DuniaFintech.com – Di masa pandemi virus corona (Covid-19), ancaman siber di Indonesia meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Pasalnya, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) diminta untuk melakukan strategi antisipasi untuk meningkatkan keamanan dan ketahanan siber di saat pandemi ini.
Menurut data dari BSSN, selama Maret 2020 sudah ada sekitar 26.000 serangan siber. Tak bisa dipungkiri, Traffic internet dari rumah dipastikan memadat, sejauh ini penggunaan media sosial meningkat 40 persen. Sementara, penggunaan aplikasi belajar daring meningkat 5404 persen, aplikasi penunjang kerja dari rumah juga meningkat sebesar 443 persen.
Pengaruh dari ancaman siber di Indonesia meningkat ini tentu akan melibatkan pencurian dan kebocoran data. Langkah antisipatif harus dilakukan meskipun data tren serangan siber cenderung menurun setelah diberlakukan kebijakan bekerja dari rumah (WfH), dari Januari-Februari 2020 sekitar 28.000 serangan, menjadi sekitar 26.000 serangan pada Maret 2020.
Dalam Laporan Ancaman GTIC (Global Threat Intelligence Center) yang dibuat oleh NTT Ltd. pada bulan Maret dan April 2020, terjadi peningkatan serangan phishing. Serangan-serangan tersebut menggunakan subjek COVID-19 sebagai umpan. Peningkatan penderita wabah dan ketakutan akan Covid-19 digunakan dalam berbagai kampanye berbahaya melalui spam email, BEC, malware, ransomware, dan domain kejahatan.
Baca Juga:
- Palo Alto Beberkan Skema Tantangan Keamanan Siber di Tahun 2020
- Pameran Teknologi Keamanan Siber Dimeriahkan oleh 8 Negara
- Trend Micro Akuisisi Cloud Conformity Perkuat Keamanan Siber Cloud
Tim riset Trend Micro Indonesia baru-baru ini mencatat Indonesia menempati urutan keempat di kawasan Asia Pasifik dan Afrika sebagai negara penerima phising atau spam email terbanyak terkait ancaman siber di Indonesia pada kuartal I/2020. Indonesia berada di belakang India, Australia, dan Maroko. Selain melalui spam email, peningkatan ancaman dan kejahatan siber di Indonesia juga dilakukan menggunakan malware dan malicious Uniform Resource Locator (URL) link.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sendiri pada Desember 2019 lalu, telah mengeluarkan peringatan tentang potensi serangan siber berkedok kesehatan. Para penjahat siber menggunakan konten seperti tindakan keselamatan terkait virus Corona dalam melancarkan aksinya.
BSNN menjelaskan bahwa serangan siber ini dapat mempengaruhi berjalannya sistem elektronik dengan serangan virus, pencurian data, informasi pribadi, hak kekayaan intelektual perusahaan, hingga gangguan akses terhadap layanan elektronik. Lebih lanjut, menangani serangan siber ini, BSNN menyarankan untuk segera melakukan pemulisan sistem dan data elektronik sesegera mungkin untuk menghindari dampak lebih parah dari ancaman ini.
(DuniaFintech/VidiaHapsari)