JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terkait Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mulai menyoroti platform fintech P2P lending Investree.
Hal ini dilakukan usai adanya keluhan dari beberapa masyarakat terkait pengembalian dana pemberi pinjaman yang terlambat
Berikut ini berita fintech Indonesia hari ini selengkapnya, seperti dinukil dari Kontan.co.id.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Resmi Berizin OJK, Danamart Siapkan Dana hingga Rp10 M untuk UKM
Berita Fintech Indonesia: Dua Bentuk Pengawasan Dilakukan
Menurut Kepala Eksekutif Grup Inovasi Keuangan Digital (IKD) OJK, Triyono Gani, ada dua bentuk pengawasan yang dilakukan, yakni pengawasan aspek kepatuhan terhadap aturan dan pemberian laporan dari P2P, kemudian pengawasan dengan aspek market conduct.
Selanjutnya, imbuh Triyono, pengawasan juga dilakukan dengan mempertimbangkan aspek market conduct yang salah satunya mencermati aduan dari masyarakat.
Ditegaskannya, pihaknya akan terus melakukan pengawasan terhadap Investree dan melakukan analisis lanjutan.
“Apabila dari hasil pengawasan dan analisis ditemukan pelanggaran atas ketentuan berlaku, OJK akan melakukan penegakan ketentuan dan mengenakan sanksi administratif berdasarkan peraturan yang berlaku,” katanya.
Ia menyampaikan, pengaduan masyarakat dapat menjadi masukan penting bagi OJK dalam memperdalam pengawasan atau market conduct.
Triyono menerangkan, saat ini, Investree memiliki tingkat kepatuhan yang baik.
Berdasarkan data yang disampaikan kepada OJK, Tingkat Keberhasilan Bayar 90 (TKB90) dari Investree per Maret 2023 berada di 96,99%.
“Secara besaran TKB90 Investree yang dimaksud masih berada di posisi relatif terkendali,” jelasnya.
Diterangkannya, prinsip P2P lending memang merupakan perjanjian antara pemberi dana dan peminjam.
Jika memang terjadi permasalahan maka ada tahapan yang bisa dilakukan lender, yakni menyelesaikan dengan bilateral, meminta bantuan Investree, dan melakukan pengaduan kepada asosiasi hingga OJK.
Berita Fintech Indonesia: Langkah Investree Selesaikan Pinjaman Macet
Adapun saat ini, kasus kredit macet sedang membayangi platform peer-to-peer (P2P) lending.
Sebelumnya, hal itu pun pernah terjadi pada PT Tani Fund Madani Indonesia (TaniFund), dengan total nilai investasi sebesar kurang lebih Rp 14 miliar dan sempat mencuri perhatian publik.
Saat ini, permasalahan kredit macet juga tengah menghantui PT Investree Radhika Jaya.
Para lender Investree ini pun mengeluh lantaran telatnya pembayaran hasil investasi.
Terkait permasalahan itu, Co-Founder & CEO Investree, Adrian Gunadi, mengatakan bahwa ada beberapa lender yang kemungkinan tidak terima dengan kondisi/penjelasan yang telah disampaikan pihaknya.
Ia menyampaikan, Investree sudah mengatakan kepada pemberi pinjaman bahwa penanganan tersebut membutuhkan waktu.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Kredit Macet Membayangi Industri Fintech Lending, OJK Ungkap Penyebabnya
“Jujur ada beberapa debitur yang pailit PKPU, ya, tahu sendiri proses PKPU di Indonesia itu panjang, kan. Informasi itu yang selalu kami berikan kepada lender dengan email dan sebagainya,” katanya, belum lama ini.
Ia menambahkan, terdapat sejumlah lender yang tidak dapat menerima penjelasan tersebut.
Pasalnya, mereka tetap meminta kepastian waktu pembayaran padahal Investree tak bisa menjamin sebab itu merupakan prinsip di industri tersebut sesuai dengan Peraturan OJK (POJK).
“Kami juga mengumumkan di website dengan cukup jelas bahwa layanan pinjam meminjam merupakan kesepakatan perdata antara pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman. Dengan demikian, risiko yang timbul dari kesepakatan sepenuhnya ditanggung masing-masing pihak. Di sini kami sudah mengumumkan risikonya,” tuturnya.
Ia menyampaikan, lender pun harus membaca lebih detail meski rating telah diberikan sebagai informasi profil risiko.
Pihaknya juga menginformasikan terkait si peminjam sudah berapa kali meminjam di Investree.
Penanganan Kredit Macet
Terkait penanganan kredit macet, Adrian mengatakan bahwa Investree akan melihat terlebih dahulu si peminjam kooperatif atau enggak.
Jika kooperatif maka bisa dilakukan restrukturisasi atau menarik panjang batas pengembalian biaya. Dampaknya, lender harus memahami itu.
Ia menyebut, ada juga yang tidak bisa bersabar meski mengetahui UMKM-nya sedang recovery dari dampak pandemi Covid-19.
Di samping memberikan informasi kepada lender, Adrian menyebut bahwa pihaknya juga melakukan langkah-langkah penagihan sesuai dengan apa yang ada dalam perjanjian tersebut.
“Jadi, kewenangan penagihan ada di Investree. Setelah itu, penyelesaian kewajiban juga menjadi tugas Investree. Misal, kami mau melakukan litigasi, Investree yang melakukan itu. Kami mengejar aset dari si pemilik atau mau menjual rumah pemilik itu ada di Investree. Jadi, langkah itu dilakukan atas kuasa dari si pemberi pinjaman,” paparnya.
Ditegaskannya, Investree melanjutkan komunikasi antara lender dengan borrower sesuai kontrak perjanjian. Hubungan hukum, lender hanya memberikan kuasa kepada Investree, termasuk kuasa penagihan.
“Balik lagi, risiko gagal bayar tetap ada, tetapi kami membantu menghindari risiko tersebut.Saya rasa komplain dari lender difasilitasi kami. Ada juga beberapa borrower meminta pembayaran selama 3 tahun, ya, mungkin lender enggak senang, tetapi itu bisa dilakukan karena ada payung restrukturisasi,” tandasnya.
Baca juga: OJK Catat Industri Fintech P2P Capai Pertumbuhan 36,45 Persen
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com