26.4 C
Jakarta
Selasa, 24 Desember, 2024

Asuransi Unit Link Kembali Makan Korban, Peran OJK Jadi Sorotan

JAKARTA, duniafintech.com – Produk asuransi unit link atau asuransi yang berbasis investasi kembali memakan korban. Terbaru, kasus ini menimpa sejumlah nasabah Prudential.

Terkait maraknya korban unit link, peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi sorotan. Pasalnya, industri perasuransian sendiri memang diatur oleh OJK. Inilah tiga poin yang menjadi sorotan dari pengamat asuransi Irvan Rahardjo, seperti dilangsir dari Detik.com, Jumat (21/1/2022).

  1. Pengawasan-Perlindungan Konsumen Lemah

Menurut Irvan Rahardjo, OJK lemah dalam menjalankan fungsi pengawasan dan perlindungan konsumen. Hal itu, sambungnya, disebabkan oleh adanya konflik kepentingan, mengingat industri asuransi selama ini menyetorkan iuran kepada OJK.

“Nah dia (OJK) kan lemah soal pengawasan dan perlindungan konsumen, di antaranya penyebabnya karena ada konflik kepentingan karena dia dihidupi dari iuran industri sehingga dia tidak bisa semudah itu membela konsumen. Karena dia hidup dari iuran industri keuangan, jadi ada konflik kepentingan,” ucapnya.

Ditambahkannya, faktor lainnya adalah karena adanya gap antara peraturan yang ketat dengan pengawasan yang lemah, termasuk untuk industri asuransi unit link. Dalam pandangannya, pengawasan di OJK lemah lantaran otoritas keuangan ini tidak konsisten menegakkan aturan.

“Itu yang sering terjadi, misalnya dalam banyak kasus kan sudah kami lihat soal Jiwasraya sudah bertahun-tahun mengalami kesulitan keuangan, Bumiputera, Kresna Life, WanaArtha,” paparnya.

  1. Penjualan Unit Link Harus Dibatasi

Terkait hal itu, ia pun menyarankan agar produk unit link dimoratorium secara terbatas, yakni dengan melarang perusahaan asuransi menjual produk unit link ini kepada masyarakat yang literasi asuransinya masih sangat terbatas.

Pasalnya, dalam praktiknya, penjualan produk unit link ini begitu merugikan masyarakat lantaran menggunakan kanal bancassurance, yaitu nasabah yang mempunyai uang di bank akan dialihkan ke unit link tanpa pengetahuan yang cukup dari si nasabah.

“Jadi, ada semacam asimetri information, nasabah tidak tahu produk apa, sedangkan (pihak) asuransi tahu nasabah punya dana sehingga dibujuk dialihkan ke unit link, itu tanpa penjelasan, transparansi, dan sebagainya,” bebernya.

Maka dari itu, dirinya pun meminta agar penjualan unit link dihentikan kepada nasabah yang belum punya pengetahuan mengenai produk keuangan. Hal itu karena pada dasarnya para nasabah “baru” asuransi ini datang ke bank tidak bermaksud untuk beli asuransi, tetapi hanya ingin menabung.

Namun, pihak asuransi selalu mengiming-imingi bahwa unit link adalah tabungan, padahal bukan sama sekali.

“Narasi besarnya, moratorium unit link bagi mereka yang belum paham, seperti minuman keras-lah, minuman keras itu kan terlarang untuk anak-anak yang belum dewasa karena berbahaya. Begitu pun unit link berbahaya sekali karena itu membutuhkan pengetahuan investasi,” sebutnya.

  1. Sarankan untuk Kalangan Atas

Lebih jauh, ia pun menyarankan agar sebaiknya unit link ini diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan tinggi, memiliki pengetahuan tentang investasi, serta punya kemampuan untuk menanggung risiko.

Adapun faktanya, kata dia lagi, memang miris lantaran unit link sebagai produk yang sangat rumit malah dijual kepada masyarakat yang sama sekali tidak tahu produk keuangan, terlebih lagi tentang asuransi.

Dalam pengamatannya, ada unsur kesengajaan mengapa produk asuransi berbasis investasi ini ditawarkan kepada mereka yang minim literasi.

“Itu dijual ke sembarang orang, ke pedagang, pengasong, tukang bubur, tukang ojek, tukang jamu, dan sebagainya. Itu kan sangat menyengsarakan,” tandasnya.

 

Penulis: Kontributor / Boy Riza Utama

Editor: Anju Mahendra

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU