JAKARTA – Tren belanja pakai paylater makin marak dalam beberapa tahun terakhir. PT Pefindo Biro Kredit, atau lebih dikenal sebagai IdScore, melaporkan adanya peningkatan jumlah pengguna layanan buy now pay later (BNPL) atau pakai paylater.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh IdScore, hingga Juni 2024, jumlah pengguna BNPL mencapai 14,37 juta, mengalami kenaikan sebesar 9,35% secara tahunan (year-on-year/YoY), atau 0,36% jika dilihat dari total debitur. Rata-rata, setiap debitur memiliki hingga tiga kontrak aktif.
“Peningkatan ini menunjukkan bahwa produk BNPL masih diminati meski ada tantangan dalam daya beli masyarakat,” ujar Direktur Utama IdScore, Yohanes Arts Abimanyu.
Portofolio Kredit Pakai Paylater Meningkat
Selain itu, total portofolio pinjaman kredit BNPL tercatat mencapai Rp30,14 triliun, meningkat 19,7% (YoY) pada periode yang sama. Bank umum mencatat pertumbuhan tertinggi untuk produk ini, mencapai 68,45%, dari Rp3,94 triliun pada Juni 2023 menjadi Rp6,63 triliun pada Juni 2024.
Abimanyu menjelaskan bahwa pertumbuhan di sektor bank umum tersebut enam kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan sektor fintech, yang hanya mencatatkan pertumbuhan sebesar 11,35% (YoY), dari Rp6,53 triliun pada Juni 2023 menjadi Rp7,27 triliun pada Juni 2024.
Dari sisi geografis, mayoritas pengguna BNPL tersebar di Jawa Barat, dengan persentase 24,95% yang mencakup Rp7,52 triliun, diikuti oleh DKI Jakarta dengan 14,10% yang mencapai Rp4,25 triliun, dan Jawa Timur dengan 10,8% yang mencakup Rp3,26 triliun.
Dari segi usia, pengguna BNPL terbanyak berada di rentang usia 21—30 tahun, dengan jumlah mencapai 6,9 juta debitur.
“Sebaran pengguna BNPL, sebanyak 48,06%, berada di rentang usia 21—30 tahun, diikuti oleh usia 31—40 tahun sebesar 29,3%,” ungkap Abimanyu.
Kelompok usia 31—40 tahun memiliki 4,2 juta debitur, sementara usia 41—50 tahun tercatat mencapai 1,8 juta debitur. Selanjutnya sebanyak 866.200 debitur berada pada usia di bawah 20 tahun mencapai.
Setelah itu, usia 41—50 tahun menyumbang Rp300 miliar dalam kredit macet, sementara usia di bawah 20 tahun hingga 20 tahun menyumbang Rp40 miliar. Usia 51—55 tahun tercatat menyumbang kredit macet sebesar Rp50 miliar, dan usia di atas 55 tahun sebesar Rp40 miliar.
Penyebab Generasi Milenial jadi Beban Utang Paylater
Ekonom menyoroti berbagai faktor yang menyebabkan kelompok usia 31—40 tahun berisiko lebih tinggi dalam menyumbang kredit macet pada pembiayaan BNPL. Salah satu faktor utamanya adalah besarnya tanggungan hidup.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyebut bahwa pada usia 31—40 tahun, banyak orang sudah menikah atau memiliki keluarga, yang meningkatkan beban hidup mereka, sehingga sulit untuk membayar paylater.
“Semakin banyak kebutuhan, semakin sulit juga untuk membayar utang BNPL karena dana lebih dulu digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup,” jelas Huda.
Ia juga menekankan pentingnya kualitas penilaian kredit (credit scoring) saat mengajukan BNPL. Menurutnya, yang paling krusial adalah menganalisis biaya hidup calon peminjam dibandingkan dengan penghasilan mereka.
“Dengan begitu, bisa diketahui kemampuan pembayaran calon peminjam. Integrasi data perbankan dan data alternatif sangat diperlukan,” tambahnya.