25 C
Jakarta
Kamis, 19 September, 2024

Aturan Dana Pensiun, Beban Baru atau Investasi Masa Depan bagi Pekerja Indonesia?

JAKARTA – Pemerintah saat ini sedang merancang aturan dana pensiun bagi pekerja di Indonesia. Dengan adanya hal ini, dapat dikatakan bahwa pegawai swasta nantinya dikenakan iuran tambahan untuk dana pensiun, selain Jaminan Hari Tua (JHT) yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Kepala Eksekutif Pengawas PPDP OJK, Ogi Prastomiyono, menyatakan bahwa regulasi ini akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) dan selanjutnya diterjemahkan dalam Peraturan OJK (POJK). Penyelenggaraan dana pensiun ini dapat dilakukan melalui Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).

“Pekerja dengan penghasilan di atas batas tertentu akan diminta untuk menyetor iuran tambahan untuk dana pensiun secara sukarela, tetapi sifatnya wajib,” ujar Ogi.

Tujuan Aturan Dana Pensiun

Tujuan dari aturan ini adalah untuk meningkatkan replacement ratio, yaitu rasio pendapatan saat pensiun dibandingkan dengan gaji yang diterima ketika masih bekerja. Saat ini, replacement ratio di Indonesia masih di bawah standar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO).

Sebelumnya, OJK menargetkan agar perlindungan pensiun yang diterima pekerja mencapai 40% dari penghasilan terakhir, sementara saat ini cakupan proteksinya masih di angka 20%.

“Saat ini tengah disusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang akan menentukan besaran penghasilan yang dikenakan iuran pensiun tambahan, dan pelaksanaannya akan bersifat kompetitif, bisa melalui DPPK atau BPJS Ketenagakerjaan, namun kemungkinan besar melalui DPPK,” kata Ogi.

Selain itu, cakupan proteksi BPJS Ketenagakerjaan juga akan ditingkatkan. Saat ini, proteksi JHT dan Jaminan Pensiun di BPJS Ketenagakerjaan sebesar 8,7% dari penghasilan terakhir.

“Targetnya ditingkatkan hingga 40%, sehingga manfaat pensiun akan menjadi 40% dari penghasilan terakhir. Aturan ini diharapkan keluar pada Januari 2025, dan OJK akan mengeluarkan peraturan turunan untuk implementasinya,” tambah Ogi.

Potensi Beban Tambahan Bagi Pekerja

Pekerja kelas menengah saat ini juga menghadapi berbagai potongan gaji, seperti iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dan rencana asuransi wajib kendaraan bermotor.

Skema Tapera mengharuskan kontribusi dari pekerja sebesar 2,5% dari penghasilan dan 0,5% dari pemberi kerja. Namun, manfaat pembiayaan perumahan dari Tapera hanya diberikan kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sementara pekerja non-MBR hanya berfungsi sebagai ‘penabung’ yang akan menerima hasil simpanan ketika pensiun atau terkena PHK.

Sedangkan untuk asuransi wajib kendaraan bermotor atau third party liabilities, pengendara yang menyebabkan kerugian pada pihak ketiga dapat mengganti kerugian tersebut melalui klaim asuransi.

Wayan Pariama, Wakil Ketua Bidang Teknik 3 AAUI, pernah menyebutkan perkiraan premi sebesar Rp300 ribu per tahun. Menurutnya, nilai tersebut tidak akan membebani masyarakat, terutama bagi yang mampu membeli mobil.

“Jika diwajibkan, mungkin akan ada yang merasa ini beban tambahan. Tapi bagi yang mampu membeli mobil, tidak seharusnya merasa keberatan dengan premi sekitar Rp300 ribuan,” ujarnya.

Sebagai gambaran, tarif asuransi mobil saat ini sekitar 1% dari nilai pertanggungan hingga Rp100 juta, dengan tarif yang lebih murah jika nilai pertanggungan lebih besar.

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU