JAKARTA – Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) memutuskan untuk tidak mengajukan revisi terhadap Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 5 Tahun 2022 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI). Langkah ini awalnya dipertimbangkan karena premi produk unit link mengalami penurunan. Pada semester I/2024, AAJI mencatat premi unit link mencapai Rp36,68 triliun, turun 13,8% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp42,56 triliun.
Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon, menjelaskan bahwa mayoritas perusahaan asuransi jiwa lebih memilih untuk tidak mendukung usulan revisi ini. Hal ini diungkapkan dalam pertemuan antara AAJI dan pimpinan perusahaan asuransi jiwa pada akhir Juni lalu.
āAkhirnya kami tidak ajukan karena para CEO perusahaan asuransi jiwa menilai pengajuan revisi ini tidak mudah. Jangan sampai kami meminta revisi SEOJK PAYDI tapi anggota yang menjual unit link sedikit, sehingga terkesan kurang serius kepada OJK,ā jelas Budi seusai konferensi pers Kinerja Semester I/2024 di Jakarta.
Perusahaan Belum Siap Revisi Aturan Unit Link
Meski demikian, AAJI masih membuka kemungkinan diskusi lebih lanjut apabila revisi dirasa perlu, mengingat beberapa perusahaan masih membutuhkan waktu untuk menyempurnakan produk unit link mereka sesuai dengan SEOJK PAYDI yang berlaku sejak Maret tahun lalu.
āDaripada memaksa revisi tapi perusahaan belum siap menjual unit link lagi, lebih baik ditunda sampai ada kesepakatan bulat dari para CEO untuk maju ke OJK,ā tambahnya.
Budi mengungkapkan bahwa salah satu tantangan di lapangan adalah tenaga pemasar yang lebih terbiasa memasarkan produk unit link, mengingat premi unit link sempat mendominasi total premi industri hingga 70%, namun kini hanya mendekati 40%.
āPerlu pelatihan lebih mendalam,ā ujarnya.
Menurutnya, keseimbangan antara produk tradisional dan unit link penting dijaga agar tidak ada dominasi yang berlebihan, khususnya terkait produk tradisional.
Ada Keseimbangan Unit Link dan Produk Tradisional
Ia juga menyoroti potensi risiko dominasi produk tradisional jika tidak diimbangi dengan investasi yang tepat. AAJI berharap ada keseimbangan antara unit link dan produk tradisional, menyesuaikan dengan preferensi nasabah yang lebih tua cenderung memilih produk tradisional, sedangkan yang lebih muda memilih yang menawarkan investasi. Budi yakin bahwa peluang pertumbuhan unit link masih ada, meskipun membutuhkan waktu.
Sebelumnya, AAJI berencana membahas tiga isu dengan pemimpin perusahaan asuransi jiwa. Pertama, terkait perpindahan tenaga pemasar asuransi antar perusahaan, di mana aturan saat ini dinilai sudah usang. Kedua, mengenai menyusutnya premi unit link di tengah naiknya produk tradisional. Ketiga, tentang inflasi medis yang memicu peningkatan klaim kesehatan dalam beberapa tahun terakhir, yang memerlukan perhatian khusus karena inflasi kesehatan lebih tinggi daripada inflasi nasional.