26.1 C
Jakarta
Senin, 18 November, 2024

Berita Fintech Indonesia: 21 Fintech Lending Catatkan Kredit Macet di Atas 5 Persen

JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terbaru terkait 21 penyelenggara fintech lending yang mencatat pembiayaan bermasalah.

Adapun pembiayaan bermasalah atau tingkat wanprestasi 90 hari (TWP 90) itu diketahui berada di atas 5%.

Dalam hal ini, apabila ditemukan bisnis tidak berkelanjutan maka perusahaan terkait berpotensi mendapatkan sanksi tegas dari pihak regulator.

Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dinukil dari Beritasatu.com, Rabu (8/2/2023).

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Tahun 2022, Fintech Lending Berhasil Salurkan Pembiayaan Rp232,15 Triliun

Berita Fintech Indonesia: OJK Lakukan Tindakan Pengawasan

Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, penanganan terhadap penyelenggara fintech lending dengan pembiayaan bermasalah di atas 5% dilakukan sesuai dengan POJK 10/2022 tentang Layanan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (Fintech P2P Lending).

Terkait hal tersebut, OJK akan terlebih dahulu melakukan tindakan pengawasan (supervisory action).

“Jadi, kami lihat bukan hanya TWP 90 saja, tetapi kondisi ekuitasnya, kemudian kondisi operasional perusahaan seperti apa? Nah (barulah) kami bisa melakukan tindakan-tindakan secara bertahap,” katanya.

Ia menjelaskan, supervisory action yang dilakukan OJK itu akan menghasilkan kesimpulan tentang kondisi suatu perusahaan.

Jika indikator kesehatan perusahaan menunjukkan bisnis tidak berkelanjutan maka OJK dapat memberikan tindakan yang lebih tegas terhadap beberapa perusahaan yang dimaksud.

“Terkait fintech lending dengan tingkat TWP 90 di atas 5%, posisi per akhir Desember 2022 itu berkurang menjadi 21 (penyelenggara),” paparnya.

Menurut catatan Investor Daily, jumlah itu relatif menurun dibandingkan awal Desember 2022.

Saat itu, OJK sempat memberi perhatian khusus terhadap 22 entitas fintech lending dengan pembiayaan bermasalah di atas 5%.

Sampai dengan saat ini, ada sebanyak 102 penyelenggara fintech lending yang telah berizin OJK.

Tidak Mudah Pertahankan Rasio TKB 90

Mengutip dari laman salah satu fintech lending, memang tidak mudah untuk mempertahankan rasio TKB 90 di posisi ideal 100% hanya dari satu sisi.

Penerima dana (borrower) yang bertanggung jawab bisa memaksimalkan pencapaian TKB 90 suatu perusahaan fintech lending.

Lebih jauh, terdapat sejumlah strategi untuk fintech lending mewujudkan rasio TKB 90 tetap terjaga di level yang sesuai.

Pertama, dari sisi internal, tim bisnis bisa memilih segmen pasar dengan mengutamakan aspek kehati-hatian.

Dengan demikian, borrower yang layak mendapatkan pendanaan adalah perusahaan-perusahaan dengan risikonya cukup minim dan memiliki karakteristik yang baik, sehingga ideal untuk didanai.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: LinkAja Jadi Bisnis Lending, Ini Kata Wamen BUMN

Kedua, tim analisis risiko melakukan analisis risiko dengan cermat sehingga menghindari borrower yang bermasalah atau tidak sesuai dengan RAC (Risk Acceptance Criteria).

Analisis risiko tersebut termasuk dengan memahami karakter pemohon pinjaman, sehingga keseimbangan dan tingkat kepercayaan pun terwujud antara pihak terkait.

Ketiga, mengoptimalkan peran collection. Terkait hal itu, collection team dapat turut membantu proses teknis/operasional untuk meningkatkan kelancaran angsuran. 

Termasuk peran tim tersebut dalam rangka menagih apabila terdapat potensi ketidaksesuaian waktu pelunasan.

berita fintech indonesia

Berita Fintech Indonesia: 17 Fintech Belum Penuhi Ekuitas Rp2,5 Miliar

Di sisi lain, sebanyak belasan perusahaan fintech peer to peer lending belum memenuhi ketentuan ekuitas.

OJK pun mencatat bahwa sebanyak 17 dari 102 fintech masih memiliki ekuitas di bawah Rp 2,5 miliar.

Padahal, perusahaan fintech harus penuhi ketentuan tersebut paling lambat pada 4 Juli 2023. 

Akan tetapi, menurut Kepala Eksekutif Pengawasan IKNB OJK, Ogi Prastomiyono, perusahaan-perusahaan itu masih punya waktu untuk memenuhi ketentuan ekuitas sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK (POJK) 10 Tahun 2022.

“Sesuai dengan POJK 10 tahun 2022, pemenuhan tersebut bertahap. Mereka masih ada waktu, karena sesuai POJK tersebut, pemenuhan ekuitas dilakukan secara bertahap,” sebutnya.

Di dalam peraturan itu, pemain fintech diwajibkan untuk memenuhi ketentuan ekuitas paling sedikit Rp 2,5 miliar dan harus dipenuhi paling lambat pada 4 Juli 2023. 

Kemudian, ketentuan ekuitas naik menjadi Rp 7,5 miliar hingga 4 Juli 2024 dan Rp 12,5 miliar sampai 4 Juli 2025. 

“Itu adalah jadwal yang kami berikan untuk perusahaan fintech lending,” ungkapnya.

Ketentuan tersebut termaktub dalam POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, yakni tepatnya pada bab VII bagian kesatu mengenai ekuitas penyelenggara pada pasal 50. 

“Penyelenggara wajib setiap saat memiliki ekuitas paling sedikit Rp 12,5 miliar. Ekuitas sebagaimana dimaksud wajib dilakukan secara bertahap,” demikian bunyi aturan itu.

Aturan tersebut adalah penyempurnaan dari POJK 77 Tahun 2016 sebagai upaya mengakomodasi perkembangan industri yang cepat, lebih kontributif dan memberikan pengaturan yang optimal dalam rangka meningkat perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan. 

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Tren Pendanaan Fintech Global Turun, Indonesia Aman?

Sekian ulasan terkait berita fintech Indonesia yang perlu diketahui. Semoga bermanfaat.

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU