26.5 C
Jakarta
Senin, 9 Desember, 2024

Berita Fintech Indonesia: Ini Kata Modalku Terkait Rencana OJK Cabut Moratorium Izin Fintech

JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia kali ini terkait tanggapan Modalku soal pencabutan moratorium izin financial technology (fintech).

Seperti diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dikabarkan berencana mencabut moratorium atau penghentian sementara pendaftaran izin layanan financial technology (fintech) peer to peer lending atau pinjaman online (pinjol) tahun ini. 

Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dinukil dari Kompas.com.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Terkait Peluang Bisnis Fintech P2P Lending, Begini Kata Bos OJK

Berita Fintech Indonesia: Potensi Masyarakat Mengakses Fintech Lebih Besar

Menurut Co-Founder & CEO Modalku, Reynold Wijaya, moratorium fintech lending akan membuat potensi masyarakat untuk mengakses layanan fintech semakin besar. 

“Sehingga tentunya dapat mendukung inklusi keuangan di Indonesia,” ucapnya, dikutip pada Rabu (24/5/2023).

Akan tetapi, di samping itu, ia bilang, diperlukan pengawasan baik dari industri maupun dari regulator agar kegiatan usaha setiap penyelenggara fintech lending dapat dilaksanakan secara profesional dan bertanggung jawab. 

Ia pun menerangkan, pencabutan moratorium fintech lending merupakan salah satu cara memerangi pinjol ilegal. 

“Hal ini tentu perlu diperkuat dengan ketentuan permodalan dan ekuitas yang ditetapkan oleh OJK,” jelasnya.

Kecukupan modal merupakan salah satu cara untuk menentukan tingkat kesehatan perusahaan dan merupakan strategi untuk dapat bertahan dalam kondisi sulit. 

Untuk menjalankan kegiatan usaha dalam bidang layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi, penyelenggara diharapkan memiliki keuangan yang sehat. 

Oleh sebab itu, Reynold menyebut, persyaratan permodalan dan ekuitas menjadi salah satu tolok ukur yang direncanakan dan akan diatur ke depannya.

Di sisi lain, Reynold menegaskan pencabutan moratorium fintech lending tidak akan berdampak pada kinerja bisnis, terutama dalam penyaluran dana.

Hal itu karena Modalku menilai bahwa pangsa pasar industri fintech lending di Indonesia masih tinggi. 

Dengan demikian, masih banyak segmen UMKM yang perlu didukung melalui akses pendanaan. 

“Dari sisi manajemen risiko, dengan adanya pemain fintech lainnya, risiko kredit yang mungkin muncul bisa terbagi ke seluruh pemain, tidak hanya ditanggung oleh satu pemain,” tutupnya.

Berita Fintech Indonesia: Tanggapi Rencana Plafon Pinjaman Konsumtif Turun Jadi Rp500 Juta, Ini Kata Bos AdaKami

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: AFPI Sebut Pencabutan Moratorium Izin Fintech Tingkatkan Inklusi Keuangan

Platform peer-to-peer (P2P) lending alias pinjaman online PT Pembiayaan Digital Indonesia (Pinjol AdaKami) menilai rencana regulator mengatur ulang batas maksimum pinjaman konsumtif dari Rp2 miliar menjadi Rp500 juta.

Direktur Utama AdaKami Bernardino Moningka Vega menuturkan sebagai platform yang mayoritas bergerak di sektor konsumtif, batas maksimum pinjaman Rp500 juta akan membatasi perusahaan untuk memberikan pinjaman kepada nasabah.

“Kalau kita melihat batas kredit, [untuk] platformnya [AdaKami] melayani nasabah Rp500 juta ke atas, terus dibatasi dengan Rp500 juta, itu pasti berpengaruh. Karena itu terkait dengan value chain, mata rantai, so it will affect us,” ujarnya, dikutip dari Bisnis.com.

Bernardino menerangkan, AdaKami menyalurkan pinjaman konsumtif. Namun demikian, untuk penggunaan dana yang diterima untuk konsumtif atau produktif, itu kita kembali kepada peminjam. 

“Karena ada juga beberapa user yang menggunakan dana pinjaman di AdaKami untuk modal usaha,” tuturnya. 

berita fintech indonesia

Di sisi lain, Bernardino menilai untuk menghindari atau mengurangi kemungkinan gagal bayar, maka setiap perusahaan dapat melakukannya dengan memitigasi risiko. 

“Menurut saya, yang akan menghindari atau mengurangi kemungkinan gagal bayar itu adalah bagaimana kita bisa memitigasi risiko kredit yang kita miliki terhadap nasabah yang sedang mengajukan [pinjaman]. Yang penting adalah credit risk sesuai dengan bunga yang diberikan,” jelasnya. 

Mengutip laman resmi AdaKami pada Selasa (23/5/2023), perusahaan mengumumkan tingkat keberhasilan bayar 90 hari (TKB90) sebesar 99,84 persen. Artinya, tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) yang dimiliki AdaKami sangat rendah yakni 0,16 persen.

Batas Maksimum Terlalu Besar

Sebelumnya, Deputi Komisioner Pengawas Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Bambang W. Budiawan menilai batas maksimum pendanaan fintech senilai Rp2 miliar untuk sektor konsumtif terlalu besar dan dirasa lebih pas apabila sekitar Rp500 juta. 

“Ke depan, angka Rp2 miliar kepada borrower itu harus di-review [dikaji] kembali, karena kalau kami bayangkan untuk konsumtif hanya Rp2 miliar, itu terlalu besar. Jadi, coba kami atur, misalnya untuk multiguna, consumption loan, cash loan itu mungkin Rp500 juta [pendanannya] lebih pas, mungkin ya, kami coba nanti lihat,” katanya, belum lama ini.

Di sisi lain, lanjut Bambang, batas maksimum penyaluran pendanaan pemain fintech ke sektor produktif yang hanya Rp2 miliar dinilai tidaklah cukup. 

OJK menilai batas pendanaan ke sektor produktif bisa mencapai Rp10 miliar. 

“Sekarang kalau yang produktif, apakah itu cukup untuk Rp2 miliar? Menurut saya, nggak [cukup]. Jadi kami amati untuk [pendanaan ke sektor] produktif bisa di atas Rp2 miliar, bisa Rp3 miliar—Rp5 miliar, atau Rp5 miliar—Rp10 miliar bahkan,” jelasnya.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Kalangan Perseorangan, Outstanding Pinjaman Macet Fintech Lending Capai Rp1,14 T

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU