JAKARTA, duniafintech.com – Berita ekonomi hari ini terkait lembaga internasional seperti Asian Development Bank (ADB) dan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) merevisi ke atas outlook pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023.
Setelah sebelumnya pesimis dengan ekonomi Indonesia, sejumlah lembaga tersebut merevisi ke atas prospek ekonomi Tanah Air pada tahun ini.
Berikut ini berita ekonomi hari ini selengkapnya, seperti dinukil dari Bisnis.com, Selasa (26/9/2023).
Berita Ekonomi Hari Ini: Pemerintah Canangkan Target 5—5,3 Persen
Pemerintah Indonesia sendiri mencanangkan target 5 persen—5,3 persen untuk pertumbuhan ekonomi 2023. Sementara Bank Indonesia memiliki target yang lebih lebar, yaitu 4,5—5,3 persen.
Baca juga: Berita Ekonomi Hari Ini: Utang Indonesia Meningkat, Tambah Utang dari ADB
Adapun, hingga kuartal II/2023, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi RI yang masih di atas 5 persen, tepatnya 5,17 persen. Sementara untuk semester I/2023, ekonomi tercatat tumbuh 5,1 persen.
Secara umum, lembaga internasional tersebut memproyeksikan kondisi ekonomi global masih akan melambat, imbas dari pengetatan moneter global. OECD melihat pertumbuhan PDB global diproyeksikan akan tetap di bawah rata-rata pada 2023 dan 2024, masing-masing sebesar 3 persen dan 2,7 persen, tertahan oleh pengetatan kebijakan ekonomi makro yang diperlukan untuk mengendalikan inflasi.
Bagaimana proyeksi ekonomi RI dari ADB dan OECD?
ADB
Dalam rilis terbaru ADB – Asian Development Outlook September 2023, melihat potensi ekonomi Indonesia yang mampu tumbuh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya di angka 4,8 persen menjadi 5 persen pada tahun ini. Sementara inflasi juga diramal lebih baik dari perkiraan ADB sebelumnya, di tingkat 4,2 persen menjadi 3,6 persen.
ADB menilai permintaan domestik diperkirakan akan lebih dari sekadar mengimbangi perlambatan ekspor barang dalam memacu kinerja ekonomi Indonesia.
“Pada sisa tahun 2023, normalisasi penuh mobilitas dan daya beli yang lebih tinggi dengan inflasi yang lebih rendah akan mendorong rebound spending, meskipun suku bunga yang lebih tinggi mungkin sedikit mengerem permintaan,” tulis ADB dalam Asian Development Outlook September 2023.
Lembaga tersebut juga melaporkan ekspektasi umum dari pesta politik 2024 atau pemilu diyakini akan berjalan dengan lancar dan tetap memacu investasi bisnis.
OECD
Sepakat dengan ADB, OECD merevisi ke atas outlook pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,2 persen menjadi 4,9 persen pada 2023. Dalam OECD Economic Outlook, Interim Report September 2023, lembaga tersebut memandang pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) di negara-negara berkembang utama Asia, yaitu Indonesia akan stabil di 5 persen.
“Pertumbuhan PDB di negara-negara berkembang utama Asia lainnya, India dan Indonesia, diproyeksikan relatif stabil pada tahun 2023 dan 2024: sekitar 6 persen untuk India dan 5 persen untuk Indonesia,” tulis OECD.
OECD juga melihat capaian inflasi Indonesia akan menurun di bawah 4 persen pada tahun ini dan semakin menurun di tahun depan.
Berita Ekonomi Hari Ini: Utang Indonesia Meningkat, Tambah Utang dari ADB
Sebelumnya, laporan resmi dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), utang pemerintah Indonesia hingga 31 Agustus 2023 mencapai Rp 7.870,35 triliun. Hal ini tercantum dalam laporan Buku APBN KiTA.
Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar Rp 633,74 triliun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), serta peningkatan sebesar Rp 14,82 triliun dibandingkan dengan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm).
Tingkat pertumbuhan utang tersebut telah mengakibatkan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) per Agustus 2023 menjadi 37,84%, naik dari angka bulan sebelumnya yang berada di level 37,78%, namun tetap lebih rendah dibandingkan akhir tahun sebelumnya, yaitu 39,70%.
Namun demikian, rasio utang tersebut tetap berada di bawah batas aman yang ditetapkan sebesar 60% PDB, sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Rasio ini juga masih sesuai dengan yang ditetapkan dalam Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2023-2026, yang berada di kisaran 40%.
Komposisi utang pemerintah terdiri dari dua jenis, yakni surat berharga negara (SBN) dan pinjaman. Mayoritas utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN, mencapai 88,88%, sedangkan sisanya adalah pinjaman sebesar 11,12%.
Baca juga: Berita Ekonomi Hari Ini: Ekonomi Indonesia Solid, APBN Surplus
Secara rinci, jumlah utang pemerintah dalam bentuk SBN mencapai Rp 6.995,18 triliun. Dari jumlah tersebut, SBN dalam bentuk domestik mencapai Rp 5.663,94 triliun yang terdiri dari Surat Utang Negara sebesar Rp 4.576,43 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 1.087,51 triliun.
Sedangkan utang pemerintah dalam bentuk SBN valuta asing mencapai Rp 1.331,24 triliun hingga Agustus 2023, terdiri dari Surat Utang Negara sebesar Rp 1.027,65 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 303,59 triliun.
Selanjutnya, utang pemerintah dalam bentuk pinjaman mencapai Rp 875,17 triliun, yang terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 25,11 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 850,05 triliun.
Secara rinci, pinjaman luar negeri sebesar Rp 850,05 triliun terbagi menjadi pinjaman bilateral sebesar Rp 264,56 triliun, pinjaman multilateral sebesar Rp 524,10 triliun, dan pinjaman dari lembaga keuangan komersial sebesar Rp 61,39 triliun.
Kementerian Keuangan menegaskan bahwa pengelolaan utang pemerintah telah dilakukan dengan baik dan risiko terkendali, termasuk dalam hal komposisi yang optimal terkait mata uang, suku bunga, dan jatuh tempo. Pada akhir Agustus 2023, profil jatuh tempo utang Indonesia tergolong aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) sekitar 8 tahun.
Pemerintah Indonesia menekankan prioritasnya pada pengadaan utang dengan tenor menengah hingga panjang dan efektif dalam pengelolaan portofolio utang.
Baca juga: Berita Ekonomi Hari Ini: Sektor Pajak dan APBN Terkendali
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com