JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terbaru terkait Danamart yang sudah mengantongi izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Februari.
Adapun startup urun dana atau securities crowdfunding ini pun bersiap memberikan pendanaan kepada UKM hingga Rp 10 miliar.
Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dinukil dari Katadata.co.id.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Kredit Macet Membayangi Industri Fintech Lending, OJK Ungkap Penyebabnya
Berita Fintech Indonesia: Urun Dana Jadi Alternatif Pendanaan
Menurut pendiri sekaligus CEO Danamart, Patrick Gunadi, pendanaan menjadi salah satu tantangan utama pelaku UKM di Indonesia dalam mengembangkan usaha.
Layanan urun dana dinilai menjadi alternatif pendanaan bagi UKM.
Adapun UKM dapat menerbitkan efek berbasis utang dalam menggalang dana untuk mendapatkan modal usaha.
UKM juga bisa menerbitkan efek berbasis ekuitas atau saham di platform Danamart untuk menambah modal. Proses penggalangan dana dilakukan secara online.
Patrick juga mengatakan, syarat terkait jaminan dan nilai aset saat UKM menggalang dana, lebih ringan ketimbang lembaga keuangan lain.
Danamart meraih pendanaan tahap awal atau seed funding dari sejumlah investor seperti Alexander Rusli sebagai pemegang saham sekaligus penasihat dan modal ventura Prasetia Dwidharma.
Perluas Pendanaan, Adapundi Gandeng Bank Digital
Sementara itu, startup yang bergerak di bidang financial technology (fintech) Andapundi siap memperluas pendanaan dengan menggandeng beberapa bank digital, baik melalui institusi atau pun channeling.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk terus bertumbuh sekaligus memperluas layanan keuangan yang lebih komprehensif dan dipersonalisasikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di Indonesia.
Menurut Direktur Adapundi, Achmad Indrawan, kolaborasi bersama bank digital menjadi kunci pertumbuhan perusahaan agar dapat terus mengakselerasi inklusi keuangan melalui teknologi bagi seluruh lapisan masyarakat.
“Sejak resmi beroperasi pada 2020, Adapundi terus berupaya dan berperan aktif mendukung pemerintah dalam mengakselerasi inklusi keuangan nasional, dengan menghadirkan berbagai inovasi, khususnya dalam menyediakan produk dan layanan bagi konsumen,” kata Achmad melalui keterangannya, dikutip pada Jumat (12/5/2023) dari Liputan6.com.
Pada tahun ini, kata dia, Adapundi masih akan terus memperluas kerjasama dengan beberapa bank digital maupun bank nasional untuk penyaluran dana yang lebih komprehensif.
Adapun juga sedang menjajaki kerjasama dengan beberapa bank, dua diantaranya telah terkoneksi dan go live dalam layanan. Langkah positif ini masih akan berlanjut dengan rencana kolaborasi bersama 10 bank digital lainnya.
Hingga kini, Adapundi mengeklaim sudah menyalurkan lebih dari 3,4 juta layanan pinjaman yang akan terus diperluas seiring dengan langkah-langkah strategis yang akan diambil perusahaan pada 2023.
Untuk diketahui, Adapundi sudah mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2 Juni 2021.
OJK sendiri mencanangkan target untuk meningkatkan indeks inklusi keuangan di Indonesia menjadi 90 persen pada 2024, sehingga layanan keuangan harus semakin mudah untuk didapatkan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Baca juga: OJK Catat Industri Fintech P2P Capai Pertumbuhan 36,45 Persen
Berita Fintech Indonesia: Kredit Macet Membayangi Industri Fintech Lending, OJK Ungkap Penyebabnya
Sebelumnya, dinukil dari Kompas.com, kredit macet masih membayangi industri financial technology (fintech) lending.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terdapat beberapa faktor yang membuat perusahaan fintech peer to peer lending dibayang-bayangi kredit macet yang tinggi.
Dikatakan Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Lembaga Penjamin, dan Dana Pensiun, Ogi Prastomiyono, faktor yang membuat perusahaan fintech lending dibayang-bayangi kredit macet dipengaruhi oleh kemampuan platform memfasilitasi penyaluran dana.
“Sehingga dapat memengaruhi outstanding pendanaan dan besarnya pendanaan yang masuk dalam periode macet,” katanya dalam keterangan resmi, dikutip pada Kamis (11/5/2023).
Ditambahkannya, kredit macet yang tinggi juga dipengaruhi oleh kualitas credit scoring kepada calon penerima pinjaman.
Sebaliknya, proses collection pinjaman yang sedang berjalan juga jadi salah satu faktor yang mempengaruhi.
Ia pun menyebut, tingginya kredit macet pada pinjaman online juga dipengaruhi oleh banyaknya kerja sama dengan ekosistem misalnya penyediaan fasilitas asuransi kredit.
Untuk bisa menekan angka kredit macet pada fintech lending, OJK meminta perusahaan yang punya TWP90 di atas 5 persen untuk mengajukan rencana aksi guna melakukan perbaikan pendanaan macet.
Bukan itu saja, OJK juga akan memonitor pelaksanaan rencana aksi perusahaan dengan ketat.
“Jika kondisinya lebih buruk, OJK melakukan tindakan pengawasan lanjutan sesuai ketentuan yang berlaku,” tuturnya.
Jumlah Fintech dengan TWP90 Sebanyak 23 Perusahaan
Menurut catatan OJK, jumlah fintech lending yang memiliki kredit macet atau TWP90 di atas 5 persen sebanyak 23 perusahaan per Maret 2023.
Angka itu mewakili 22,55 persen dari total penyelenggara pinjaman online ini.
Perlu diketahui, pada Februari 2023 jumlah fintech yang memiliki TWP di atas 5 persen sebanyak 19 perusahaan.
Angka ini turun dari jumlahnya di awal tahun 2023 sebanyak 25 entitas.
Secara agregat industri, OJK melaporkan jumlah TWP90 sampai periode akhir Maret 2023 sebesar 2,81 persen.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: AFPI Komitmen Dorong Literasi Keuangan dan Akses Pendanaan Produktif
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com