JAKARTA – Pendapatan investasi yang berhasil diperoleh Perusahaan asuransi umum PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk mencapai Rp250 miliar.
Capaian tersebut menunjukkan adanya kenaikan pendapatan pada semester I/2024 sebesar 18% year-on-year (yoy).
Tugu Insurance mencatat, instrumen terbesar diperoleh dari obligasi dengan porsi 58% yang didominasi oleh portofolio SUN.
Menyusul berikutnya, deposito berjangka dengan porsi sebesar 28%.
Berikutnya, reksadana dengan nominal sebesar 11%.
Selanjutnya disusul pada instrumen saham bursa.
Pendapatan Investasi SUN jadi Intrumen Andalan
Menanggapi hal itu Direktur Keuangan dan Layanan Korporat Tugu Insurance Emil Hakim mengungkapkan, SUN akan menjadi andalan pada semester II/2024.
“Ini merupakan pilihan instrumen investasi,” katanya.
Menurutnya, investasi tersebut dilakukan untuk mendukung industri asuransi.
Hal itu menyusul penerbitan SUN Seri FR0105 yang telah diterbitkan pemerintah.
Penerbitan itu dilakukan menggunakan mekanisme private placement.
Jumlah total secara keseluruhan mencapai Rp3 triliun dengan tenor panjang mencapai 40 tahun.
Secara umum kata Emil, instrumen obligasi merupakan alokasi penempatan yang paling dominan.
Hal itu sesuai dengan ekspektasi pasar ke depan.
“Sehingga seharusnya belum ada rencana perubahan yang signifikan dari alokasi investasi saat ini,” katanya.
Emil menjelaskan, sebagai buffer likuiditas, tugu insurance diharapkan mampu mengoptimalkan instrumen investasi dengan tenor pendek.
Terutama dari segi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Dalam waktu terakhir kata Emil, pihaknya telah melakukan sejumlah akumulasi SRBI.
Namun, hingga saat ini sambung Emi, masih memerlukan sejumlah penambahan bertahap.
Performanya kata Emil akan berdampak pada sisi ekonomi.
Menurut pengamatan Emil, ekspektasi penurunan suku bunga dari segi sentimen global turut dipengaruhi oleh The Fed.
“Akhir-akhir ini mengalami penguatan,” paparnya.
Hal itu sebut Emil, terefleksi di pasar domestik dengan tren penguatan rupiah akhir-alhir ini.
“Tampaknya pasar saham juga kembali terlihat rebound,” sebutnya.
Sehingga, penurunan yield SUN juga terus berlanjut sejak pertengahan tahun.
Sejauh ini sejumlah perusahaan tampak mulai menaikkan pembobotannya pada pasar Indonesia.
“Ada perbaikan sentimen pasar yang terlihat cukup kuat,” terangnya.
Untuk itu ia berharap, kondisi ini akan terus berlanjut dan berlangsung hingga akhir tahun 2025.
Tenor Panjang
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mengungkapkan, SUN memiliki tenor terpanjang selama penawaran di pasar domestik.
SUN diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 51/PMK.08/2019 tentang Penjualan SUN Dengan Cara Private Placement.
Penerbitan SUN diharapkan dapat dilaksanakan melalui mekanisme lelang secara reguler
Direktur Surat Utang Negara DJPPR Deni Ridwan dalam keterangannya di Jakarta baru-baru ini mengatakan, SUN diterbitkan untuk diperdagangkan.
“Dengan tingkat kupon sebesar 6,875 persen tetap (fixed rate) per tahun,” kata Ridwan.
Imbal hasilnya sebut Ridwan mencapai imbal hasil atau yield sebesar 6,930 persen.
Ridwan menjelaskan, jatuh tempo SUN jatuh pada tanggal 15 Juli 2064.