JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia kali ini akan mengulas tentang kesiapan fintech lending (P2P) menyongsong tahun 2023.
Diketahui, pada Senin (19/12/2022) lalu, beberapa chief executive officer (CEO) fintech lending berkumpul di acara CEO’s Mind di Jakarta.
Kegiatan itu dilakukan untuk menentukan arah bisnis pada tahun 2023. Adapun kolaborasi yang lebih erat menjadi bekal bagi industri lebih percaya diri menyongsong tantangan di tahun depan.
Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dinukil dari Beritasatu.com, Rabu (21/12/2022).
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Laporan soal Fintech Jadi Aduan Terbanyak ke OJK Tahun Ini
Berita Fintech Indonesia: Lebih Siap Menyongsong Tahun 2023
Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Sunu Widyatmoko, lewat acara CEO’s Mind ini, pimpinan fintech lending berkumpul dan berdiskusi membagikan gambaran dan pandangan mereka di tahun depan.
Di sini, regulator dan ekonom pun ikut dihadirkan untuk memberi arahan seiring industri menyiapkan rencana bisnis (business plan).
“Dengan business plan yang baik, kami akan lebih siap menyongsong tahun 2023 dan berkolaborasi lebih erat dengan lembaga jasa keuangan termasuk dengan perbankan. Kami semua bisa bergandeng tangan menghadapi tahun depan dengan lebih percaya diri,” kataya kepada Investor Daily, Selasa (20/12/2022) kemarin.
Diterangkan Sunu, tahun 2023 akan menjadi tahun yang penuh tantangan bagi semua pihak lantaran adanya ancaman resesi global.Â
Kendati demikian, dalam berbagai kesempatan, pemerintah sudah menyampaikan bahwa posisi Indonesia akan lebih resilient dalam menghadapi ancaman tersebut.
Maka dari itu, pemerintah dan pelaku bisnis tetap optimis dapat menghadapi kondisi tahun depan.
Akan tetapi, penerbitan POJK Nomor 10 tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) sudah mengubah posisi industri fintech lending dari sebelumnya masih di posisi sebagai startup atau perusahaan rintisan, naik kelas menjadi lembaga jasa keuangan lainnya.
“Dengan demikian, penting bagi para pelaku bisnis di industri fintech lending lebih mengedepankan compliance dan good corporate governance atau GCG,” tuturnya.
Ia pun menambahkan bahwa saat ini peran industri fintech lending semakin nyata dengan akumulasi pembiayaan mencapai Rp 476,89 triliun per Oktober 2022.Â
Di samping itu, fintech lending pun sudah merambah 93,39 juta pengguna yang terdiri dari akumulasi rekening borrower mencapai 92,40 juta dengan rekening aktif sebesar 18,71 juta, serta akumulasi rekening lender mencapai 980.370 dengan rekening aktif sebesar 151.240.
Standar Terkait Etik
Di lain sisi, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono, juga ikut mendorong industri fintech lending dapat terus bersinergi dan berkolaborasi dengan berbagai pihak.
Diharapkan, para pelaku industri fintech lending bisa menjalankan bisnisnya sesuai tata kelola dan manajemen risiko yang baik di bawah naungan AFPI.
“Kami berharap AFPI menjadikan anggota punya standar terkait dengan etik, bagaimana melakukan usaha ini dan juga bisa berperan untuk menjadi mediator antara OJK sebagai regulator dan pelaku usaha yang menjadi anggota AFPI,” sebutnya.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Aftech Berkomitmen Tingkatkan Literasi Keuangan Digital
Menurut Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK, Tris Yulianta, terdapat enam tantangan yang harus diatasi oleh industri fintech lending pada tahun depan.Â
Adapun tantangan yang dimaksud, misalnya governance and risk management, keandalan sistem dan credit scoring, pengembangan produk/model bisnis, hadirnya undang-undang perlindungan data pribadi, eksplorasi ekosistem, dan keamanan siber.
“Oleh karena itu, ada tiga pilar untuk menjadikan industri fintech lending tumbuh berkualitas, sehat, dan berkontribusi signifikan pada perekonomian nasional, yakni penguatan kepada penyelenggara fintech lending sendiri, penguatan kepada lembaga profesi dan asosiasi, serta penguatan di internal OJK yang sedang dilakukan,” tutur Tris.
Berita Fintech Indonesia: Kemenkeu Kantongi Pajak Fintech & Kripto Sebesar Rp441,55 M
Sementara itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, penerimaan pajak fintech dan kripto untuk periode Juni hingga 14 Desember 2022 sudah mencapai Rp 441,55 miliar.
Pajak Fintech sendiri mulai berlaku sejak 1 Mei 2022 lalu dan mulai dibayarkan dan dilaporkan di bulan Juni.
Adapun hingga 14 Desember 2022, pemerintah sudah mengantongi Rp 209,8 miliar dari pajak fintech.
Rinciannya, Pajak Penghasilan (PPh) 23 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Subjek Dalam Negeri (WPDN) dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) dengan nilai Rp 121,65 miliar dan PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Subjek Luar Negeri (WPLN) mencapai Rp 88,15 miliar.
“Fintech P2P Lending juga sudah membayarkan PPh 23 atas bunga pinjaman yang mereka terima mencapai Rp 121,65 miliar dan PPh 26 final bunga pinjaman mencapai Rp 88,15 miliar,” kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam Konferensi Pers APBN Kita, Selasa (20/12) kemarin.
Di samping itu, pemerintah pun mengantongi pajak kripto dengan nilai Rp 231,75 miliar. Sama halnya dengan pajak fintech, pajak kripto juga mulai berlaku pada 1 Mei 2022 dan mulai dibayarkan dan dilaporkan bulan Juni.
Sebagai rinciannya, Pajak Penghasilan (PPh) 23 atas transaksi aset kripto melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik Dalam Negeri (PPMSE DN) dan penyetoran sendiri dengan nilai Rp 110,44 miliar dan PPN DN atas pemungutan oleh non bendaharawan mencapai Rp 121,31 miliar.
Sekian ulasan tentang berita fintech Indonesia yang perlu diketahui. Semoga bermanfaat.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Kemenkominfo Blokir 7.089 Fintech Ilegal di Platform Digital
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com