33.7 C
Jakarta
Senin, 23 September, 2024

Alarm Bervolume Tinggi! Rasio Kredit Bermasalah BPR Tembus 11,49%, Industri Keuangan di Ujung Tanduk?

JAKARTA – Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mengalami penurunan kualitas kredit, yang tercermin dari peningkatan rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) dalam tujuh bulan pertama tahun 2024, tepatnya hingga Juli 2024. Seiring dengan memburuknya kualitas kredit, tercatat bahwa 15 bank telah dicabut izin operasionalnya oleh otoritas.

Yang terbaru, OJK secara resmi mencabut izin operasional PT Bank Perkreditan Rakyat Nature Primadana Capital, yang dinyatakan bangkrut. Keputusan ini dituangkan dalam Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-70/D.03/2024 pada 13 September 2024.

Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis oleh OJK, rasio NPL BPR melonjak menjadi 11,49% pada Juli 2024, dengan total NPL sebesar Rp16,71 triliun. Sementara itu, kredit macet mencapai Rp11 triliun, naik 25,12% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya (YoY).

Peningkatan Rasio Kredit Bermasalah BPR

Sebagai perbandingan, pada Juli 2023, rasio NPL BPR masih di level 9,79%, dengan nilai NPL sebesar Rp13,35 triliun, dan total kredit macet mencapai Rp8,87 triliun. Rasio NPL BPR telah meningkat secara bertahap sejak awal tahun 2024, dengan angka 10,25% di Januari, 10,55% di Februari, dan berturut-turut naik hingga mencapai 11,39% pada Juni.

Tedy Alamsyah, Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), menyatakan bahwa kenaikan NPL disebabkan oleh dampak dari pandemi yang masih terasa. Menurut Tedy, beberapa BPR baru mulai menyesuaikan kebijakan mereka pada akhir masa berlaku kebijakan relaksasi.

“Saya yakin situasi ini bersifat sementara. Seiring dengan pertumbuhan kredit, rasio NPL juga akan membaik,” ungkapnya.

Ia menambahkan, seluruh pelaku industri BPR berkomitmen untuk terus meningkatkan kinerja, baik dari segi kuantitas maupun kualitas, dengan harapan rasio NPL dapat ditekan di bawah 8%.

Tantangan BPR

Sementara itu, Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, memprediksi bahwa tahun depan BPR akan menghadapi berbagai tantangan, termasuk dinamika ekonomi global dan domestik serta adopsi teknologi informasi yang semakin masif. Hal ini akan berdampak pada perubahan perilaku, ekspektasi, dan kebutuhan masyarakat terhadap layanan keuangan, termasuk yang ditawarkan oleh BPR/BPRS.

Selain itu, BPR juga akan menghadapi persaingan ketat dalam penyaluran kredit atau pembiayaan ke segmen UMKM. Dian menegaskan, untuk menghadapi tantangan tersebut, BPR perlu memiliki daya tahan dan daya saing yang kuat agar dapat mempertahankan kinerja dan eksistensinya.

OJK sendiri telah menyusun peta jalan pengembangan industri BPR/BPRS, yang mencakup empat pilar utama: penguatan struktur dan daya saing, percepatan digitalisasi, peningkatan peran BPR di wilayahnya, serta penguatan pengaturan, perizinan, dan pengawasan.

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU