarnoputri dan Joko Widodo.

Sebelumnya, kemunculan polemik JHT ini lantaran dana ini diketahui bisa langsung cair secara penuh ketika peserta resign, kena PHK, atau tidak lagi menjadi WNI, yang semuanya berlaku pada era Menaker Hanif Dhakiri. Hanif sendiri adalah menteri tenaga kerja pada era Jokowi sebelumnya, yang kemudian digantikan oleh Ida Fauziyah pada periode yang sedang berlangsung saat ini.

Di sisi lain, iuran JHT pun terbilang cukup besar, yaitu mencapai 5,7 persen dari total gaji pekerja setiap bulannya. Adapun aturan baru JHT ini termaktub dalam dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Lantas, bagaimana sepak terjang aturan JHT ini dari masa ke masa? Simak ulasannya di bawah ini, seperti dikutip dan dirangkum dari Kompas.com, Antara, dan CNN Indonesia, Kamis (17/2/2022).

Dibuat di era Presiden Megawati

Dalam sejarahnya, Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 ini sejatinya adalah implementasi dari regulasi yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 ini pun secara yuridis telah sejalan dengan Pasal 35 dan 37 UU SJSN junto PP Nomor 46 tahun 2015. Adapun UU SJSN adalah regulasi yang disusun dan disahkan oleh pemerintahan Megawati Soekarnoputri ketika masih menjabat sebagai Presiden RI di tahun 2004.

Di dalam aturan yang diteken langsung oleh Megawati pada 19 Oktober 2004 silam itu, pada Pasal 37 disebutkan bahwa manfaat JHT berupa uang tunai baru bisa dicairkan sekaligus ketika pekerja sudah berusia pensiun alias 56 tahun.

“Manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap,” demikian bunyi Pasal 37 ayat (1).

Pada pasal yang sama di UU SJSN itu, pembayaran JHT boleh saja dibayarkan sebelum pekerja memasuki usia pensiun, tetapi besarannya hanya diberikan sebagian, dengan syarat bahwa pekerja harus sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan minimal 10 tahun.

Nantinya, jumlah uang JHT yang bakal diterima pekerja, yakni hasil akumulasi iuran yang ditambah dengan hasil pengembangan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Kemudian, jika peserta meninggal dunia sebelum usia 56 tahun, JHT boleh saja diwariskan kepada ahli warisnya yang berhak menerima manfaat jaminan sosial ini.

Pada era Presiden Megawati juga kemudian lahir UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Di antara pasal yang paling kontroversial saat itu adalah diperbolehkannya perusahaan melakukan alih daya alias outsourcing. Aturan itu pun masih berlaku sampai hari ini.

Usaha kedua Jokowi

Lini masa berikutnya terjadi pada era pemerintahan periode pertama Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pada masa itu, tepatnya tahun 2015 silam, Jokowi pernah mencoba untuk menahan dana JHT milik pekerja sampai dengan usia pensiun.

Namun, pada Juli 2015, terjadi kehebohan lantaran adanya penolakan perubahan skema pencairan JHT tersebut. Nyaris mirip dengan polemik JHT yang terjadi sekarang, pemerintah kala itu juga mengeluarkan aturan bahwa pencairan JHT dapat dilakukan jika pekerja telah memasuki usia 56 tahun.

Tak ayal, kebijakan yang diberlakukan serentak sejak 1 Juli 2015 itu membuat banyak peserta yang hendak mencairkan dana JHT harus gigit jari. Bahkan, akibat perubahan yang dinilai kurang sosialisasi ini, sempat juga terjadi kericuhan di sejumlah kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan.

Kala  itu, para pekerja yang telah membawa dokumen lengkap dan berharap dapat mencairkan dana JHT justru harus pulang dengan tangan hampa setelah mengetahui adanya perubahan aturan pencairan.

Adapun aturan pencairan JHT pada tahun 2015 ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) No 46 Tahun 2015. PP itu adalah implementasi dari UU No 40 Tahun 2004 yang diteken saat era Presiden Megawati.

Dikritik Puan

Polemik yang lahir dari aturan terbaru JHT pada tahun 2022 ini menuai sorotan dari Ketua DPR RI, Puan Maharani. Terkait itu, pihaknya meminta pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meninjau ulang tata cara pencairan JHT bagi masyarakat.

“Perlu diingat, JHT bukanlah dana dari pemerintah, melainkan hak pekerja pribadi karena berasal dari kumpulan potongan gaji teman-teman pekerja, termasuk buruh,” ucapnya, Rabu (16/2/2022).

Menurut Puan, hal ini disampaikannya menyoroti Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) yang dapat banyak penolakan sebab permenaker baru tersebut telah mengubah cara pencairan JHT.

“Kebijakan itu sesuai dengan peruntukan JHT. Namun, kurang sosialisasi dan tidak sensitif terhadap keadaan masyarakat, khususnya para pekerja,” sebut putri Megawati itu.

Dalam pandangannya, permenaker itu memberatkan para pekerja yang membutuhkan pencairan JHT sebelum usia 56 tahun. Terlebih lagi, dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, banyak pekerja yang kemudian dirumahkan atau bahkan terpaksa keluar dari tempatnya bekerja.

“Banyak pekerja yang mengharapkan dana tersebut sebagai modal usaha atau mungkin untuk bertahan hidup dari beratnya kondisi ekonomi saat ini. Sekali lagi, JHT adalah hak pekerja,” tegasnya.

Dihidupkan Ida Fauziyah

Selama dua periode pemerintahan Jokowi, aturan pencairan jaminan hari tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan sering kali berubah-ubah. Puncaknya, saat ini, adalah perubahan terakhir yang dilakukan oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, yakni dengan melarang pencairan JHT sebelum peserta berusia 56 tahun.

Meski Jokowi sempat mengubah aturan itu pada periode pertama—setelah adanya gelombang protes dari kalangan buruh dan pihak-pihak lainnya—, tujuh tahun kemudian Menaker Ida Fauziyah menghidupkan lagi aturan yang “mati suri” tersebut.

Kali ini, Ida Fauziyah menerbitkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022, yang diketahui kembali mencantumkan syarat usia 56 tahun dalam pencairan JHT BPJS Ketenagakerjaan. Tak pelak, aturan ini kembali menuai kritik dari publik.

Bahkan, ada 401.281 orang yang menandatangani petisi daring untuk menuntut pencabutan peraturan dimaksud. Puncak dari polemik ini adalah ketika buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berdemonstrasi di depan gedung kantor Kemenaker di Jakarta.

Tuntutan mereka, setidaknya ada dua. Pertama, Menaker Ida Fauziyah harus mencabut aturan yang dibuatnya itu. Kedua, Jokowi dituntut untuk mencopot Ida Fauziyah yang merupakan kader PKB itu dari jabatan menteri tenaga kerja yang disandangnya saat ini.

 

 

 

 

Penulis: Kontributor / Boy Riza Utama

Editor: Anju Mahendra

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU