JAKARTA, duniafintech.com – Berita ekonomi hari ini terkait sejumlah tantangan sekaligus solusi dalam mengatasi isu kesenjangan pembangunan infrastruktur. Menurutnya, masalah kesenjangan infrastruktur tersebut berdampak pada daya saing dan produktivitas sehingga harus segera diatasi.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menuturkan tantangan pertama berkaitan dengan sumber daya. Meski ketersediaannya cukup banyak, masing-masing sumber pembiayaan memiliki perbedaan dalam memandang risiko dan imbal laba yang diharapkan. Sehingga, menurut Menkeu ini menjadi salah satu poin yang harus dibahas untuk menangani kesenjangan infrastruktur.
Baca juga:Â Berita Ekonomi Hari Ini : Menteri ESDM Tetapkan ICP dan Subsidi Listrik
Bagi Indonesia sendiri, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa pemerintah memiliki alokasi anggaran untuk infrastruktur dalam bentuk belanja dan pembiayaan atau investasi. Namun, besarannya relatif terbatas jika berdiri sendiri.
Oleh karena itu pemerintah termasuk pemda harus menarik lebih banyak modal pendanaan. Terlebih, tiap-tiap pemerintah daerah memiliki kapasitas fiskal yang berbeda-beda di mana hal tersebut juga memerlukan intervensi dukungan kebijakan dari pemerintah pusat.
Tantangan kedua menurut Sri Mulyani terkait dengan pipeline dan juga partisipasi pihak swasta. Pipeline dimaksud yaitu termasuk persiapan struktur dari pembiayaannya.
“Jadi ini tidak hanya ‘oh, saya akan membangun rel kereta api seperti ini, jalan tol seperti ini’, tapi kita juga mempertimbangkan siapa yang akan membiayai proyek ini, dan itu bergantung pada seberapa menariknya infrastruktur ini,” kata Sri Mulyani.
Ia mengatakan, ketika ada kesepakatan dengan pihak swasta, maka selera risikonya pun juga akan berbeda. Menurut Menkeu, swasta tentu ingin berpartisipasi, tetapi mereka juga punya besaran laba yang diharapkan. Dengan kata lain, risiko masih menjadi tantangan utama.
“Biasanya pemerintah akan mengintervensi tidak hanya dalam belanjanya, tetapi bagaimana kita bisa menyediakan pengembangan pipeline proyek. Oleh karena itu, kita punya Project Development Facility (PDF) di Indonesia. Anda bahkan bisa menjamin sebagian risikonya sehingga proyek tersebut bisa menarik sektor swasta,” ujar Sri Mulyani.
Lebih lanjut, Sri Mulyani mengungkapkan risiko tersebut bisa berwujud risiko politik, bencana alam, dan juga risiko kebijakan. Sebagai contoh, dalam sektor energi listrik atau jalan tol, kebijakan pemerintah untuk mengatur tarif bisa berpengaruh pada pendapatan.
Baca juga:Â Berita Ekonomi Hari Ini: Mendag Teken Perjanjian Keamanan Pangan
“Yang ketiga, tentang ekosistem. Bagi Indonesia kita sangat perlu untuk mengembangkan sejumlah instrumen, baik itu pembiayaan. Sektor swasta ingin berpartisipasi tapi dalam bentuk pinjaman ke pemerintah. Jadi penerbitan green bonds, sukuk, ini adalah bentuk partisipasi pihak swasta dalam bentuk pinjaman, jadi kami meminjam dari mereka,” ungkap Sri Mulyani.
Ia melanjutkan, jika sektor swasta menginginkan selera risiko yang lebih tinggi yaitu dalam bentuk pembiayaan ekuitas, maka mereka memiliki ekspektasi yang juga lebih tinggi lagi terkait imbal laba yang akan diperoleh.
“Dalam pembiayaan ekuitas ini, ini adalah kerangka kerja risiko yang harus dihadapi dan oleh karenanya instrumen terkait penjaminan dan manajemen risiko akan mengambil peranan,” jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani pun memaparkan upaya pemerintah untuk menggandeng sektor swasta dalam bentuk public-private partnership secara berkelanjutan dan transparan.
“Di Indonesia, kami juga membentuk Special Mission Vehicle (SMV) seperti PT SMI, IIF, penjaminan seperti PT PII, dan Indonesia Sovereign Wealth Fund. Kesemuanya dibuat untuk menyediakan keterlibatan langsung dengan sektor swasta, dengan level selera risiko dan level kerumitan yang berbeda-beda,” kata Sri Mulyani.
Baca juga:Â Berita Ekonomi Hari Ini: PPN Digital Capai Rp13,87 Triliun
Tiga Hal Penting Membangun Infrastruktur Berkelanjutan
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memaparkan tiga pilar yang dianggap esensial dalam mewujudkan pembangunan infrastruktur berkelanjutan. Menurutnya, kerangka kebijakan, persiapan, dan kolaborasi antar pemangku kepentingan harus menjadi fokus utama dalam mendorong daya tarik pendanaan infrastruktur di seluruh kawasan ASEAN.
“Pertama, pentingnya lingkungan yang mendukung, ini erat hubungannya dengan kebijakan. Jika kita mampu merancang kebijakan yang tepat, maka potensi pendanaan yang tepat dapat diakses untuk merealisasikan proyek infrastruktur,” ujar Sri Mulyani.
Dalam uraian keduanya, Sri Mulyani menggarisbawahi pentingnya persiapan dalam perancangan proyek infrastruktur. Ia menegaskan bahwa proses perencanaan dan penyiapan proyek sebelum pelaksanaan pembangunan sebenarnya merupakan tahap yang sangat krusial.
Baca juga:Â Berita Ekonomi Hari Ini: Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,17 Persen
“Meskipun infrastruktur telah diakui sebagai elemen krusial, namun perencanaan dan persiapan sebelum memulai pembangunan justru menjadi aspek yang tidak kalah penting,” tambahnya.
Menurutnya, banyak negara menghadapi tantangan dalam menyusun rencana yang tepat untuk proyek infrastruktur. Misalnya, proyek-proyek seperti penyediaan air bersih, pembangunan jalan, jaringan listrik, dan telekomunikasi membutuhkan persiapan yang matang.
“Terutama ketika kita mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial, dan juga manajemen risiko yang tak bisa diabaikan,” tegas Sri Mulyani.
Dalam poin ketiga, Sri Mulyani menyoroti pentingnya kolaborasi antar pemangku kepentingan. Hal ini karena skema dan sumber pendanaan investasi sering melibatkan berbagai pihak.
“Ini berarti bahwa kemampuan untuk berkolaborasi menjadi penting tanpa meningkatkan biaya transaksi, melainkan justru menyederhanakan proses yang ada,” kata Sri Mulyani.
Berdasarkan hal ini, Sri Mulyani mengajak semua pihak yang terlibat untuk berkolaborasi dengan sinergi dalam membangun tata kelola yang baik dan efisien. Tujuannya adalah agar berbagai proyek infrastruktur dapat dijalankan dengan sukses.