32 C
Jakarta
Kamis, 28 Agustus, 2025

Asosiasi Fintech P2P Lending : KPPU Rugikan Member

ASOSIASI Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menanggapi tuduhan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) soal kartel bunga pinjaman online atau pinjol. Ketua Bidang Humas Kuseryansyah menilai tuduhan tersebut membentuk opini publik yang merugikan para anggota asosiasi.

Kasus dugaan kartel pinjol bermula dari penyelidikan KPPU pada 2023 soal monopoli bunga utang yang diduga diatur oleh asosiasi pinjaman daring (pindar) itu. Pada 2025, komisi menetapkan puluhan anggota AFPI sebagai terlapor dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang melarang pelaku usaha fintech peer to peer lending melakukan perjanjian penetapan harga.

Dalam sesi diskusi dengan media di Jakarta, Rabu, 27 Agustus 2025, seperti dikutip dari Tempo, Kuseryansyah menjelaskan soal kasus tersebut. Ia memaparkan, sejak asosiasi dibentuk 2018, AFPI memandang perlu menetapkan panduan tertulis atau code of conduct soal besaran bunga.

Menurut dia, langkah tersebut merupakan arahan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tujuannya untuk melindungi konsumen dari bunga tinggi yang diterapkan pinjol ilegal karena banyak kasus yang merugikan konsumen. “Pada saat itu untuk melindungi konsumen dari predatory lending, waktu itu ada proses hukum di Polres Sleman. Waktu itu bunga yang dikenakan 4 persen,” kata Kuseryansyah.

Predatory lending adalah praktik pemberian pinjaman dengan syarat, bunga, dan biaya yang tidak wajar dan menipu. Misal, pinjaman Rp 3 juta dalam beberapa bulan jadi Rp 30 juta. AFPI dilarang menetapkan itu. “Karena itu kami bikin pembatasan,” ujarnya lagi.

Mulanya, AFPI menerapkan batas bunga pinjaman sebesar maksimal 0,8 persen lalu asosiasi menurunkannya menjadi 0,4 persen pada 2021. Alasannya, jika batas bunga lebih dari nilai tersebut, maka akan dianggap sebagai predatory lending dan kurang pro terhadap konsumen. Namun surat keputusan kode etik itu kemudian dicabut pada Oktober 2023 setelah OJK menerbitkan aturan baru soal batas bunga pinjaman.

Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/SEOJK.06/2023 mengatur penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI). Untuk pinjaman produktif ditetapkan maksimal manfaat bunga sebesar 0,1 persen, sedangkan pendanaan konsumtif maksimal 0,3 persen.

Kuseryansyah menjelaskan sejak aturan itu terbit, code of conduct atau kode etik tak lagi jadi acuan AFPI. Sehingga, kata dia, yang dianggap bukti oleh KPPU semestinya sudah tidak berlaku lagi. Namun kasus dugaan kartel bunga pinjol tetap diteruskan KPPU.

Tahun ini sebanyak 97 pindar anggota asosiasi ditetapkan sebagai terlapor. Mengutip laman KPPU, pada 14 Agustus 2025 komisi menggelar sidang beragendakan pembacaan laporan dugaan pelanggaran (LDP) oleh Investigator. Sidang juga akan kembali digelar pada 28 Agustus dengan agenda pemeriksaan kelengkapan dan kesesuaian alat bukti.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU-FHUI) Ditha Wiradiputra mengatakan pelanggaran yang dituduhkan cukup serius yakni masalah kartel. “Namun ketika proses persidangan dimulai ternyata tuduhan yang diarahkan kepada perusahaan-perusahaan ini  adalah pelanggaran pasal 5, dugaan pelanggaran praktek penetapan harga atau price fixing,” ucapnya.

Ditha meminta KPPU menelaah kembali latar belakang penetapan bunga oleh AFPI. Menurut dia asosiasi memang perlu menetapkan bunga karena belum ada kebijakan dari OJK.

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, menjelaskan pengaturan batas maksimum suku bunga yang diberlakukan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) merupakan arahan dari OJK.

“Penetapan batas maksimum manfaat ekonomi atau suku bunga tersebut ditujukan demi memberikan pelindungan kepada masyarakat dari suku bunga tinggi, sekaligus untuk membedakan pinjaman online legal dengan yang ilegal,” kata Agusman.

Pengaturan tersebut ditetapkan sebelum terbitnya SE OJK Tahun 2023 tentang penyelenggaraan pinjaman online. Setelah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) disahkan, ketentuan batas maksimum yang ditetapkan AFPI tidak lagi berlaku dan sepenuhnya mengacu pada regulasi OJK.

Meski demikian, Agusman menegaskan bahwa lembaganya tetap menghormati proses penyelidikan yang tengah dilakukan oleh KPPU. “OJK mencermati dan menghormati jalannya proses hukum yang tengah dilakukan oleh KPPU,” ucapnya.

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU