JAKARTA, duniafintech.com – Tren jumlah platform investasi bodong atau ilegal yang ditutup setiap tahun sejatinya sudah mengalami tren penurunan. Akan tetapi, jenis dan modus operasinya diketahui terus berkembang.
Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI), Tongam L. Tobing. Ia menerangkan, kerugian masyarakat terkait investasi ilegal dalam 10 tahun terakhir mencapai Rp117,5 triliun, yang puncaknya terjadi pada tahun 2019 silam.
Secara rinci, ada sebanyak 79 platform yang ditutup pada tahun 2017, lalu berlanjut ke 106 platform pada tahun 2018, dan sebanyak 442 platform pada tahun 2019.
Kemudian, jumlahnya pada tahun 2020 turun ke 347 platform, lalu menjadi sebanyak 98 platform pada tahun 2021, sedangkan sepanjang tahun 2022 ini sudah ada 21 platform yang ditutup.
Disampaikan Tongam, modus terkini yang tengah menjadi sorotan, yakni binary option, robot trading, dan pencatutan nama entitas resmi melalui media sosial. Seluruhnya punya memiliki pendekatan yang berbeda untuk menjebak korban.
“Kami sudah menghentikan 634 platform perdagangan berjangka ilegal, termasuk binary option, seperti Binomo, IQ Option, Olymptrade, serta platform lain sejenis,” katanya, dikutip dari Bisnis.com, Rabu (23/2/2022).
Adapun binary option, sambungnya, merupakan praktik judi lantaran di dalamnya tidak ada perdagangan komoditas ataupun investasi. Pasalnya, di sini hanya ada tebak-tebakan dengan mempertaruhkan sejumlah uang, yang umumnya menawarkan pialang berjangka di luar negeri dan banyak menyasar melalui media sosial.
“Kami memanggil 5 afiliator atau influencer binary option yang sudah punya banyak followers. Pada saat pertemuan, kami telah menyampaikan supaya menghentikan promosi dan training trading, serta menandatangani surat pernyataan untuk menghapus semua konten terkait. Kami tidak berhenti di sini, tentu kami akan memverifikasi afiliator lainnya, karena semua kegiatan promosi mereka itu termasuk ilegal,” jelasnya.
Terkait robot trading ilegal, SWI memandang bahwa modus utama di dalamnya sejatinya adalah money game melalui skema multi level marketing (MLM). Oleh sebab itu, tidak mengherankan kemudian ketika sejumlah platform menjanjikan imbal hasil tetap meski asetnya sedang turun sebab sebenarnya keuntungan ini diperoleh dari perekrutan member baru.
“Sekarang, yang banyak masalah itu di robot trading, yang menempel di broker tidak berizin berdomisili di luar negeri. Kebanyakan menipu dengan menjanjikan imbal hasil tetap, yang tentu sangat tidak logis. Ini termasuk ke dalam money game. Sekarang, sudah ada 19 entitas investasi robot trading ilegal yang dihentikan SWI,” tuturnya.
Lebih jauh, menyoal penawaran investasi via media sosial atau aplikasi chat, di antaranya Telegram, ia pun mengingatkan supaya masyarakat harus cermat.
“Investasi ilegal di Telegram itu sering mencatut nama entitas legal. Kemudian, biasanya, memasukkan kita ke dalam suatu grup. Kalau menemui hal ini, langsung blokir dan tinggalkan saja. Setelah itu, laporkan kepada SWI,” tutupnya.
Penulis: Kontributor / Boy Riza Utama
Editor: Anju Mahendra