JAKARTA, duniafintech.com – Kelangkaan minyak goreng di berbagai wilayah di Indonesia telah menciptakan berbagai persoalan di masyarakat, bahkan harga juga melonjak. Berbagai intervensi yang dilakuakan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) dinilai tak membuahkan hasil.
Ombudsman Republik Indonesia menilai bahwa akar permasalahan dari kelangkaan dan melonjaknha harga minyak goreng ini adalah tingginya disparitas antara harga DPO, HET, dengan harga pasar.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengungkapkan, saat ini terdapat disparitas harga DPO, HET, dengan harga pasar sebesar Rp8.000-Rp9.000/kg yang rawan dimanfaatkan oleh spekulan.
“Akar permasalahan sebagai dampak stabilisasi pasokan dan harga minyak goreng adalah tingginya disparitas antara harga DPO, HET, dengan harga pasar,” katanya dalam konferensi pers, Selasa (15/3).
Tingginya disparitas harga ini, sambungnya, memunculkan para spekulan yang memanfaatkan momentum untuk melakukan penimbunan dan penyelundupan minyak goreng, sehingga menimbulkan kelangkaan di masyarakat.
“Munculnya spekulan yang memanfaatkan kondisi disparitas harga yang sangat besar antara HET dengan harga di pasar tradisional yang sulit untuk diintervensi,” ujarnya.
Oleh karena itu, dia mengatakan bahwa untuk menyelesaikan persoalan kelangkaan minyak goreng ini disparitas harga harus lebih dulu ditangani. Sebab, jika gap disparitas harga ini masih lebar berbagai intervensi yang dilakukan oleh pemerintah akan gagal.
“Fungsi pengawasan tidak akan berhasil diterapkan ketika disparitas harga terjadi dengan gap yang sangat besar,” ucapnya.
Dia samping itu, kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng di pasaran juga disebabkan oleh perbedaan data DMO yang dilaporkan dengan realisasinya.Â
Sebab, jika mengacu laporan Kemendag pada 8 Maret 2022 telah dikeluarkan DMO sebanyak 415.787 ton atau setara 461.985 kilo liter yang melebihi kebutuhan setiap bulannya, namun faktanya di lapangan kelangkaan masih terjadi.
Data ini, menurutnya, harus dikonfirmasi dengan data dari para distributor untuk mencocokkan dengan realisasi DMO.Â
Selain itu, kelangkaan juga dapat dipicu oleh penurunan produksi oleh para produsen. Karena, tidak semua produsen minyak goreng mendapatkan CPO DMO dengan harga DPO.Â
“Juga, tidak semua produsen minyak goreng berorientasi ekspor. Sehingga kapasitas produksi minyak goreng diduga mengalami penurunan, untuk menghindari kerugian,” urainya.
Sementara itu, di masyarakat juga masih terdapat panic buying sebagai respons terhadap belum adanya jaminan ketersediaan minyak goreng, terlebih lagi menghadapi puasa dan hari raya.Â
Penulis: Nanda Aria
Admin: Panji A Syuhada