JAKARTA – Tren laba fintech tengah mengalami penurunan. Pinjaman online (pinjol) Modalku tengah mengalami penurunan laba industri, sehingga perusahaan peer-to-peer (P2P) lending itu harus berusaha keras dalam mewujudkan profitabilitas.
Diketahui, saat ini laba P2P lending pada Juni 2024 lalu mengalami penurunan sebesar 25,41 persen.
Dihitung secara secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp336,01 miliar.
Pada periode yang sama tahun sebelumnya, laba komprehensif juga mengalami penurunan sebesar 25,19% yoy menjadi Rp337,15 miliar.
Tren penurunan laba tersebut sejalan dengan pendapatan non operasional yang mengalami penurunan drastis.
Angkanya mencapai sebesar 45,73% yoy menjadi Rp92,45 miliar dari Rp170,37 miliar.
Meski demikian, dari segi pendapatan operasional sempat mengalami kenaikan sebesar 13,68% yoy menjadi Rp6,45 triliun dari Rp5,67 triliun.
Jika dibandingkan dengan pencapaian kuartal terakhir tahun 2023 angka tersebut masih terbilang kecil.
Karena pendapatan operasional dengan pencapaian kuartal konsisten di angka dua digit.
Kisaran angka Rp10,4 triliun hingga Rp12,5 triliun.
Tren Laba Fintech Menurun, Semester Pertama Pendapatan Stabil
Arthur Adisusanto, Country Head Modalku mengatakan, pinjol modalku pada semester awal tahun 2024 mengalami pendapatan yang stabil.
“Kedepan berencana untuk meningkatkan kinerja,” papar Arthur Adisusanto.
Untuk itu Arthur berkomitmen menjadikan capaian dan penurunan tersebut sebagai bagian untuk penguatan kedepan.
Ia menyadari betul, penurunan batas maksimal manfaat ekonomi untuk pendanaan sektor produktif mulai 2026 menjadi 0,067%.
Angka tersebut mengalami penurunan dari sebelumnya 0,1%.
Arthur menjelaskan, dari segi pendanaan sektor konsumtif, batas maksimum manfaat ekonomi akan diturunkan ke angka 0,2%.
Penerapan itu kata Arthur akan diwujudkan pada awal tahun 2025 mendatang.
“Akan menjadi 0,1% mulai 1 Januari 2026,” paparnya.
Terapkan Strategi Selektif
Pinjol Modalku sejak Juni lalu telah sepakat menerapkan strategi selektif dalam menyalurkan pendanaan ke sektor produktif.
Kebijakan tersebut dijadikan sebagai sarana penyaluran pendanaan agar tepat guna.
Menurut Arthur strategi tersebut bertujuan agar nasabah mampu meningkatkan UMKM.
Terutama bagi UMKM yang bergerak di industri dengan potensi pertumbuhan yang positif.