JAKARTA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan perlu meningkatkan pendapatan dari iuran program Jaminan Kematian (JKM). Diperkirakan, rasio klaim JKM akan mencapai 100% pada tahun 2026. Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menyoroti tiga Peraturan Pemerintah (PP) yang memengaruhi pendapatan iuran JKM di tengah kekhawatiran kekurangan dana untuk membayar klaim.
3 Peraturan Pemerintah jadi Sorotan BPJS Watch
Pertama, PP Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) mengatur pendanaan JKP berasal dari rekomposisi iuran JKM sebesar 0,10%. Timboel menyarankan revisi aturan ini, mengusulkan agar pendanaan diambil dari iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) karena rasio klaim JKP rendah dan dana masih mencukupi. Saat ini, proses revisi PP 37/2021 sedang berlangsung.
Kedua, PP Nomor 82 Tahun 2019 yang mengubah PP Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian meningkatkan manfaat bagi peserta JKM, di mana ahli waris berhak atas manfaat hingga Rp42 juta dan beasiswa hingga Rp174 juta.
Meski menguntungkan peserta, Timboel menyoroti penambahan manfaat ini tidak diikuti peningkatan iuran, diperparah dengan kasus fraud yang sering terjadi. Ia menyarankan BPJS Ketenagakerjaan lebih selektif dalam proses rekrutmen untuk menghindari potensi penyalahgunaan manfaat.
Ketiga, PP Nomor 49 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Iuran Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Selama Bencana Nonalam Penyebaran Covid-19, memberikan keringanan pembayaran iuran JKM sebesar 99% selama periode Agustus 2020 hingga Januari 2021, yang sangat memengaruhi pendapatan iuran.
Defisit Dana Jaminan Sosial
Timboel juga mengkritik kenaikan iuran JKM yang diamanatkan dalam PP Nomor 44 Tahun 2015 tidak pernah efektif dilaksanakan, karena tarif iuran tetap di 0,3% dan tarif bagi peserta Bukan Penerima Upah (BPU) masih Rp16.800, dengan rincian Rp10.000 untuk JKK dan Rp6.800 untuk JKM.
Berdasarkan laporan keuangan BPJS Ketenagakerjaan 2023 yang diaudit, pendapatan iuran JKM mencapai Rp3,55 triliun sementara beban jaminan sebesar Rp3,21 triliun. Total pendapatan BPJS mencapai Rp4,72 triliun dengan total beban Rp5,38 triliun, menyebabkan defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) JKM sebesar Rp653,31 miliar pada tahun 2023, jauh lebih buruk dibandingkan defisit tahun 2022 yang hanya Rp32,36 miliar.