32.1 C
Jakarta
Jumat, 22 November, 2024

Pajak Kripto Dinilai Kemahalan, Dikhawatirkan Industri Kripto di Indonesia Tertinggal

JAKARTA, duniafintech.com – Pemerintah memastikan akan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) final atas penyerahan aset kripto. Pajak Kripto tersebut akan diterapkan mulai 1 Mei 2022.

PPN yang akan dikenakan untuk aset kripto sebesar PPN final 0,1%. Para investor mesti bersiap-siap dengan hal tersebut.

Mengenai keputusan ini, CEO Indodax, Oscar Darmawan menilai pengenaan PPN Final dan PPh masing-masing sebesar 0,1% masih cukup mahal. Ia berharap pajak yang diberikan bisa lebih murah lagi.

Sebab ia khawatir, jika tarif pajak terlalu tinggi, akan membuat industri kripto Indonesia yang saat ini sedang memimpin di pasar Asia Tenggara, justru bisa tertinggal.

“Harapan kami sebagai industri, kalau bisa pajaknya lebih murah lagi, jadi jangan 0,1 persen,” ujar Oscar dalam segmen Closing Bell di CNBC Indonesia, Senin (4/4/2022) kemarin.

Jika memungkinkan total PPN Final dan PPh yang dikenakan mencapai 0,1%. Ia berharap tarif pajak yang ditetapkan untuk kripto sama seperti yang dikenakan pada transaksi saham di Indonesia.

“Karena dengan skema yang sekarang sedang didiskusikan ada di tarif pajak totalnya 0,2% per transaksi. Jadi itu artinya dua kali tarif pajak saham, yang kami harapkan itu bisa sama atau lebih rendah,” ungkap Oscar.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk pembelian aset kripto sebesar 0,1 persen. Pajak yang dikenakan bersifat final.

“Betul, PPh 0,1 persen dan PPN 0,1 persen (untuk kripto), sifatnya final semua,” ungkap Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama, Jumat (1/4/2022) kemarin.

Ia mengatakan PPh dan PPN untuk beli aset kripto akan diterapkan mulai 1 Mei 2022. Saat ini, pemerintah masih merumuskan aturan teknis dalam bentuk peraturan menteri keuangan (PMK).

“Betul (sekarang masih tunggu PMK),” jelas dua.

Menurut Yoga, pemerintah sengaja mengenakan PPN dan PPh karena Bank Indonesia (BI) serta Kementerian Perdagangan menetapkan kripto sebagai komoditas, bukan alat pembayaran.

“Kripto itu memang terkena PPN karena bukan uangnya, BI tidak pernah bilang itu alat bayar, Bappebti, Kementerian Perdagangan menganggap itu komoditas,” ungkapnya.

 

Penulis: Kontributor/Panji A Syuhada

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU